Pada masa reformasi, peran partai politik kembali menonjol sehingga demokrasi dapat berkembang. Pelaksanaan demokrasi setelah Pemilu banyak kebijakan yang tidak mendasarkan pada kepentingan rakyat, melainkan lebih ke arah pembagian kekuasaan antara presiden dan partai politik dalam DPR. Dengan kata lain, model demokrasi era reformasi dewasa ini kurang mendasarkan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Melalui gerakan reformasi, mahasiswa dan rakyat indonesia berjuang menumbangkan rezim Soeharto. Pemerintahan soeharto digantikan pemerintahan transisi presiden Habibie yang didukung sepenuhnya oleh TNI. Orde Baru juga meninggalkan warisan berupa krisis nasional yang meliputi krisis ekonomi, sosial dan politik. Agaknya pemerintahan “Orde Reformasi” Habibie mecoba mengoreksi pelaksanaan demokrasi yang selama ini dikebiri oleh pemerintahan Orde baru. Pemerintahan habibie menyuburkan kembali alam demokrasi di indonesia dengan jalan kebebasan pers (freedom of press) dan kebebasan berbicara (freedom of speech). Keduanya dapat berfungsi sebagai check and balances serta memberikan kritik supaya kekuasaan yang dijalankan tidak menyeleweng terlalu jauh. Dalam perkembanganya Demokrasi di indonesia setelah rezim Habibie diteruskan oleh Presiden Abdurahman wahid sampai dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat signifikan sekali dampaknya, dimana aspirasi- aspirasi rakyat dapat bebas diutarakan dan dihsampaikan ke pemerintahan pusat.
Ada satu hal yang membuat indonesia dianggap Negara demokrasi oleh dunia Internasional walaupun Negara ini masih jauh dikatakan lebih baik dari Negara maju lainnya adalah Pemilihan Langsung Presiden maupun Kepala Daerah yang dilakukan secara langsung. Mungkin rakyat indonesia masih menunggu hasil dari demokrasi yang yang membawa masyarakat adil dan makmur secara keseluruhan.
Runtuhnya rezim otoriter Orde Baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis, karena dalam fase ini akan ditentukan kemana arah demokrasi yang akan dibangun. Selain itu dalam fase ini pula bias saja pembalikan arah perjalanan bangsa dan Negara yang akan menghantar Indonesia kembali memasuki masa otoriter sebagaimana yang terjadi pada periode orde lama dan orde baru.
Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat faktor kunci yakni :
- Komposisi elit politik
- Desain institusi politik
- Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite
- Peran civil society (masyarakat madani).
Keempat faktor tersebut harus berjalan sinergis sebagai modal untuk mengonsolidasikan demokrasi.Karena itu seperti yang dikemukakan oleh Azyumardi Azra langkah yang harus dilakukan adalah dalam transisi Indonesia menuju demokrasi sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar, yaitu :
-
Reformasi sistem (constitutional reform) yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik.
-
Reformasi kelembagaan (constitutional reform empowerment) yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga-lembaga politik.
-
Pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih demokratis.
Demokratisasi di Indonesia agaknya tidak dapat dimundurkan lagi. Proses suksesi kepresidenan dengan jelas menandai berlangsungnya proses transisi ke arah demokrasi, setelah demokrasi terpenjarakan sekitar 32 tahun pada rezim Soeharto dengan “demokrasi Pancasilanya” dan 10 tahun pada masa rezim Soekarno dengan “demokrasi terpimpinnya”. Dengan demikian secara jelas demokrasi yang sesungguhnya di Indonesia belum dapat terwujud.Karena itu membangun demokrasi merupakan pekerjaan rumah (PR) dan agenda yang sangat berat bagi pemerintah.
Dalam kerangka itu upaya membangun demokrasi (Indonesia) dapat terwujud dalam tatanan Negara pemerintahan Indonesia bila tersedia delapan faktor pendukung yakni :
- Keterbukaan sistem politik,
- Budaya politik yang jujur dan baik,
- Kepemimpinan politik yang berorientasi kerakyatan,
- Rakyat yang terdidik, cerdas dan berkepedulian,
- Partai politik yang tumbuh dari bawah,
- Penghargaan terhadap hukum,
- Masyarakat sipil (masyarakat madani) yang tanggap dan bertanggung jawab, dan
- Dukungan dari pihak asing dan pemihakan pada golongan mayoritas.
Implementasi Demokrasi Pancasila Era Reformasi
Salah satu implementasi demokrasi Pancasila sebagai perwujudan kedaulatan rakyat adalah dengan diadakannya Pemilihan Umum. Pemilihan Umum atau yang biasa disingkat Pemilu merupakan suatu ajang aspirasi rakyat sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat. Masalah Pemilu diatur dalam UUD 1945 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi:
-
Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali.
-
Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
-
Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Partai Politik.
-
Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah perseorangan.
-
Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.
-
Ketentuan lebih lanjut tentang Pemilu diatur dengan Undang-Undang.
Tujuan diselenggaraknnya Pemilu adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mencapai tujuan nasional sesuai dengan UUD 1945.
Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Peserta pemilu adalah parpol untuk calon anggota legislatif dan perseorangan untuk calon anggota DPD yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan UU No.12 Tahun 2003.
Secara umum, pemilu yang diselenggarakan pada masa Orde Baru dianggap oleh kebanyakan masyarakat tidak berlangsung secara demokratis. Berbagai strategi dihalalkan oleh sebuah partai yang berkuasa pada saat itu untuk terus memenangkan pemilu. Runtuhnya Orde Baru yang ditandai dengan turunnya Soeharto dari jabatan Presiden, memberikan angin segar di tengah masyarakat yang sedang haus akan pendidikan politik dan berhasrat untuk belajar berdemokrasi.
Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama di indonesia yang dianggap dunia internasional sebagai yang paling demokratis. Dengan menambahkan asas jujur dan adil di belakang langsung, umum, bebas, rahasia, pemilu 1999 untuk pertama kalinya diselenggarakan oleh lembaga independen bernama KPU. Pelaksanaannyapun sangat terbuka di bawah pengawasan dari berbagai lembaga pengawas independen, baik lokal maupun asing.Perubahan positif juga terjadi pada susunan dan kedudukan lembaga legislatif dan eksekutif.Kini, presiden tidak lagi menjadi mandataris MPR karena Presiden beserta wakilnya dipilih langsung oleh rakyat sehingga peran lembaga legislatif hanya sebagai pengawas terhadap pelaksanaan pemerintahan.
Pemilu 2004 dan 2009 menggunakan sisitem yang sama dengan pemilu sebelumnya yaitu multipartai. Hanya bedanya, pada pemilu 2004 dan 2009 menggunakan dua sisitem sekaligus yaitu sistem distrik untuk anggota DPD dan sisitem proporsional untuk pemilihan anggota DPR.
Referensi :
- M. Rusli Karim, ”Peluang dan Hambatan Demokrasi,” dalam Jurnal CSIS, (Jakarta: 1998).
- Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani.
- A. Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007).