Bagaimana perkembangan dan potensi panas bumi di Indonesia?

Pertamina mulai menangani masalah energi panasbumi pada tahun 1974, disamping tugas pokoknya di bidang minyak dan gas bumi. Tugas ini dituangkan dalam surat keputusan Presiden R.I. No. 16 tanggal 20 Maret 1974 diantaranya adalah; Pertamina dinilai memiliki kemampuan untuk melaksanakan survey eksplorasi terhadap sumber energi panasbumi. Pertamina ditugaskan untuk melaksanakan survey dan eksplorasi panasbumi, khususnya di Pulau Jawa.

Menteri Pertambangan, sebagai tindak lanjut dari surat keputusan Presiden ini, menetapkan pada tanggal 10 Agustus 1974 wilayah kerja panasbumi bagi Pertamina, yaitu: Banten, Cibeureum, Pelabuhan Ratu, Cisolok, Kamojang, Darajat, Bali dan Dieng, sebagai daerah yang diutamakan.

Lapangan panasbumi pertama yang berhasil di temukan ialah di Kamojang, 42 km sebelah Tenggara Bandung. Di tempat ini telah dibangun sebuah pembangkit listrik dengan kapasitas 140 MW. Pada 27 November 1978 diresmikan penggunaan uap dari sumur Kamojang untuk tenaga gerak pembangkit listrik, berkekuatan 250 KW. Sekalipun kecil, ini merupakan pembangkit listrik tenaga panasbumi yang pertama beroperasi di Indonesia. Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi di Kamojang dengan kapasitas 30 MW telah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 7 Pebruari 1983. Pada Pebruari 1988 PLTPB Kamojang dengan kapasitas 140 MW, yang diresmikan oleh Presiden Soeharto.

Pemboran sumur Kamojang dilanjutkan dengan pengeboran sumur Dieng di tahun 1977. Berbeda dengan Kamojang yang menghasilkan uap kering, Lapangan Dieng menghasilkan uap basah. Di Dieng ini Pertamina membangun PLTPB 110 MW, diawali dengan peresmian PLTPB mini Dieng 2.000 KW oleh Menteri Pertambangan & Energi pada 14 Mei 1981. Listrik yang diproduksi dialirkan untuk desa-desa sekitarnya.

Eksplorasi dan produksi panasbumi ini dimasa mendatang akan meningkat, karena kepercayaan yang besar dari Pemerintah kepada Pertamina untuk mengelola panasbumi diseluruh wilayah Indonesia, disamping mulai digalakkan program diversifikasi energi. Tugas baru di bidang pengelolaan energi panasbumi ini dituangkan di dalam surat keputusan Presiden no. 22 dan 23 tahun 1981. Dengan surat keputusan ini antara lain Pertamina diberi wewenang untuk mengadakan kontrak kerja sama dengan pihak asing dalam bidang panasbumi.

Di dalam usaha pengembangan sumber panasbumi ini, terutama untuk daerah G. Salak Bogor, tanggal 11 Pebruari 1982, Pertamina menandatangani kontrak kerja sama dengan Union Geothermal di satu pihak dan Perusahaan Listrik Negara di lain pihak yang akan menangani masalah pemasaran listrik. Ini merupakan kontrak production sharing pertama di bidang panasbumi. Pertamina dewasa ini juga mengembangkan panasbumi di Lahendong Sulawesi.

Potensi Panasbumi di Indonesia

Sistem panasbumi yang dikembangkan di Indonesia saat ini adalah sistim panasbumi hidrothermal yang didomonasikan uap baik basah maupun kering. Contoh uap kering yang telah dikembangkan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi Kamojang yang menpunyai daya terpasang sebesar 140 MWe. Hasil pemboran uji uap yang telah dilakukan di Lahendong (Sulawesi Utara) dan Kerinci (Sumatera Barat) juga menunjukkan sistim uap kering, sedangkan di Dieng (Jawa Tengah) merupakan kombinasi kering dan basah.

Penyelidikan pendahuluan dalam Program Pengembangan panasbumi telah berhasil menginvestasikan sebanyak 70, dari jumlah ini penyelidikan lebih rinci memberikan potensi perkiraan setara 19.000 MWe dan yang telah terbukti 1.946 MWe. Penyebaran panasbumi di Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Sumatera
    Dari total perkiraan potensi energi (lebih dari 9.000 Mwe), hampir 24% berada sepanjang Pathan Besar Sumatera yang memanjang dari Aceh sampai ke Teluk Semangko di Lampung. Setiap lapangan mempunyai estimasi besaran setara listrik rata-rata 200 Mwe.

    Pemboran uji uap panasbumi telah dilakukan pada sumur uji di daerah Kerinci/Sungai Penuh (Jambi) dan Sibayak (Sumatra Utara). Potensi yang sudah terbukti berjumlah 159 MWe di antaranya yang dikembangkan sejumlah 2 MWe di Sibayak oleh Pertamina dan PLN.

  2. Jawa dan Bali
    Sebaran lapangan panasbumi memanjang sepanjang jalur pegunungan P.Jawa dan P.Bali dan mempunyai potensi spekulatif yang terbesar di Indonesia, diduga lebih dari 5.000 MWe yang mempunyai prospek pengembangan khususnya di daerah Jawa Barat seperti G. Salak, Wayang Windu, Patuha dan Karaha.

    Potensi yang sudah terbukti berjumlah 1722 MWe di antaranya yang dikembangkan sejumlah 585 MWe di Kamojang (140 MWe), Dataran Tinggi Dieng (2,5 MWe), G. Salak (330 MWe) dan Darajat (55 Mwe).

  3. Sulawesi
    Potensi energi di Sulawesi cukup besar dengan memperhitungkan penyebaran dan kepadatan penduduk di derah ini. Jumlah cadangan terbesar yang terinventarisasi berada di kawasan Sulawesi Utara dan yang sudah terbukti sebesar 65 MWe di kabupaten Minahasa pada kompleks lapangan panasbumi Lahendong. Kerjasama antara BPPT dan Pertamina telah terpasang 2,5 Mwe.

  4. Nusa Tenggara -Maluku
    Penyebaran gunung api yang padat, khususnya di Propinsi Nusa Tenggara Timur/Flores memberikan potensi spekulatif yang cukup besar. Beberapa daerah prospek panasbumi yang baik untuk dikembangkan antara lain lapangan panasbumi Sembalun, P.Lombok dan lapangan panasbumi Mutubasa di Flores Timur.

    Prospek lapangan panasbumi di Maluku berdasarkan hasil studi lapangan menunjukkan bahwa lapangan Tulehu, P.Ambon dapat dikembangkan lebih lanjut dengan potensi dugaan sebesar 250 MWe.

    Jika dilihat dari potensi dan penyebarannya, maka panasbumi dapat menjadi sumbangan yang cukup besar dalam ketenaga listrikan nasional. Selain aspek kebijakan dalam rangka diversifikasi energi, maka distribusi yang merata di sepanjang Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara sampai Kepulauan Maluku serta sepanjang Sulawesi merupakan modal dasar untuk pengembangan selanjutnya.