Bagaimana perkembangan bidang Antropologi Hukum?

image

Antropologi hukum merupakan spesialisasi dari antropologi budaya, yang secara khusus mengamati perilaku manusia dalam kaitannya dengan aturan hukum. Aturan hukum yang dimaksud tidak hanya terbatas pada hukum normatif, tetapi juga meliputi hukum adat dan juga budaya perilaku manusianya. Meskipun merupakan pengembangan dari antropologi budaya, antropologi hukum tidak bersifat etnosentris, artinya tidak membatasi pada kebudayaan tertentu. Objek penelitiannya adalah melihat hubungan antara hukum dengan aspek kebudayaan dan organisasi sosial.

Awal pemikiran antroplogis tentang hukum dimulai dengan studi-studi yang dilakukan oleh kalangan ahli antropologi, bukan dari kalangan sarjana hukum. Awal kelahiran antropologi hukum biasanya dikaitkan dengan karya klasik Sir Henry Maine yang bertajuk The Ancient Law yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1861. Ia dipandang sebagai peletak dasar studi antropologis tentang hukum melalui introduksi teori evolusionistik mengenai masyarakat dan hukum.

Fase Evolusionisme (1861-1926)

Tema-tema kajian yang dominan pada fase evolusionisme/awal perkembangan AH adalah berkisar pada eksistensi hukum. Perspektif pada fase ini adalah adanya anggapan hukum berevolusi/berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Studi evolusionistik AH dimulai oleh Sir Henry Maine dalam bukunya The Ancient Law (1861), yang mengatakan bahwa perkembangan hukum menyesuaikan dengan perkembangan masyarakatnya, yang dimulai dari masyarakat purba, masyarakat suku, dan masyarakat wilayah Bersama.

Fase Fungsionalisme (awal abad ke-20)

Selanjutnya pada fase fungsionalisme ini, terjadi perdebatan apa itu hukum, apakah hukum ada pada semua masyarakat, dari para peminat AH. Dimulai dari A.R. Radcliffe Brown yang mengatakan hukum adalah suatu sistem pengendalian sosial yang hanya muncul dalam kehidupan masyarakat yang berada dalam suatu bangunan negara. Alasannya, hanya dalam suatu organisasi sosial seperti negara terdapat pranata-pranata hukum seperti polisi, pengadilan, penjara dan lain-lain sebagai pranata neara yang mutlak harus ada untuk menjaga keteraturan sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu dalam masyarakat-masyarakat bersahaja yang tidak terorganisasi secara politis sebagai suatu negara tidak mempunyai hukum. Walaupun tidak mempunyai hukum, ketertiban sosial dalam masyarakat tersebut diatur dan dijaga oleh tradisi-tradisi yang ditaati oleh warga masyarakat secara otomatis-spontan (automatic spontaneus submission to tradition).

Fase Pluralisme Hukum (1940-sekarang)

Fase ini terbagi menjadi sub-sub fase antara lain:

  1. Fase antropologi hukum penyelesaian sengketa (1940-1950-an);
  2. Fase pluralisme hukum penyelesaian sengketa dan non sengketa (1960- 1970-an);
  3. Fase pluralisme hukum pengelolaan sumber daya alam, lingkungan hidup dan lain-lain (1990-sekarang).