Bagaimana Perjanjian antara Negara ASEAN yang Terkait dengan Kerja Sama di Bidang Hak Kekayaan Intelektual?

Perjanjian antara Negara ASEAN yang Terkait dengan Kerja Sama di Bidang Hak Kekayaan Intelektual

Bagaimana Perjanjian antara Negara ASEAN yang Terkait dengan Kerja Sama di Bidang Hak Kekayaan Intelektual ?

Ruang lingkup kerja sama ASEAN di bidang Ekonomi tidak terbatas pada bidang perdagangan barang saja. Bidang-bidang kerja sama ASEAN yang lain antara lain: Pangan, Pertanian dan Kehutanan, Bea Cukai, Penyelesaian Sengketa, Telekomunikasi dan Teknologi Informasi, Keuangan, Industri, Hak Kekayaan Intelektual, Investasi, Mineral dan Energi, Jasa, Pariwisata, Transportasi, dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa. Masing-masing bidang tersebut telah disepakati perjanjian-perjanjian yang terkait dengan bidang-bidang tersebut.

Bidang Hak Kekayaan Intelektual


Partisipasi negara-negara di kawasan ASEAN dalam rangka melindungi Hak Kekayaan Interlektual (HKI) dapat dilihat dari terlibatan negara-negara ASEAN dalam perjanjian-perjanjian internasional yang mengatur mengenai Hak Kekayaan Interlektual (HKI) (Lihat Tabel dibawah).

Keterangan Tabel:

  • WIPO WIPO Convention (1967), amended in 1979
  • P Paris Convention for the Protection of Industrial Property (1883, 1900, 1911, 1925, 1934, 1958, 1967,1979)
  • B Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (1886, 1896, 1908, 1914, 1928, 1948, 1967, 1971, 1979)
  • M Madrid Agreement and Protocol Relating to the Madrid Agreement Concerning the International Registration of Marks (Madrid Union 1891, last amended 1989)
  • H Hague Agreement Concerning the International Registration of Industrial Designs (Hague Union, 1925, 1999)
  • N Nice Agreement Concerning the International Classification of Goods and Services for the Purposes of the Registration of Marks (Nice Union 1957, Stockholm 1967, Geneva 1977)
  • R International Convention for the Protection of Performers, Producers of Phonograms and Broadcasting Organisations (Rome Convention, 1961)
  • PCT Patent Cooperation Treaty (Washington, 1970, 1979, 1984, 2001)
  • PHC Convention for the Protection of Producers of Phonograms Against Unauthorized Duplication of Their Phonograms (Phonograms Convention, Geneva, 1971)
  • SC Convention Relating to the Distribution of Programme-Carrying Signals Transmitted by Satellite (Satellite Convention, Brussels, 1974)
  • BT Budapest Treaty on the International Recognition of the Deposit o Microorganisms for the Purposes of Patent Procedure (Budapest 1997, amended in 1980)
  • TLT Trademark Law Treaty (Geneva 1994)
  • WCT WIPO Copyright Treaty (Geneva 1996)
  • PPT WIPO Performances and Phonograms Treaty (Geneva, 1996)
  • STLT Singapore Treaty on the Law of Trademarks (Singapore, 2006)
  • UPOV International Convention for the Protection of New Varieties of Plants (UPOV, Geneva 1972, 1978, 1991)
  • TRIPS Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (Marakesh, 1994)
  • CBD Convention on Biological Diversity (Biodiversity Convention, Rio de Janeiro, 1992)

Melihat tingkat kepedulian negara-negara ASEAN dalam bidang Hak Kekayaan Interlektual (HKI) dan pentingnya pengaturan mengenai Hak Kekayaan Interlektual (HKI), maka ASEAN menyepakati ASEAN Framework Agreement on Intellectual Property Cooperation di Thailand, Bangkok, pada tanggal 15 Desember 1995. Tujuan disepakatinya kerangka perjanjian ini yaitu untuk memperkuat kerja sama di bidang Hak Kekayaan Interlektual (HKI) di antara anggota ASEAN. Selain itu, adanya perjanjian ini juga mendorong negara-negara ASEAN untuk menentukan pola kerja sama maupun sistem yang tepat untuk mengatur mengenai permasalahan Hak Kekayaan Interlektual (HKI) di antaranya mengenai hak paten, hak merek, maupun sistem untuk konsultasi antar negara-negara ASEAN. Bahkan pembentukan kantor paten dan merek ASEAN. Kerja sama di bidang Hak Kekayaan Interlektual (HKI) sepenuhnya sesuai dengan ketentuan TRIPs. Dalam ketentuan ini, Hak Kekayaan Interlektual (HKI) diatur dengan prinsip National Treatment dan MFN. Dengan demikian, pengaturan mengenai HKI di ASEAN juga berdasarkan pada prinsip National Treatment dan MFN. Kerja sama antar negara-negara ASEAN di bidang Hak Kekayaan Interlektual (HKI) juga kerap dilakukan dengan sistem kerja sama bilateral.

Ruang lingkup yang diatur antara lain yaitu hak cipta, hak paten, hak merek, desain industri, perlindungan varietas tanaman, indikasi geografis, desain tata letak sirkuit terpadu, dan rahasia dagang.

Untuk membantu pelaksanaan sistem Hak Kekayaan Interlektual (HKI) di ASEAN, maka tiap-tiap negara ASEAN memiliki IP Agents yang disetujui. Peran IP Agent dalam hal ini adalah untuk membantu pelaksanaan sistem Hak Kekayaan Interlektual (HKI), sistem pendaftaran Hak Kekayaan Interlektual (HKI), perlindungan Hak Kekayaan Interlektual (HKI) dan pelaksanaan (penerapan) kebijakan-kebijakan Hak Kekayaan Interlektual (HKI), yaitu dengan bertindak atas nama klien, mewakili pemohon ( applicant ) untuk segala hal yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Interlektual (HKI).

Dalam perkembangannya, sebagai bentuk kerja sama regional dalam bidang Hak Kekayaan Interlektual (HKI) yang lebih besar dan juga seiring dengan perkembangan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan, ASEAN membentuk ASEAN Intellectual Property Right Action Plan 2004- 2010 (IPR Action Plan ) . Setidaknya ada empat kerangka sebagai tujuan utama dalam IPR Action Plan ini, yaitu:

  • Mendorong kreatifitas dalam bidang kekayaan intelektual di ASEAN;
  • Mengembangkan kerangka atau sistem yang sederhana untuk upaya harmonisasi, pendaftaran, dan perlindungan Hak Kekayaan Interlektual (HKI);
  • Menciptakan kesadaran yang lebih besar dan mengembangkan kapasitas di bidang kekayaan intelektual;
  • Meningkatkan kerja sama Business Development Services (BDS) oleh ASEAN National IP offices .

Mengenai tujuan-tujuan tersebut sudah banyak disosialisasikan sesuai dengan sasarannya antara lain melalui seminar, workshop, pelatihan dan sebagainya. Setiap kerangka tersebut memiliki program-program yang ingin dicapai dengan dibatasi oleh target waktu yakni pencapaian tidak melebihi dari tahun 2010, dan perwujudannya merupakan tanggung jawab masing-masing negara berdasarkan kepentingan nasionalnya. Pada tanggal 14 November 2007 di Manila juga telah disepakati adanya kerjasama regional untuk dapat lebih menangani jumlah permohonan paten yang meningkat di daerah tersebut, dan selain itu juga untuk meningkatkan penelitian, inovasi dan investasi.