Bagaimana Perekonomian Kerajaan Bima?

Perekonomian Kerajaan Bima

Bagaimana Perekonomian Kerajaan Bima?

Perekonomian Kerajaan Bima


Pada masa pemerintahan Raja Ma Waa Longge, Bima mengadakan hubungan dengan Gowa, Bima mulai mengunakan pencetakan sawah. Pada abad XVI Bima menjadi salah satu daerah gudang beras di Indonesia. Beras memegang peran penting dalam bater, yang mengantarkan ke dalam jalur peta perdagangan Indonesia. Sejak itu pula Bima mulai di sebut-sebut dalam jurnal pelayaran orang Protugis, dan orang Belanda serta pedagang Jawa. Dari sini diperoleh keterangan serba sedikit ttentang Bima.

Mata pencaharian sebagian besar orang Bima adalah di bidang pertanian, Padi, Jagung, Kacang Hijau, Bawang dan Kemiri merupakan tanama yang paling banyak di produksi oleh orang Bima. Beras dan Jagung paling banyak diproduksi karena untuk diekspor keluar daerah. Aspek pertanian orang Bima didukung oleh peternakan yang mempunyai makna penting. Kuda Bima adalah salah satu jenis Kuda yang baik di Indonesia. Meskipun tubuhnya kecil, kuda Bima dapat memikul beban yang berat dan kuat. Daya dukung ekonomi Bima selain yang disebutkan diatas, berasal dari Hutan juga. Seluruh dataran tinggi dan gunung ditutupi tanaman yang lebat, terutama pohon asam dan Jati, selain itu masih ada kayu-sapan, pohon jarak dan Bingkuru, demikian juga kenari merupakan pohon yang banyak dijumpai di Bima. Begitu banyak dan hasil kayu sapan, akhirnya mendorong Speelman mengadakan kotrak dengan Sultan Bima pada tahun 1669 dan kemudian pada tahun 1765 dimana dinyatakan bahwa hanya VOC yang boleh membeli Komoditi tersebut.

Potensi alam berkaitan dengan perkembangan aktifitas pelabuhan. Hasil alam bernilai ekonomi yang diangkut keluar melalui pelabuhan. Di Pulau ini terdapat potensi alam yang berpengaruh langsung terhadap aktifitas pelabuhan. Produk yang dimaksud adalah komoditi dagang yang lakukan diluar Pulau. Pertumbuhan ekonomi di Bima diikuti oleh pertumbuhan perdagangan, yang terkait langsung dengan pertumbuhan pelayaran. Komoditi itu meliputi produk dari sektor perdagangan, pertanian, peterbakan, perikanan yang dihasilkan oleh daerah-daerah sekitarnya. Namun perlu dikemuakan bahwa peran penduduk juga sangat penting dalam menunjang aktivitas pelabuhan.

Pembangunan di sektor pertanian yang berhasil diawali dalam masa pemerintahan Manggampo Donggo raja Bima ke-IX abad ke-17 menjadikan Kerajaan Bima sebagai gudang beras dikawasan Selatan. Beras yang berperan sebagi mata rantai penghubung antara sumber rempah-rempah di Maluku dengan pasaran internasional di Malaka menjadikan kedudukan bandar-bandar jawa amat penting.

Perdagangan rempah-renpah yang semakin ramai dan menguntungkan itu mengharuskan persediaan beras yang lebih banyak. Produksi beras Jawa sendiri belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar, oleh karena itu kekurangannya harus dicarikan di daerah lain. Kerajaan Bima sebagai daerah produsen beras dikawasan selatan mulai mendapatkan perhatian. Mengingat letak geografis yang sangat strategis yang terletak pada titik antara jawa-Maluku, karenanya kedudukan dan peran Kerajaan Bima menjadi semakin penting lagi.

Bima sebagai kerajaan atau Bandar dalam lintas pelayaran dan perdagangan dari Malaka ke Maluku atau sebaliknya menjadi penting artinya sebagai tempat aktivitas perdagangan. Sebagai Bandar, Bima terletak pada sebuah teluk (teluk Bima) yang terlindung oleh perbukitan disekitarnya. Oleh karena itu kapal-kapal singgah atau lepas sauh aman dari hempasan gelombang, baik pada waktu angin Muson bertiup dari arah Barat (barat laut) maupun dari Timur (tenggara). Namun selain posisi geografis dan geografisnya, Bima juga berkembang sebagai kota bandar atau pusat kerajaan dan didukung pula oleh sumber daya yang dimilikinya maupun sumberdaya dari daerah sekitarnya. Di Bima tersedia air cukup bersih, bahan makanan, daging dan ikan yang dapat diperoleh dengan murah sebagai bekal untuk melanjutkan pelayaran. Sebagi tempat aktivitas perdagagan, Bima dan daerah sekiarnyaa menghasilkan produk atau komoditi tertentu seperti : kain kasar, Budak, Kuda, kayu dye (kayu celup) dan hasil bumi lainya seperti kacang-kacangan dan beras (padi). Menurut Tome Pires, (seorang penembara dari protugis dan membut catatan perjalanan) pedagang-pedagang yang dari Jawa dan Malaka yang pergi kebanda dan Maluku singgah di Bima untuk menjual barang-barang yang dibawanya dari Jawa dan membeli kain kasar untuk di jual di Maluku dan Banda; demikian juga kuda dan budak di bawa dan di jual ke Jawa. Budak selain dari Sumbawa di datangkan juga dari Manggarai (Flores Barat) dan Pulau Solor yang pada waktu itu (abad 17-18) menjadi wilayah kekuasaan Bima.

Pelabuhan Bima terkenal sejak abad ke 17 sebagai pelabuhan yang sering di singgahi oleh para pedagang dari Melayu dan pedagang dari kawasan Indonesi timur untuk melakukan transaksi dagang sebelum melanjutkan perjalannya. Dengan demikian, pelabuhan yang awalnya hanya berlabuh perahu tradisional saja, namun dalam perjalanan banyak mengalami perkembanggan baik secara fisik maupun administrasi. Pelabuhan bima sebagai pelabuhan utama di pelabuhan Pulau Sumbawa jauh sebelum masuknya bangsa colonial. Pelabuhan Bima sangat penting bagi kedudukan kerajaan yang pada abad 17 memang sangat penting dalam perkembangan kerajaan, pelabuhan pada abad 17 sebagai tempat persinggahan perahu-perahu atau kapal-kapal yang akan melakukan kegiatan bongkar muatan barang dan penumpang.

Kapal-kapal yang datang ke Bima maupun yang berangka dari Bima selalu mengikuti angin Muson. Pada saat angin muson Barat (barat laut) di pelabuhan Bima berdatangan kapal-kapal dari arah barat seperti; Sumbawa, Lombok, Bali, Jawa dan Malaka sedangkan dari Bima berangkat kapal-kapal yang berlayar kearah Timur dan Utara seperti ke Selayar, Sulawesi, Flores, Solor, Buton, Ambon Banda dan Maluku. Sebaliknya pada saat angin Muson Timur (tenggara) berdatangan kapal-kapal dari Timur dan Utara dan berangkat kapal-kapal yang menuju kearah Barat.