Bagaimana Perbedaan Kebijakan Luar Negeri AS pada masa Pemerintahan George W. Bush dan Barack Obama?

George W. Bush dan Barack Obama

Bagaimana Perbedaan Kebijakan Luar Negeri AS pada masa Pemerintahan George W. Bush dan Barack Obama ?

Dewasa ini, aktivitas diplomasi menunjukkan peningkatan peran yang sangat signifikan seiring dengan semakin kompleksnya isu-isu dalam hubungan internasional. Apalagi sejak serangan teroris ke Amerika Serikat (AS) yang terletak di jantung kota New York, World Trade Center (WTC) dan kantor pusat pertahanan AS Pentagon di Washington D.C. pada 11 September 2001. Wacana dalam sistem internasional berubah sama sekali. Ancaman teroris yang sebelumnya tidak begitu populer, tiba-tiba saja menjadi agenda utama AS. Selanjutnya AS mengajak masyarakat internasional untuk bersama-sama memerangi terorisme. Dalam perkembangannya, upaya AS memberantas terorisme seringkali dikaitkan dengan negara Islam.

Hal ini disebabkan aksi-aksi terorisme yang terjadi di AS dilakukan oleh pelaku yang mayoritas berasal dari negara Islam. Hal inilah yang menyebabkan AS terlihat berperilaku diskriminatif terhadap negara-negara Islam. Perilaku diskriminatif AS terlihat dalam pengurusan visa, misalnya dengan mengeluarkan regulasi pemberian visa melalui syarat-syarat yang khusus untuk negara-negara Islam, misalnya warga negara Indonesia atau Malaysia, harus menunggu 20 hari untuk mendapatkan visa, apalagi buat laki-laki muslim berusia 18 hingga 40 tahun dan adanya travel warning ke Indonesia ketika terjadi peristiwa Bom Bali.

Ketika Barack Husein Obama dilantik menjadi Presiden AS pada tanggal 20 Januari 2009, ada banyak perubahan yang dijanjikan oleh Obama dan salah satu yang paling penting bagi Amerika dan dunia adalah pandangan dan perubahan pemikiran Obama mengenai Islam dan terorisme. Kemenangan Obama tidak lepas dari apa yang dia bawa dalam kampanye, yakni ide-ide tentang perubahan dan pembaharuan.

Adanya perbedaan kebijakan luar luar negeri antara Presiden Bush dan Obama serta upaya AS untuk mendekatkan kembali hubungan dengan negara-negara Islam. Sebagaimana diketahui bahwa pada 20 September 2001, di depan Kongres, Presiden Bush secara resmi mendeklarasikan perang melawan terorisme global yang mengancam perdamaian dan keamanan dunia. Hal ini dilakukan Presiden Bush pasca pengeboman World Trade Center dan kantor pusat pertahanan AS Pentagon di Washington D.C. pada 11 September 2001.

Sejak serangan teroris ke Amerika Serikat yang terletak di jantung kota New York, World Trade Center dan kantor pusat pertahanan AS Pentagon di Washington D.C. pada 11 September 2001, wacana dalam sistem internasional berubah sama sekali. Ancaman teroris yang sebelumnya tidak begitu populer, tiba-tiba saja menjadi agenda utama AS. Dalam hitungan jam setelah itu, AS menyerang Afganistan yang diduga menjadi persembunyian organisasi teroris kelas dunia, Al Qaeda .

Ancaman terorisme terhadap AS menimbulkan trauma tersendiri bagi warga AS, mengingat korban yang muncul akibat tragedi 11 September berjumlah besar, hampir 3000 orang meninggal dunia. Ancaman terorisme inilah yang membuat AS memberlakukan kebijakan yang sangat ketat terhadap pihak-pihak yang berpotensi menimbulkan terorisme. Setelah tragedi 11 September, Presiden Bush berpidato mengucapkan kalimat bahwa Amerika sedang mengalami crusade alias perang salib, sebuah konotasi perang agama, antara agama Amerika yang notabene Kristen Protestan dengan Islam.

Hal ini tentu saja kemudian diralat sebagai kekeliruan inilah yang kemudian ingin diperbaiki dengan berbagai cara termasuk kalimat bahwa Amerika tidak memusuhi Islam pada masa pemerintahan Barack Obama.

Sejarah Amerika di bawah kepemimpinan Bush sangat arogan dalam memandang Islam, meskipun dengan banyak bahasa formal Bush mengatakan pluralisme. Moeslim Abdurrahman menyampaikan hal itu, bahwa Bush seringkali mengatakan bahwa Amerika tidak memusuhi Islam dan Umat Islam, namun konsekuensi kecurigaan yang berlebihan terhadap bahaya teror islam sangat dirasakan oleh kaum muslimin, terutama imigran yang tinggal di Amerika maupun Eropa. Mereka itu tidak saja diingatkan agar mentaati dan selalu harus kooperatif dengan aturan-aturan sebagai seorang imigran dengan sedikit kasar, tapi juga pemerintah Amerika menerapkan kebijaksanaan yang berbau diskriminatif.

Kebijakan Bush yang sering dikatakan diskriminatif terhadap orang/dunia Islam, antara lain tercermin dalam pengurusan visa, misalnya dengan mengeluarkan regulasi pemberian visa melalui syarat-syarat yang khusus untuk negara-negara tertentu, terutama dari negara muslim atau berpenduduk mayoritas muslim, harus menunggu 20 hari untuk mendapatkan visa, apalagi buat laki-laki muslim berusia 18 hingga 40 tahun. Padahal normalnya untuk mengurus visa Amerika Serikat hanya 14 hari (2 minggu). Ada dugaan juga masalah nama yang islami bisa menjadi kendala untuk masuk Amerika. Hal ini dialami oleh Mohamed Youcef Mami dan Said Mahrane berkewarganegaraan Perancis tetapi namanya islami. Kebijakan Bush tersebut adalah contoh kebijakan yang terjadi dalam negeri AS, sedangkan kebijakan Bush yang diskriminatif yang ditujukan ke luar negeri, misalnya kebijakan yang berkaitan dengan konflik antara Israel dengan Palestina.

Telah disebutkan di atas bahwa sejak setelah tragedi 11 September 2001 ancaman teroris yang sebelumnya tidak begitu populer menjadi agenda utama AS dan pemerintahan Presiden Bush. Selanjutnya Presiden Bush secara resmi mendeklarasikan perang melawan terorisme global pada 20 September 2001 di depan Kongres AS. Dua tahun setelah invasi ke Afghanistan itu, Presiden Bush kemudian menentukan musuh lain AS dalam perang melawan teorisme, yaitu Irak karena Irak dan rezim otoriter Saddam Hussein dianggap mendukung terorisme global.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa Pemerintahan Bush mengubah cara Amerika Serikat berurusan dengan dunia. Dimulai perang terhadap teror yang tidak memiliki batas-batas geografis atau waktu, meningkatkan pengeluaran militer, bertindak secara sepihak, dan mengabaikan hukum internasional. Dapat dikatakan bahwa George W. Bush pada umumnya menekankan kekuatan militer atas perundingan diplomatik. Pada masa pemerintahan Presiden Bush, kepemimpinan Bush dikenal sangat arogan dalam memandang Islam. Dunia Islam selalu dikaitkan dengan terorisme.

Namun, pada masa pemerintahan Barack Obama terjadi perubahan. Presiden Obama menjanjikan Amerika baru kepada dunia, Amerika yang mendengarkan suara dunia. Presiden Obama juga menegaskan bahwa Islam bukan musuh Amerika. Dalam wawancara dengan jaringan televisi satelit Al-Arabiya yang berbasis di Dubai, Uni Emirat Arab 26 Januari 2009, wawancara pertamanya sejak dilantik menjadi Presiden AS, Barack Obama mengatakan bahwa Amerika Serikat bukan musuh Islam. Dikatakan bahwa tugas Obama kepada negara-negara muslim adalah mengomunikasikan bahwa AS bukan musuh negara Islam.

Keinginan AS bekerjasama dengan dunia Islam, kembali dipertegas Obama dalam suratnya ke Konferensi Organisasi Islam (OIC), berbasis di Jeddah, yang mewakili 1,5 miliar umat Muslim di 57 negara. Melalui surat yang dikirimkan ke Sekretaris Jendral OIC Ekmeleddin Lhasanoglu, Obama mengatakan akan bekerja untuk meningkatkan hubungan dengan kelompok Islam. Presiden AS Barack Husein Obama membuat sejumlah kebijakan yang bertolak belakang dengan kebijakan pendahulunya, mantan Presiden George W Bush. Kebijakan itu antara lain menyangkut pendekatan diplomasi dengan negara lain, meliputi: penutupan Kamp Militer Guantanamo, perubahan iklim, aborsi, dan senjata luar angkasa. Dengan berbagai kebijakan itu, Obama mulai menunjukkan kepada dunia bahwa dia bukan Bush. Selain melakukan pendekatan kerjasama dengan berbagai negara, termasuk dunia Islam.

Obama juga mulai membalikkan kebijakan Bush soal perubahan iklim, antara lain dengan langkah peningkatan standar efisiensi bahan bakar. Obama juga telah menunjuk Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri, untuk berlawat ke Asia Pasifik. Kunjungan tersebut dapat dimaknai sebagai bagian dari upaya Amerika untuk membangun sebuah jalan baru kepada Dunia Islam. Keberadaan Islam dan Dunia Islam di dunia saat ini tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, pemerintah baru Amerika merasa perlu membangun komunikasi lebih intensif dengan Islam dan Dunia Islam, terutama untuk menuntaskan isu-isu yang selama ini melilit Amerika selama pemerintahan Bush, yaitu isu terorisme.

Dari uraian di atas dapat dilihat perbedaan antara pemerintahan Presiden Bush dengan Obama. Pemerintahan Bush pada umumnya menekankan kekuatan militer daripada perundingan diplomatik, sedangkan Pemerintahan Obama lebih kepada perundingan diplomatik. Selanjutnya pemerintahan Obama yang baru akan menjalin lebih mendalam dengan dunia Islam antara lain di Irak, Amerika sedang mengupayakan penarikan pasukan secara bertanggung jawab dan peralihan kemitraan yang berdasarkan kerjasama diplomatik dan ekonomi, di Timur Tengah, segera melakukan upaya untuk mempertemukan pihak-pihak yang terlibat untuk sekali lagi membahas apa yang bisa dilakukan untuk mencapai solusi dua negara. AS selama ini telah dikonotasikan sebagai polisi dunia yang arogan dan penuh nafsu kekuasaan serta memberikan stigma negatif tentang Islam dan Dunia Islam, terutama sebelum Pemerintahan Obama. Kebijakan Presiden Obama, seperti dijanjikan ingin mengakomodasi kepentingan Islam dan Dunia Islam. Tentunya ini akan membawa dampak tersendiri bagi kebijakan-kebijakan pemerintahan Obama dan Amerika.

Serangan teroris 11 September 2001 merupakan titik balik perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Bila dalam masa kepemimpinan Presiden Bill Clinton politik luar negeri AS dijalankan dengan pendekatan multilateralisme dan kerja sama ekonomi, maka setelah tragedi 11 September 2001, Presiden Bush lebih memilih unilateralisme dan memfokuskan pada isu keamanan. Perubahan arah kebijakan luar negeri AS tercermin dengan dikeluarkannya dokumen National Security Strategy of 2002 pada bulan September 2002 tersebut adalah menyebarkan nilai demokrasi dan membebaskan rakyat dari tirani/diktator.

Presiden Bush secara resmi mendeklarasikan perang melawan terorisme global pada 20 September 2001 di depan Kongres AS. Dari sini dapat dilihat bahwa Pemerintahan Bush mengubah cara Amerika Serikat berurusan dengan dunia. Dimulai perang terhadap teror yang tidak memiliki batas-batas geografis atau waktu, meningkatkan pengeluaran militer, bertindak secara sepihak, dan mengabaikan hukum internasional. Dapat dikatakan bahwa George W. Bush pada umumnya menekankan kekuatan militer atas perundingan diplomatik. Pada masa pemerintahan Presiden Bush, kepemimpinan Bush dikenal sangat arogan dalam memandang Islam. Dunia Islam selalu dikaitkan dengan terorisme. Selama delapan tahun pemerintahan Bush, popularitas AS di dunia anjlok ke titik terendah.

Terpilihnya Barack Obama menjanjikan kebijakan luar negeri yang berbeda, yaitu lebih diplomatik, lebih sederhana, lebih sesuai dengan lembaga-lembaga internasional dan hukum internasional. Presiden Obama dalam pidatonya di Universitas Al-Azhar, Mesir, menjelaskan pandangannya mengenai Islam dan pelbagai masalah dunia Islam demi memperbaiki citra AS di mata umat Islam. Banyak alasan yang melatarbelakangi kebencian dunia Islam terhadap AS seperti intervensi para pejabat Gedung Putih terhadap urusan internal dunia Islam, penjarahan kekayaan, invasi militer ke negara-negara Islam seperti Irak dan Afganistan, dukungan mutlak terhadap rezim Zionis Israel dan pelecehan terhadap nilai-nilai suci umat Islam.

Selain pidato di Mesir, langkah Obama dalam upaya menaikkan citra Amerika di dunia muslim yaitu memberikan wawancara pers pertamanya dengan al-Arabiya . Dalam wawancara tersebut Barack Obama mengatakan bahwa Amerika Serikat bukan musuh Islam dan menyatakan bahwa tugasnya kepada negara-negara muslim adalah mengkomunikasikan bahwa AS bukan musuh Islam. oleh pemerintah Bush. Terbitnya dokumen tersebut dilandasi oleh pertimbangan untuk memberi payung konstitusi dan justifikasi atas tindakan-tindakan AS selanjutnya dalam perang melawan teroris dan negara yang mengancam AS. Dalam dokumen tersebut disebutkan tujuan kebijakan luar negeri AS yakni: membantu menciptakan dunia yang tidak hanya aman, namun juga lebih baik. Dalam prakteknya tujuan tersebut sering diterjemahkan sebagai upaya penggulingan kekuasaan negara lain yang berseberangan dengan kepentingan AS. Adapun dalih atau justifikasi tindakan Obama pun menegaskan lagi rekonsiliasi Amerika Serikat dengan dunia Muslim. Amerika Serikat berupaya meningkatkan hubungan dengan Negara Islam.

Pada masa Pemerintahan Barack Obama karena adanya kepentingan menaikkan citra akibat kebijakan pemerintahan sebelumnya (Pemerintahan Presiden Bush) dalam menangani terorisme dan memandang Islam, selain itu Amerika Serikat ingin meningkatkan ekonominya yang memburuk pasca 11 September 2001.

Saat Barack Obama menjadi presiden baru AS menggantikan George W. Bush, salah satu perhatian utamanya adalah untuk mengembalikan citra AS yang sempat buruk di mata internasional. Selama delapan tahun kepemimpinan Bush, AS sempat mengalami penurunan citra nya pasca serangan 9/11. AS pada masa pemerintahan Bush dinilai lebih negatif citranya, dari masyarakat di negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Anti-Americanism, adalah sterotipe yang muncul dan menyebar khususnya di negara-negara Islam, dari Nigeria di Afrika Barat hingga ke Indonesia.

Setelah berakhirnya Bush sebagai presiden AS, kemudian munculah Presiden AS yang baru yaitu Barack Husein Obama. Dengan munculnya Obama sebagai Presiden AS yang baru, banyak pengamat yang memprediksi bahwa Obama dengan segala keunggulannya dapat membawa cara baru dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapi oleh AS pada masa pemerintahan sebelumnya. Beberapa pengamat mengatakan bahwa obama adalah seorang tokoh yang bisa membawa perubahan terhadap hubungan AS dengan negara-negara Islam.

Obama adalah putra dari seorang ayah Muslim dari Kenya, namanya tengahnya adalah Hussein, dan pernah bersekolah di Indonesia, yaitu salah satu negara paling padat dengan mayoritas penduduknya adalah muslim. Dalam pidato pelantikannya, Obama berbicara langsung kepada dunia Muslim, dengan berjanji akan mengedepankan kepentingan bersama dan sikap saling menghormati.

Selama minggu pertamanya di Gedung Putih, Obama membuat poin penting yaitu dengan melakukan interview televisi pertamannya di Gedung Putih dengan saluran satelit Arab dengan mengatakan telah menunjuk dua utusannya untuk mengatasi konflik Israel dan Palestina dan juga untuk mengatasi konflik yang terjadi di Afghanistan dan Pakistan. Obama dengan Menteri Luar Negerinya yang baru yaitu Hillary Clinton, ditunjuk langsung untuk melakukan kunjungan internasional, termasuk kunjungan pertamanya ke Indonesia dan beberapa negara di Asia, setelah Hillary kembali lagi kunjungannya di Asia, ia langsung ditugaskan kembali untuk menuju Timur Tengah, termasuk ke Palestina Israel untuk mengatasi konflik yang sedang terjadi.