Menurut J.K Chambers dan Peter Trudgill (2004: 3), dialek adalah subbagian dari bahasa yang dapat membedakan satu bahasa dengan bahasa lain, sedangkan bahasa adalah kumpulan pemahaman bersama dari beberapa dialek. Dalam hal ini, bahasa dan dialek mempunyai beda tingkatan. Dapat dikatakan, dialek adalah bagian dari bahasa dan bahasa adalah kumpulan dari dialek itu sendiri.
Selain itu, istilah variasi bahasa digunakan untuk menjelaskan hubungan yang murni dalam memakai berbagai bentuk bahasa dan dapat dianggap sebagai satu identitas tersendiri. Contoh dari variasi ini dapat terlihat dalam bahasa daerah di Indonesia. Misalnya, bahasa Jawa yang mempunyai variasi bahasa Jawa ngapak. Bahasa Jawa ngapak ini adalah variasi dari bahasa Jawa, tetapi keberadaan bahasa Jawa ngapak ini membentuk identitas tersendiri yang berbeda dengan bahasa Jawa standar.
Tidak hanya itu, pemahaman masyarakat mengenai aksen dan dialek juga masih tumpang tindih. Memang, pemahaman terkait aksen dan dialek ini juga masih belum diketahui secara jelas oleh masyarakat. Bahkan, antara bahasa, aksen, dan dialek masih banyak yang belum mengetahui apakah ketiganya adalah bentuk yang sama atau bentuk yang berbeda. Meskipun ada yang telah mengetahui ketiganya adalah bentuk yang berbeda, tetapi perbedaan di antara ketiganya masih sering keliru atau malah tidak tahu.
Menurut J.K Chambers dan Peter Trudgill (2004: 4—5), aksen dapat dikaitkan dengan cara penutur mengungkapkan atau melafalkan bahasa tersebut. Oleh karena itu, aksen juga dapat merujuk kepada perbedaan variasi secara fonologis dari variasi yang lainnya. Sebaliknya, dialek lebih mengarah kepada perbedaan variasi dalam bentuk gramatikal, terutama unsur leksikal sama seperti perbedaan variasi fonologis dari variasi yang lain.
Sementara itu, Ayatrohaedi (2002: 2) mengungkapkan ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Selain itu, Ayatrohaedi juga mengungkapkan ciri lain dialek adalah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, memiliki ciri umum, dan lebih mirip dengan sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dalam bahasa yang sama. Ciri terakhir dari dialek adalah dialek tidak harus mengambil bentuk ujaran dari sebuah bahasa. Ciri dialek tersebut dapat dirangkum menjadi sebuah bentuk ujaran yang dipakai masyarakat tertentu yang memiliki perbedaan dengan daerah lain, tetapi masyarakat dengan bahasa yang sama masih bisa mengetahui bahasa tersebut.
Kemudian, adanya perbedaan dialek dapat dilihat berdasarkan letak geografi, sosial, dan politik persebaran bahasa tersebut. Dari sisi letak geografi, bisa saja dialek terbagi menjadi beberapa kelompok tergantung dari posisi wilayah persebarannya. Biasanya, wilayah persebaran dialek tidak akan mempunyai jarak yang jauh. Misalnya, persebaran dialek Eropa yang terbagi menjadi lima kelompok, yaitu persebaran dialek Romawi Barat, persebaran dialek Jerman Barat, persebaran dialek Slavic Selatan, persebaran dialek Slavic Utara, dan persebaran dialek Scandinavia (J.K. Chambers dan Peter Trudgill, 2004: 25).
Setiap kelompok tersebut mempunyai turunan bahasa masing-masing. Meskipun berasal dari kelompok persebaran dialek yang sama, tetapi turunan persebaran dialek tersebut melahirkan bahasa yang berbeda di setiap daerahnya. Hal ini disebabkan adanya unsur politis sehingga daerah atau negara yang satu dengan yang lainnya membentuk sebuah bahasa tersendiri.
Keadaan sosial dialek juga memengaruhi adanya perbedaan dialek. Misalnya, bahasa kreol Jamaika yang sangat kompleks. Hal tersebut disebabkan adanya strata sosial dalam pemakaian bahasa di negara tersebut. Strata sosial tinggi dimiliki orang Inggris yang berbicara bahasa Inggris, sedangkan strata sosial bawah adalah pekerja Afrika yang berbicara bahasa kreol Jamaika. Adanya strata sosial tersebut membuat bahasa kreol Jamaika terpengaruh oleh bahasa Inggris. Hal ini membuat bahasa kreol Jamaika menjadi hampir mirip dengan bahasa Inggris. Adanya perubahan bahasa kreol Jamaika tersebut menandakan bahwa masyarakat Jamaika ingin pula menduduki strata sosial atas. Akan tetapi, masyarakat Jamaika tidak langsung mengubah bahasa mereka ke dalam bahasa Inggris sepenuhnya. Dengan adanya kosakata yang terpengaruh bahasa Inggris, masyarakat Jamaika mungkin mengharapkan bahwa bahasa mereka dapat disejajarkan dengan bahasa Inggris yang menduduki strata sosial atas.