Bagaimana perbedaan antara kekuasaan dan kewenangan

Dalam ilmu politik sendiri, pasti akan banyak membahas mengenai apa yang disebut dengan kekuasaan. Kekuasaan kerap menjadi arti atau tujuan dari politik yang dimiliki oleh seseorang ataupun kelompok tertentu. Bila membicarakan masalah kekuasaan, pasti akan juga membahas mengenai hal yang erat dengan kekuasaan, misalnya kewenagan. Kekuasaan dan kewenangan seolah saling terikat. Tetapi tetap kekuasaan dan kewenangan itu berbeda. Sebenarnya apa perbedaan kekuasaan dan kewenangan itu sendiri?

Dalam buku “Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa” karya Miriam Budiardjo, disebutkan bahwa

Kekuasaan dianggap sebagai kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku lain sedemikian rupa , sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan.

Ini berarti kekuasaan bisa dimaknai sebagai sebuah kemampuan dari seseorang yang dianggap kuat atau mampu mempengaruhi atau mengatur orang lain untuk sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang yang kuat tersebut.

Di dalam buku “Dasar-dasar Ilmu Politik” karya Miriam Budiarjo, dikatakan beberapa para ahli seperti W. Connoly (1983) dan S. Lukes (1974) mengganggap bahwa

Kekuasaan adalah sebagai konsep yang dipertentangkan (a contested concept) yang artinya merupakan hal yang tidak dapat dicapai suatu konsensus. Umumnya dikenal bahwa kekuasaan itu adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain.

Kebanyakan para sarjana menggambarkan kekuasaan berpangkal tolak dari perumusan Max Weber dalam bukunya Wirtschaft und Gessellshaft (1922) yaitu

Kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apa pun dasar kemampuan ini**
(Macht beduetet jede chance innerhalb einer soziale Beziehung den eigenen Willen durchzuserchen auch gegen Widerstreben durchzustzen, gleichviel worauf diese chance beruth).

Sarjana yang kira-kira sama dengan pemilkiran Max Weber ini adalah Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan yang mana rumusannya sudah menjadi rumusan klasik:

Kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama.
(Power is a relationship in which one person or group is able to determine the action of another in the direction of the former’s own ends).

Sedangkan definisi kewenangan salah satunya dikemukakan oleh Robert Bierstedt dalam karangannya yang berjudul An Analysis of Social Power yang mengatakan bahwa

Wewenang (authority) adalah institutionalized power (kekuasaan yang dilembagakan).

Dengan nada yang sama dikatakan oleh Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan dalam buku Power and Society bahwa

Wewenang (authority) adalah kekuasaan formal (formal power). Dianggap bahwa yang mempuyai wewenang (authority) berhak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan-peraturan serta berhak untuk mengharapkan kepatuhan terhadap peraturan-peraturan yang telah dibuatnya.

Dari penjelasan mengenai definisi kekuasaan dan kewenangan, bisa disimpulkan bahwa seorang penguasa memiliki kewenangan untuk mengeluarkan perintah atau peraturan yang mampu mengatur orang-orang untuk bertindak sesuai dengan yang diinginkannya.

Namun apakah seorang atau tiap penguasa memiliki kewenangan atau wewenang?

Tidak pasti. Seorang penguasa jelas dia memiliki sebuah kekuasaan, namun belum tentu ia mempunyai wewenang. Namun bila seseorang memiliki kewenangan atau wewenang, jelas dia memiliki kekuasaan, meskipun ia bukanlah penguasa.

Hal inilah yang membedakan antara kekuasaan dan kewenangan.

Seseorang yang mempunyai kekuasaan belum pasti memiliki sebuah kewenangan atau wewenang, namun seseorang yang mempunyai wewenang atau kewenangan pasti memiliki kekuasaan**.

Sumber:

  1. Budiardjo, Miriam. 1984. Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa. Sinar Harapan. Jakarta.
  2. Hidajat, Imam. 2012. Teori-Teori Politik. SETARA Press. Malang.
  3. Budiardjo, Miriam. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta