Bagaimana Peran Civil Society dalam Politik Luar Negeri?

Bagaimana Peran Civil Society dalam Politik Luar Negeri?

Peran Civil Soviety dalam politik luar negeri telah menjadi kajian di kalangan scholar hubungan internasional. Beberapa contoh kajian itu dilakukan oleh Melissa Pomeroy dalam Seton Hall Journal of Diplomacy and International Relations dalam artikel Civil Society Participation in Brazilian Foreign Policy: an Analysis of its Democratic Quality. Sedangkan Dakhane Noureddine dan Zerrouga Ismail (2017) menulis tentang The Role of Civil Society in Foreign Policy, a Study in the Liberal Democracy-Practical Policies (2017) dalam Noble International Journal of Social Sciences Research ISSN(e): 2519-9722 ISSN§: 2522-6789 Vol. 2, No. 1, pp: 1-9, 2017. Kajian lainnya dilakukan oleh Sheriff F . Folarin dari Covenant University Ota Ogun State, Nigeria dalam Democratizing the Nigerian Foreign Policy Process: An Inquest for Recipes.

Perannya sangat terkait dengan kondisi negara yang sudah demokratis. Artinya keterbukaan informasi, partisipasi masyarakat dan aktivitas media telah dijamin negara. Sebaliknya peran civil society ini tidak banyak berkembang dimana bentuk negara belum demokratis atau belum sepenuhnya demokratis. Di negara yang pemerintahannya ketat seperti di Korea Utara, civil society dianggap tidak mendapatkan tempat dalam pengambilan kebijakan pemerintah, apalagi kebijakan luar negeri.

Pengertian Civil Society menurut M. Dawam Rahardjo :…suatu ruang ( realm ) partisipasi masyarakat, dalam perkum-pulan-perkumpulan sukarela (voluntary association), media massa, perkumpulan profesi, serikat buruh tani, gereja atau perkumpulan-perkumpulan keagamaan…” . Indikatornya, terdiri dari organisasi-organisasi yang melayani kepentingan umum, atau memiliki rasionalitas dan mampu mengatur dirinya sendiri secara bebas. Civil Society diterjemahkan menjadi masyarakat madani, mengandung tiga hal, yaitu: agama, peradaban dan perkotaan.

Sedangkan intelektual Muslim Nurcholis Madjid menjelaskan bahwa “ …perkataan madinah, dalam peristilahan modern, menunjuk kepada semangat dan pengertian civil society , suatu istilah Inggris yang berarti masyarakat sopan, beradab dan teratur dalam bentuk negara yang baik.” Indikatornya adalah adanya kedaulatan rakyat sebagai prinsip kemanusiaan dan musyawarah. Dan juga berpartisipasi dan mengambil bagian dalam proses-proses menentukan kehidupan bersama, terutama di bidang politik, dan memiliki sikap-sikap terbuka.

Dari pengertian itu jelas bahwa masyarakat sipil memiliki karater partisipasi masyarakat dalam kebijakan-kebijakan dan urusan yang berkaitan dengan negara dan pemerintahan. Kontribusinya jelas ingin membangun negeri lebih baik lagi. Bentuk masyarakat sipil mulai dari organisasi kemasyarakatan, asosiasi, perhimpunan, serikat buruh bahkan ormas keagamaan dan organisasi non pemerintah (NGO).

Di Indonesia beberapa kajian mengenai penyertaan civil society dalam proses formulasi dan implementasi kebijakan luar negeri sudah berkali-kali dilakukan. Disini dapat disebutkan misalnya kajian yang dilakukan Iis Gindarsah dalam Democracy and Foreign Policy-Making in Indonesia: A Case Study of the Iranian Nuclear Issue (2012). Contemporary Southeast Asia Vol.34,No.3.416-37 menjelaskan mengenai bagaimana media menjadikan aktor yang memberikan dampak terhadap kebijakan luar negeri khususnya dalam sikap Indonesia di Dewan Keamanan PBB terkait nuklir Iran pada tahun 2007 sampai 2008.

Menutur Gindarsah, adanya keterbukaan pasca reformasi 1998 menyebabkan pengambilan keputusan dalam kebijakan luar negeri bersifat terbuka. Publik mendapatkan akses dari media massa. Oleh karena itulah maka berita dan opini di media massa menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan luar negeri. Media massa, dalam artikel Gindarsah, membuka perhatian kepada laporan yang menggugat Indonesia karena mendukung sanksi baru dalam kasus nuklir Iran di Dewan Keamanan PBB tahun 2007. Selain memberitakan ketidakpuasan, media juga memuat berbagai artikel yang mengkritik sikap Indonesia yang semula mendukung nuklir Iran menjadi mendukung resolusi yang disusun negara-negara Barat agar Iran diberi sanksi baru. Media massa juga memuat publik opini mengenai sikap Indonesia yang mendukung sanksi yang dianggap sebagai menyerah terhadap tekanan Barat.
Bagaimana mekanisme media memberikan pengaruhnya kepada pengambilan kebijakan dapat dijelaskan dari kerangka konseptual yang disampaikan Chanan Naveh 10

Gambar : Konsep Peran Media dan Kebijakan Luar Negeri
image

Sumber: Chanan Naveh (2002)

Dalam gambar itu media massa digambarkan sebagai lingkungan yang berperan sebagai perangkat komunikasi politik pemerintah. Selain lingkungan komunikasi politik juga sebagai alat mengkomunikasikan kebijakan. Secara spesifik media dalam konteks sebagai lingkungan pembentuk kebijakan luar negeri. Adanya efek dari media massa ini menyangkut fungsi agenda setting dan framing dari media terhadap kebijakan luar negeri. Dalam kerangka agenda setting misalnya media menjadi saluran perdebatan publik, publik opini, prioritas isu dan juga menyangkut isu-isu yang diangkat karena dipersepsikan penting di mata publik.

Dalam segi framing, media masa mekonstruksikan realitas melalui pendekatan interpretative. Media massa mengalihkan peristiwa dalam berbagai format yang berisi nilai-nilai berbasiskan perspektif media melalui naskah dan simbol-simbol. Melalui proses framing inilah media menciptakan imaji yang mencerminkan dan memfilter realitas dalam proses pengambilan kebijakan luar negeri.

Selanjutkan organisasi dalam civil society di Indonesia adalah ormas keagamaan. Partisipasi Ormas Islam juga seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama menunjukkan semakin tinggi ketika Orde Reformasi dimulai 1998. Dengan kata lain kalangan ormas ini juga memiliki dampak terhadap politik luar negeri Indonesia apakah dalam proses formulasi maupun implentasi. Kelompok ormas itu juga dapat konteks civil society sebagai kelompok kepentingan. Dalam beberapa kebijakan luar negeri yang menguntungkan umat Islam, misalnya mengenai kuota haji, kedua ormas mendesak agar pembatasan haji dilonggarkan. Kemudian diplomasi Indonesia kepada Arab Saudi agar kuota komunikasi politik juga sebagai alat mengkomunikasikan kebijakan. Secara spesifik media dalam konteks sebagai lingkungan pembentuk kebijakan luar negeri. Adanya efek dari media massa ini menyangkut fungsi agenda setting dan framing dari media terhadap kebijakan luar negeri. Dalam kerangka agenda setting misalnya media menjadi saluran perdebatan publik, publik opini, prioritas isu dan juga menyangkut isu-isu yang diangkat karena dipersepsikan penting di mata publik.

Dalam segi framing, media masa mekonstruksikan realitas melalui pendekatan interpretative. Media massa mengalihkan peristiwa dalam berbagai format yang berisi nilai-nilai berbasiskan perspektif media melalui naskah dan simbol-simbol. Melalui proses framing inilah media menciptakan imaji yang mencerminkan dan memfilter realitas dalam proses pengambilan kebijakan luar negeri.

Selanjutkan organisasi dalam civil society di Indonesia adalah ormas keagamaan. Partisipasi Ormas Islam juga seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama menunjukkan semakin tinggi ketika Orde Reformasi dimulai 1998. Dengan kata lain kalangan ormas ini juga memiliki dampak terhadap politik luar negeri Indonesia apakah dalam proses formulasi maupun implentasi. Kelompok ormas itu juga dapat konteks civil society sebagai kelompok kepentingan. Dalam beberapa kebijakan luar negeri yang menguntungkan umat Islam, misalnya mengenai kuota haji, kedua ormas mendesak agar pembatasan haji dilonggarkan. Kemudian diplomasi Indonesia kepada Arab Saudi agar kuota dinaikkan sehingga dapat memberikan layanan kepada para jemaah haji yang kisarannya 200.000 orang.

Dalam kelompok civil society Indonesia yang juga ikut mempengaruhi kebijakan luar negeri adalah think thank sepert CSIS, LIPI dan berbagai forum diskusi dan kajian yang memiliki akses kepada media massa dan pembuat kebijakan. Kelompok intelektual berbasiskan kampus termasuk kampus-kampus besar juga ikut memberikan masukan kedalam formulasi kebijakan luar negeri Indonesia. Kalangan kampus melakukan penelitian dan kajian sehingga hasil dar risetnya dapat memberikan pengayaan dan bahkan penguatan implementasi politik luar negeri.

Kelompon-kelompok aktivis lingkungan, hak asasi manusia dan buruh juga memiliki peran baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap hubungan luar negeri. Aktivis lingkungan memberikan dorongan agar Indonesia membuka pintu bagi organisasi pencinta lingkungan dunia agar ikut menjaga lingkungan Indonesia. Dengan adanya tekanan dari aktivis lingkungan maka kebijakan luar negeri terhadap lembaga lingkungan asing menjadi terbuka terhadap perbaikan lingkungan.