Bagaimana penulisan sebuah artikel ilmiah yang baik agar dapat diterima di jurnal bereputasi?

Artikel Ilmiah - Jurnal

Kegiatan akhir dari sebuah penelitian ilmiah adalah membuat laporan, dimana tulisan laporan mempunyai pengaruh yang besar terkait dengan diterima atau tidaknya laporan penelitian tersebut di Jurnal yang bereputasi.

Bagaimana penulisan sebuah jurnal yang baik ? Apa saja yang harus diperhatikan untuk dapat digunakan sebagai panduan dalam menulis jurnal yang baik ?

Sebagai akademisi sekaligus peneliti, kita mempunyai 2 tugas utama, yaitu menjawab research question (pertanyaan penelitian) yang menarik dan kemudian menceritakan story (kisah) dibalik hasil penelitian yang kita gagas tersebut. Tulisan merupakan media utama yang digunakan untuk mentransfer ide-ide dan knowledge yang kita miliki ke dunia. Jika kita ingin knowledge tersebut dapat berguna bagi dunia akademis, praktisi dan masyarakat luas, kita perlu memperhatikan the craft of writing, story telling, dan clear writing. Poin penting ini berlaku baik untuk penelitian kualitatif maupun kuantitatif.

Menurut Pollock dan Bono (2013), terdapat 3 elemen utama untuk menciptakan storytelling yang baik, yaitu the human face, motion and pacing, dan titles. The human face yaitu bagaimana menggambarkan mengenai konstruk dan konteks penelitian dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca, termasuk pembaca yang awam dengan topik sekalipun. Namun hal ini tidak berarti bahwa artikel akademis harus didominasi oleh konteks penelitian atau menggunakan bahasa yang berbunga-bunga (flowery language). Tetapi, sebagai akademisi yang meneliti perilaku dan tindakan manusia (human behavior), kita harus dapat menggambarkan elemen the human face dalam berteori dan ber-storytelling tanpa mengorbankan fokus teoretis dari artikel yang sedang kita tulis.

Elemen yang kedua yaitu motion and pacing atau gerakan dan tempo. Motion merupakan alur yang mendorong cerita ke depan. Sedangkan pacing, merupakan pengungkapan fakta yang tidak tergesa-gesa sehingga pembaca memiliki cukup waktu untuk memahami dan menyerap ide utama dari artikel. Terdapat beberapa teknik untuk mengatur gerakan dan tempo dari artikel menurut beberapa ahli. Zinsser (2006) menyarankan untuk meminimalisir cluttered language dalam artikel, yaitu setiap kata yang tidak berfungsi, setiap kata panjang yang bisa menjadi kata pendek, setiap kata keterangan yang memiliki arti yang sama dengan kata kerja, dan setiap kalimat pasif yang membuat pembaca tidak yakin siapa yang melakukan apa. Sedangkan cara lain yang dapat dilakukan untuk menciptakan motion adalah dengan memvariasikan panjang kalimat dan paragraf (Flaherty, 2009; King, 1999; Sword, 2012).

Kemudian elemen yang ketiga adalah titles atau judul. Judul artikel memainkan peran penting dalam storytelling, karena judul merupakan kesempatan pertama penulis untuk menarik perhatian pembaca dan menyampaikan esensi dari artikel. Judul yang efektif membangkitkan rasa ingin tahu, menarik perhatian pembaca, dan menyampaikan informasi penting dengan kata-kata yang ekonomis. Judul yang efektif juga sering kali melekat dalam ingatan pembaca, sehingga merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan kemungkinan artikel untuk disitasi oleh peneliti-peneliti selanjutnya.

Kemudian selanjutnya bagaimana proses yang harus dilalui untuk menghasilkan artikel dengan storytelling yang baik dan menarik? Pollock dan Bono (2013) editor dari Academy of Management Journal (Jurnal Internasional Bereputasi Terindeks Scopus Quartil Q1 Top Tier) merumuskan 2 langkah sederhana yang harus dilakukan oleh peneliti, yaitu writing a first draft dan getting feedback. Langkah pertama adalah menulis draf artikel pertama kita. Bagaimanakah draf pertama yang dapat dikatakan bagus? Jawabannya adalah draf artikel yang lengkap, perlu digaris bawahi bahwa tidak mungkin langsung sempurna pada draf artikel pertama kita.

Lalu bagaimana agar draf pertama kita dapat selesai lengkap dengan “tepat waktu”? Terdapat 3 poin utama yang harus dipenuhi selama menulis draf pertama, yaitu consistency, small assignments dan no critics. Poin terpenting adalah consistency. Menulislah selama satu sampai empat jam setiap hari, di tempat yang sama, pada waktu yang sama. Sediakan waktu khusus setiap hari untuk menulis, satu atau empat jam sesuai dengan kesibukan masing-masing. Gunakan headphone untuk peredam noise. Matikan handphone dan wi-fi supaya lebih fokus.

Poin yang kedua, small assignments. Berkomitmen untuk membuat progress setiap harinya pada tulisan kita meskipun sangat sedikit karena pada hari itu misalnya hanya punya waktu 30 menit. Yang penting tetap harus ada poin yang diselesaikan setiap harinya. Misalnya merevisi poin-poin minor revision dari promotor atau peer reviewer atau bahkan hanya melengkapi referensi sesuai dengan style jurnal tujuan. Poinnya adalah selalu berprogresslah setiap harinya, walaupun hanya sedikit progress.

Kemudian aturan ketiga untuk draf pertama adalah no critics, jangan terlalu banyak mengkritisi tulisan sendiri di awal, sehingga akhirnya draf artikel justru tidak kunjung selesai, karena stuck pada satu bagian saja. Sehingga yang terpenting pada draf pertama adalah menulis, menulis dan menulis sampai draf lengkap dan selesai.

Setelah draf pertama selesai, selanjutnya adalah getting feedback untuk tulisan kita. Clark (2006) menganjurkan pengembangan kelompok yang membantu memberikan feedback. Jadi terdapat 3 macam feedback yang kita butuhkan, yaitu supportive friend yang membuat kita terus maju, dengan mengatakan :

“Keep going. Keep writing.”

Experts on your topic and on publishing yang memberikan komentar terkait konten artikel dan cenderung harsh seperti :

“If you submit junk like this, you’ll never publish in reputable journal.”

dan yang ketiga adalah the one with little expertise in your area, yaitu mereka yang memiliki sedikit keahlian di bidang yang sedang kita teliti, mungkin keluarga, pasangan, atau mahasiswa tahun pertama. Pertanyaan dan reaksi mereka akan mencerminkan apakah narasi yang kita bangun menarik dan jelas, bagi mereka yang mungkin awam dengan topik yang kita tulis.

Tips menarik lainnya adalah invest in your writing. Skill menulis kita akan menjadi lebih baik dengan membaca bacaan tentang “menulis”. Tulisan yang buruk jarang menjadi alasan eksplisit penolakan pada jurnal internasional bereputasi, tetapi tulisan yang padat dan kompleks sering kali menjadi alasan reviewer tidak melihat kontribusi dari artikel yang ditulis.

Selain storytelling, salah satu teknik menulis artikel akademis yang perlu dipahami oleh para peneliti untuk dapat menembus jurnal internasional bereputasi adalah “clear writing”. Clear writing? Mungkin terdengar abstrak, namun clear writing merupakan salah satu aspek penting yang dipertimbangkan oleh para editor dan reviewer jurnal-jurnal internasional bereputasi. Tidak ada formula atau template untuk clear writing. Secara sederhana, clear writing didefinisikan sebagai kemampuan penulis untuk mentransfer dengan jelas esensi dari artikel yang ingin disampaikan kepada pembaca. Jadi fokus dari clear writing, bukanlah pada penulis namun pada “pembaca”. Saat menggunakan pendekatan clear writing, penulis meneliti setiap kata dan kalimat yang sesuai untuk makna dan tujuan yang akan disampaikan kepada pembaca. Perlu dipahami bahwa dalam menulis clear writing, tujuan dari menulis artikel bukanlah untuk menunjukkan kepada pembaca seberapa pintar kita sebagai penulis, tetapi untuk membawa pembaca bersama dalam alur cerita yang jelas dan logis.

Ragins (2012) mengelompokkan 3 jenis kesalahan yang seringkali dilakukan oleh para penulis dalam menulis “clear writing”, yaitu Pet Peeve 1: Foggy Writing, Pet Peeve 2: Read My Mind, dan Pet Peeve 3: Story, Story, What’s the Story?. Kesalahan pertama yang sering dilakukan oleh penulis yaitu Foggy Writing. Foggy Writing yaitu penggunaan bahasa kompleks yang tidak perlu yang mengaburkan makna dan membuat pembaca berada dalam kabut (istilah pada artikel ini yang merepresentasikan bahwa makna tidak tersampaikan karena tertutup kabut atau bahasa yang kompleks dari artikel).

Foggy Writing terjadi karena penulis menulis dengan tujuan untuk “mengesankan” daripada mengungkapkan hasil dari penelitian. Selain itu, insecurity penulis untuk mencoba terlihat “ilmiah”, sehingga menggunakan bahasa yang kompleks yang bahkan peneliti sendiri tidak paham. Penulis juga seringkali menganggap konten adalah yang terpenting dalam menulis dan lupa bahwa jika artikel tidak jelas dan ringkas, konten justru tidak akan tersampaikan. Selain itu, foggy writing juga disebabkan oleh kurangnya kejelasan tentang apa yang ingin disampaikan, mengapa mereka ingin menyampaikannya, dan siapa pembacanya.

Cara utama untuk mengatasi foggy writing adalah meluangkan waktu untuk benar-benar memikirkan ide-ide yang ingin disampaikan sebelum mulai menulis. Pastikan bahwa artikel kita telah direview oleh peer sebelum submit ke jurnal tujuan.

“Jangan pernah submit artikel yang belum direview oleh peer yang memberikan umpan balik yang jujur dan terang-terangan, tidak hanya tentang kontribusi teoretis tetapi juga kejelasan tulisan.” (Ragins, 2012)

. Langkah penting selanjutnya adalah mempertimbangkan masukan dan saran dari peer review. Mengabaikan komentar peer justru tidak akan meningkatkan kualitas dari artikel.

“Read My Mind” merupakan kesalahan kedua yang seringkali dilakukan oleh para penulis artikel akademis. Read My Mind merupakan kesalahan ketika pembaca disajikan dengan konsep, jargon, dan akronim yang tidak didefinisikan atau digunakan secara tidak konsisten dalam artikel. Read My Mind terjadi karena penulis memahami topik penelitiannya dengan sangat baik sehingga menganggap orang lain juga sudah mengetahui apa yang dimaksud dalam artikel.

Tips yang dapat dilakukan untuk menghindari read my mind antara lain, penggunaan jargon lebih baik hanya digunakan untuk 2-5 variabel dan sisanya menggunakan kata-kata sehari-hari dan baca kembali artikel bersama dengan co-author untuk menyamakan persepsi dan menemukan kesalahan yang perlu direvisi. Pada clear writing, kalimat dan paragraf mengalir secara alami dari satu ke yang berikutnya tanpa pembaca harus berhenti sejenak untuk memahami bagaimana hubungan antar kalimat dan paragraf tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan peer review seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Permasalahan ketiga terkait dengan alur cerita. Story, Story, What’s the Story?. Cerita yang bagus dimulai dengan introduction yang bagus. Menulis introduction yang kuat memang merupakan tantangan dalam menulis artikel yang efektif. Introduction yang baik menceritakan secara singkat, membawa konteks penelitiannya, menjelaskan kontribusinya (jawaban untuk ‘pertanyaan so what’) dan menarik pembaca ke dalam cerita. Introduction merupakan halaman pertama tempat penulis "grab the reader attention or kill them off”. Buatlah pembaca ingin membaca artikel yang kita tulis.

Story, Story, What’s the Story?, dapat diatasi dengan penulis harus menarik pembaca ke dalam cerita dengan introduction yang kuat, hooks atau kaitan yang menarik, dan alasan yang jelas. Berikan roadmap yang jelas untuk menunjukkan kepada pembaca langkah demi langkah bagaimana proses sampai pada temuan yang dihasilkan. Cerita yang jelas membutuhkan struktur yang jelas.

Menulis adalah sebuah craft (kerajinan), tetapi jika dikerjakan dengan baik, akan menjadi sebuah art (seni). Dapat disimpulkan beberapa poin dari clear writing, yaitu bahwa clear writing membutuhkan banyak waktu dan tenaga, clear writing akan menyederhanakan pikiran kita yang kompleks, clear writing adalah tentang menulis ulang (rewriting), have fun atau bersenang-senanglah dengan menulis artikel. Jadilah sekreatif mungkin dengan tulisan kita, tetapi selalu tempatkan diri sebagai reader. Jadilah diri sendiri saat menulis. Jangan mengatakan apa pun secara tertulis yang tidak nyaman bagi diri kita sendiri.

Kesimpulannya, tujuan akhirnya bukan hanya untuk menerbitkan artikel di jurnal internasional bereputasi tetapi juga untuk menulis artikel yang akan dibaca, digunakan, dan dikutip oleh banyak pembaca. Untuk melakukan ini, kita perlu melihat diri kita tidak hanya sebagai akademisi tetapi juga sebagai penulis. Penulis yang sukses adalah yang memiliki suatu ide yang kompleks untuk disampaikan, namun mampu menyampaikannya dengan sederhana. Tidak ada penulis yang memiliki banyak pembaca dengan membuat gayanya lebih rumit daripada pemikirannya.

Sumber :
Pollock and Bono, (2013). Being Scheherazade: The Importance of Storytelling in Academic Writing, Academy of Management Journal, Vol 56 No 3, 629-634.
Ragins, Belle. (2012). Reflections on The Craft of Clear Writing, Academy of Management Review, Vol. 37 No. 4, 493-501.

2 Likes

Untuk menulis artikel ilmiah, kita dapat menggunakan pendekatan 5 C, yaitu Common ground, Complication, Concern, Course of action dan Contribution. Kelima elemen tersebut saling terkait dan melengkapi, sehingga artikel ilmiah yang baik harus mempunyai seluruh elemen tersebut.

Berikut adalah penjelasan tiap-tiap elemen didalam pendekatan 5 C.

Common Ground - Kesamaan


All social theories which are found interesting involve a certain movement of the mind of the audience who finds them so” (Davis, 1971: 342).

Agar dapat menarik perhatian pembaca dan menggerakkan pikirannya, kita harus dapat menarik minat mereka dan membuat mereka setuju dengan apa yang akan kita sampaikan. Sebelum kita memindahkan “pemikiran” kita ke pembaca, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

  • Pertama, kita harus memberitahukan posisi dimana teori dan fenomena tersebut saat ini berada. Artinya, kita harus menyampaikan perkembangan terakhir terkait bidang atau area yang kita teliti.

  • Kedua, kita juga harus menyampaikan kemana arah pemikiran kita, dalam hal ini kita bisa memberikan guideline kepada pembaca terkait “kontribusi” kita dalam bidang atau area tersebut.

Pemikiran disini mempunyai arti pendapat (hasil penelitian) kita terkait dengan teori, fakta maupun fenomena yang kita teliti.

Analoginya adalah ketika kita ingin memindahkan sesuatu, kita harus tahu tidak hanya ke mana sesuatu itu dipindahkan tetapi juga di mana lokasinya saat ini.

Oleh karena itu, tugas utama yang kita lakukan adalah “membuat” kesamaan pemikiran antara kita dengan pembaca terkait dengan kondisi terakhir bidang atau area yang kita teliti dan juga arah perkembangannya. Jika kita sudah dapat membangun kesamaan dengan pembaca, maka pembaca akan menganggap tulisan kita sesuai dengan kenyataan yang ada dan relevan dengan apa yang mereka pikirkan, sehingga mereka akan mencari tahu lebih dalam tentang tulisan kita (Davis, 1971; Minto, 2002).

Berikut adalah sebuah metafora yang sangat bagus, yang disampaikan oleh Huff (1999) untuk menjelaskan terkait dengan bagaimana membangun “common ground”. Bayangkan sebuah ruang konferensi yang didalamnya terdapat diskusi ilmiah oleh para akademisi. Diskusi di dalam ruangan tersebut bisa jadi memanas dan kontroversial, atau sebaliknya, diskusi menjadi ringan karena adanya tingkat kesepakatan yang tinggi diantara peserta diskusi. Di sisi lain, bisa saja peserta diskusi terbagi menjadi beberapa sub kelompok, dan mendiskusikan topik yang sama, tetapi antar sub kelompok tersebut tidak saling berinteraksi satu dengan lainnya. Kemudian kita memasuki ruangan tersebut. Tugas awal kita adalah mengarahkan mereka pada diskusi dengan cara yang dapat mereka akses dan relevan dengan minat mereka.

Dalam proses membangun kesamaan (common ground) dengan mereka, kita harus melakukan identifikasi terkait dengan literatur utama mana yang kita gunakan, kemudian mengkomunikasikan pengetahuan kita terkait literatur tersebut dan menyampaikan kepada mereka kontribusi apa yang kita berikan terkait dengan literatur tersebut. Common ground mempunyai arti bahwa kita telah menyusun asumsi dasar, batasan-batasan yang ada, dan daftar literatur-literatur yang digunakan. Hal ini berguna untuk membentuk titik awal yang dapat disepakati dengan pembaca, sehingga mereka mempunyai keyakinan bahwa kita adalah pemandu yang andal. Common ground tidak hanya berarti kita telah meyakinkan pembaca bahwa kita telah menggunakan kutipan dan literatur yang relevan, tetapi mempunyai arti kita telah mensintesis dan menyajikan literatur-literatur tersebut dengan akurat dan efisien.

Setelah Anda membangun common ground dengan pembaca, Anda kemudian dapat menjelaskan batasan-batasan yang ada — atau bahkan complications — terkait permasalahan yang sedang kita teliti.

Complication - Komplikasi


Ketika kita sudah memasuki ruang konferensi, seperti metafora di atas, dan kita telah mengarahkan pembaca terkait diskusi yang ingin kita ikuti, pertanyaan berikutnya adalah Bagaimana Anda bergabung dalam diskusi tersebut ? Bagaimana kita dapat menarik minat mereka agar terlibat dalam diskusi ? Bagaimana kita membuat mereka berpaling kepada kita dan mendengarkan apa yang kita sampaikan ?

Semua pertanyaan di atas dapat kita jawab dengan cara menunjukkan kepada mereka terkait dengan beberapa complication yang ada pada common ground yang telah kita sampaikan sebelumnya (Minto, 2002). Complication tersebut akan berperan sebagai masalah, teka-teki, atau twist dalam diskusi akademis yang sedang berlangsung. Locke dan Golden-Biddle (1997: 1040) menyebut tugas ini sebagai “problematisasi situasi (problematizing the situation)”, dimana tugas kita adalah memberikan gambaran kepada pembaca bahwa diskusi akademis yang ada saat ini, terkait bidang yang kita teliti masihlah belum memadai dan lengkap. Davis (1971) menggambarkan tugas ini sebagai “hal yang menantang asumsi pembaca kita dan mempresentasikan “Indeks Menarik (Index of the Interesting)” (1971: 313).

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memberikan contoh praktis dari area penelitian kita, dimana hal tersebut dapat membantu menyampaikan maksud kita. Apa pun pendekatan yang kita gunakan, jika kita dapat memperkenalkan complication yang menarik, maka kita akan menginspirasi pembaca kita untuk terus mengikuti cerita yang kita susun. Seperti yang ditunjukkan Grant dan Pollock (2011), pembaca kita tidak akan terinspirasi jika kita terlalu tentatif dalam menantang asumsi mereka.

Dalam proses mengidentifikasi complication pada diskusi akademis saat ini, kita harus dapat mengungkap keterbatasannya. Kita menarik perhatian pembaca dan mengarahkan minat mereka ke beberapa elemen yang hilang atau kegagalan-kegagalan yang ada dalam literatur-literatur saat ini. Agar berhasil melakukannya, kita harus dapat menegosiasikan trade-off antara hal baru dan inkrementalisme-nya. Semakin besar kebaruan complication yang kita sampaikan, penelitian kita semakin tidak tertambat pada literatur-literatur yang ada saat ini dan semakin menantang pembaca kita untuk memahami dan menerimanya. Sebaliknya, complication yang kebaruannya kurang mungkin akan dianggap basi dan biasa saja bagi pembaca kita. Oleh karena itu, setelah memperkenalkan sebuah complication, kita harus membuat kasus yang meyakinkan kepada pembaca kita bahwa complication yang kita sampaikan adalah hal yang sangat penting.

Concern - Perhatian


Menunjukkan gap dalam literatur (bahwa ada sesuatu yang belum dipelajari atau diteliti), tidaklah cukup untuk memotivasi kita dalam melakukan suatu penelitian. Yang terpenting adalah kita dapat meyakinkan kepada pembaca mengapa gap tersebut penting untuk diteliti (Alvesson & Sandberg, 2011; Grant & Pollock, 2011). Dengan kata lain, kita harus dapat mendapatkan perhatian (concern) dari pembaca bahwa complication yang kita sampaikan itu merupakan hal yang berharga untuk didiskusikan.

Permasalahannya, memberikan penjelasan yang meyakinkan tentang pentingnya complication tersebut merupakan hal yang sulit dilakukan. Banyak rintangan yang akan dihadapi, dimana rintangan-rintangan tersebut diakibatkan karena adanya sering kali kali peneliti mudah melakukan identifikasi terkait dengan inkonsistensi, kontradiksi, dan bagian yang hilang dalam literatur akademis, tetapi pembaca menilai hal-hal tersebut sebagai hal yang sepele, bertele-tele, atau tidak perlu. .

Bayangkan Anda berdiri di ruang konferensi, seperti metafora di atas, meminta kepada para akademisi yang ada dan berusaha meyakinkan mereka bahwa kita memiliki poin-poin penting untuk didiskusikan. Pembaca kita harus benar-benar percaya pada relevansi complication yang Anda angkat dengan masalah-masalah mereka. Jika kita mendeskripsikan kekurangan dalam literatur-literatur yang ada, seperti bagaimana literatur tersebut tidak koheren, menyesatkan, kontradiktif, atau tidak lengkap, kita harus dapat menjelaskan lebih lanjut bagaimana dan mengapa kekurangan tersebut penting untuk diteliti. Dengan cara itu, maka kita akan mendapatkan perhatian (concern) dari akademisi yang ada di dalam ruang konferensi tersebut.

Ketika pembaca kita benar-benar yakin bahwa complication yang kita sampaikan adalah hal yang penting (minimal bagi mereka), maka mereka akan bersemangat untuk mempelajari apa yang kita lakukan. Jadi, setelah membangun kesamaan (common ground) dengan pembaca, kita menunjukkan kepada mereka complication yang ada pada common ground tersebut, dan meyakinkan mereka mengapa complication tersebut layak mendapatkan perhatian (concern), maka kita telah menyiapkan panggung untuk memperkenalkan kontribusi unik kita pada literatur yang ada.

Course of Action - Rangkaian Tindakan


Setelah ketiga elemen diatas telah dianalisis (atau dituliskan), maka tugas kita selanjutnya adalah memikirkan tindakan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan yang mendasari penelitian kita. Tugas kita adalah menjelaskan kepada pembaca bagaimana kita akan menangani dan menyelesaikan complication utama makalah kita. Sebagai contoh, dalam bidang manajemen strategis, pertanyaan-pertanyaan berikut dapat menjadi dasar kita dalam melakukan course of action; , bagaimana kita akan mengembangkan atau menyempurnakan teori? Apakah tindakan tersebut akan melibatkan konstruksi baru, memodelkan hubungan antar konstruksi, mengeksplorasi proses teoritis, atau mengembangkan tipologi? Apakah kita akan meletakkan argumentasi yang men-challenge teori yang dominan? Apakah kita akan melakukan sintesis perspektif terhadap teoretis yang ada untuk memberi “cara pandang” baru pada suatu masalah? Apakah kita akan melakukan identifikasi pendekatan baru terkait topik teoretis yang ada saat ini ?

Terdapat beberapa jalan yang berbeda menuju pengembangan dan penyempurnaan sebuah teori. Yang perlu kita perhatikan adalah, dalam proses menyusun tindakan kita, kita harus dapat meyakinkan pembaca bahwa tindakan tersebut relevan dan efektif. Oleh karenanya, tindakan yang dilakukan harus logis, dapat dijelaskan dengan baik, dan diarahkan dengan jelas pada compilation utama yang ada. Course of action adalah inti dari tulisan kita, tetapi sekali lagi, course of action tidak akan efektif apabila tanpa ketiga elemen sebelumnya (common ground, complication dan concern). Keempat elemen tersebut saling bergantung satu dengan lainnya.

Setelah kita dapat mendeskripsikan solusi yang meyakinkan terkait complication yang menarik, kita sekarang berada dalam posisi untuk menyoroti bagaimana tulisan kita memengaruhi “diskusi” di ruang akademis, atau dengan kata lain, bagaimana makalah tersebut memberikan kontribusi yang berharga bagi literatur yang ada.

Contribution - Kontribusi


Ketika kita berada di ruang konferensi, seperti metafora di atas, saat ini kita sudah berada di meja, dimana ide kita telah menjadi bagian dari diskusi yang sedang berlangsung. Tugas kita adalah menjelaskan kepada pembaca terkait dengan bagaimana dan mengapa tulisan kita memberikan kontribusi yang berbeda. Bukan berarti bahwa kita harus membesar-besarkan kontribusi kita pada literatur, dimana hal itu malah akan merusak kredibilitas kita. Sebaliknya, tugas kita sekarang adalah menciptakan “gerakan tertentu dari pikiran pembaca (audiens a certain movement of the mind of the audience)” (Davis, 1971: 342).

Dalam proses mendeskripsikan kontribusi tulisan kita, kita dapat menjelaskannya kepada pembaca bahwa ide-ide yang ada dalam tulisan kita adalah hal baru dan bermakna, dimana tulisan kita akan membawa pembaca melampaui apa yang mereka pikir mereka ketahui. Idealnya, kita akan menjelaskannya dengan cara yang meyakinkan, sehingga tulisan kita dapat mengarah pada eksplorasi teoritis dan penyelidikan empiris lebih lanjut , serta memberikan wawasan yang akan mempengaruhi dunia praktisi.

Hanya dengan cara melakukan analisis terhadap keempat elemen diatas secara efektif — common ground, complication, concern dan course of action — kita akan mampu membuat argumen puncak yang meyakinkan tentang kontribusi yang kita berikan pada dunia akademik.

Menulis Artikel Ilmiah dengan Pendekatan 5C


Kelima elemen diatas, common ground, complication, concern, course of action dan contribution akan mewakili konten tulisan kita, dan biasanya mengikuti urutan logis yang tercermin dalam struktur tulisan kita. Saat kita mendesain tulisan kita, kita harus mempertimbangkan bagaimana menggabungkan elemen-elemen diatas dan memfasilitasi komunikasi mereka kepada pembaca. Dua elemen struktural tulisan kita, abstrak dan introduction, harus berisi kelima elemen tersebut. Berikut adalah struktur tulisan kita, dilihat dengan menggunakan pendekatan 5C.

Judul

Kita dapat memikirkan elemen-elemen yang ada pada 5C untuk menghasilkan judul yang menarik pada tulisan kita. Judul menarik biasanya menyoroti lebih dari satu elemen dari 5C, dimana hal tersebut akan membantu kita dalam menyampaikan sifat tulisan kita kepada pembaca.

Abstrak

Tulisan yang ada pada abstrak harus menyampaikan keadaan literatur (apa yang kita ketahui), batasan literatur (teka-teki apa yang ada), pentingnya batasan tersebut, solusi yang kita hasilkan, dan nilai-nilai yang kita tambahkan ke literatur melalui solusi kita. Permasalahannya adalah, tulisan abstrak adalah terbatas (sekitar 200 kata), jadi kita harus menyampaikan elemen penyusun dengan cara yang ringkas.

Pendahuluan

Isi pendahuluan juga harus menjelaskan kelima elemen dari 5C tersebut. Tetapi pendahuluan mempunyai ruang yang lebih luas dibandingkan dengan abstrak, kira-kira tiga sampai empat halaman, sehingga kita dapat menuliskannya secara lebih terelaborasi.

Body

Dalam tubuh tulisan (bagian kedua dalam tulisan kita), yang biasanya terdiri dari lima hingga tujuh halaman, kita dapat menguraikan common ground, complication dan concern yang telah kita sebutkan di bagian pendahuluan. Dalam bagian ini biasanya kita menguraikan tinjauan literatur yang relevan, deskripsi konteks penelitian kita, dan penjelasan tentang batas atau asumsi apa pun yang melatarbelakangi argumen kita. Yang menjadi catatan penting adalah, dalam melakukan tinjauan literatur yang relevan, kita harus melakukan sintesis teori dari literatur tertentu, bukan hanya sekedar ulasan deskriptif dasar dari literatur-literatur yang ada. Dengan kata lain, tinjauan pustaka yang kita lakukan harus berperan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah, literatur yang dipilih adalah literatur yang secara langsung berkontribusi pada pertanyaan penelitian kita, mengingat tidak mungkin kita memasukkan semua literatur yang berhubungan dengan penelitian kedalam tulisan kita.

Gunakan tinjauan pustaka untuk menunjukkan bagaimana kontribusi teoretis kita dimulai pada titik di mana literatur yang ada gagal menjawab pertanyaan penelitian kita.

Setelah kita membahas common ground, kita dapat mengakhiri bagian kedua tulisan kita (tubuh tulisan) dengan menyoroti elemen complication dan concern, yaitu dengan menjelaskan batasan literatur yang ada saat ini dan kepentingannya. Apabila kita memiliki road map penelitian yang ada terkait bidang atau area penelitian kita, kita dapat menyampaikannya di bagian akhir tubuh tulisan.

Anda kemudian dapat memberi bayangan pada sisa makalah, yang akan memerlukan tindakan dan kontribusi Anda. Punya sosok yang merupakan peta jalan? Akhir bagian dua bisa menjadi tempat yang baik untuk memasukkannya.

Di bagian tubuh tulisan kita selanjutnya, yang biasanya terdiri dari sekitar sepuluh hingga lima belas halaman, kita dapat menguraikan course of action dan contribution yang unik dan berharga bagi literatur.

Akhir Tulisan

Bagian akhir tulisan, biasanya adalah diskusi, yang biasanya terdiri dari sekitar tiga hingga lima halaman, dapat dikhususkan untuk menguraikan kontribusi kita pada society. Caranya adalah dengan menuliskan ringkasan pembukaan yang mencerminkan kontribusi utama yang kita berikan dalam pendahuluan. Kita kemudian dapat menguraikan masing-masing kontribusi ini dalam subbagian terpisah, diikuti oleh bagian tentang implikasi praktis dari teori kita, serta segala batasan dan arah penelitian di masa mendatang.

Contoh Artikel dengan Pendekatan 5C


Contoh artikel yang diambil adalah artikel dari bidang manajemen dengan judul “The Paradox of Stretch Goals: Organizations in Pursuit of the Seemingly Impossible” (Sitkin, See, Miller, Lawless, & Carton, 2011). Untuk bidang-bidang lainnya, bisa menyesuaikan.

Common Ground - Kesamaan.

Sitkin dkk. mengawali artikelnya dengan menyegarkan pembaca tentang ketegangan antara keutamaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di dalam organisasi.

“Sebuah organisasi dapat memastikan kelangsungan hidup yang berkelanjutan hanya dengan berkinerja baik dalam waktu dekat sambil memposisikan dirinya untuk kinerja yang kuat di masa depan yang tidak pasti” (2011: 544).

Pembaca dapat dengan mudah setuju dengan penulis ketika mereka menunjukkan bahwa eksplorasi sangat penting untuk “kesehatan” dan kelangsungan hidup organisasi, tetapi karena sejumlah alasan, eksplorasi sering kali dikalahkan oleh tekanan untuk melakukan eksploitasi. Sitkin dkk. melanjutkan dengan menjelaskan beberapa pendekatan yang telah diusulkan oleh para ahli teori organisasi untuk mempromosikan eksplorasi organisasi dan kemudian fokus pada bagaimana organisasi yang mengejar “tujuan yang diperluas (strecth goals)” —tujuan yang tampaknya tidak mungkin — dapat merangsang pembelajaran eksplorasi di dalam organisasi.

Complication - Komplikasi.

Setelah menggunakan sebagian besar porsi tulisan untuk menjelaskan common ground di atas, Sitkin dkk. kemudian lanjutkan dengan memperkenalkan complication secara efisien dalam beberapa pertanyaan provokatif tentang strecth goals. Complication yang disampaikannya adalah bahwa hingga saat ini belum jelas apa dan mengapa strecth goals dapat “meningkatkan pembelajaran atau kinerja dalam beberapa kondisi tertentu tetapi menurunkannya dalam kondisi lain” (2011: 546), dan tidak jelas apakah organisasi yang cenderung mengejar “strecth goals” akan menjadi organisasi yang paling mungkin mendapat manfaat darinya.

Concern - Perhatian.

Sitkin et al. dapat menjelaskan keterkaitan antara common ground dan concern dengan cara yang menarik. Pembaca terasa memasuki “percakapan” yang ada dalam artikel sehingga dapat memahami bahwa tidak hanya eksplorasi dan eksploitasi berada dalam ketegangan, dan “stretch goals” dapat membantu menyelesaikan ketegangan itu, tetapi juga bahwa upaya eksplorasi (dan, dengan demikian, “stretch goals” ) sangat penting untuk keberhasilan dan kelangsungan hidup organisasi.

Course of Action - Tindakan.

Sitkin dkk. menutup bagian pendahuluan dengan menjelaskan tindakan mereka secara singkat dan efisien. Tindakan itu termasuk menentukan “stretch goals”, memeriksa “mekanisme kognitif, afektif, dan perilaku yang mendasarinya, “stretch goals” seperti apa yang mungkin secara positif atau negatif mempengaruhi pembelajaran dan hasil kinerja organisasi,” yang kemudian disusul dengan formulasi “proposisi seputar kinerja dan sumber daya sebagai faktor kontingensi utama dalam menentukan kapan “stretch goals” akan memfasilitasi atau mengganggu pembelajaran dan kinerja,” yang kemudian diakhiri dengan tawaran “proposisi mengenai bagaimana faktor kontingensi yang sama juga menentukan kemungkinan bahwa organisasi akan tertarik untuk menggunakan “stretch goals””(2011: 546).

Kontribusi.

Sitkin et al. dapat menjelaskan bahwa studi mereka memberikan sejumlah kontribusi pada literatur yang ada, termasuk memberikan wawasan baru tentang hubungan antara “strecth goals”, proses serta hasil organisasi, seperti melakukan eksplorasi, pengambilan risiko, pembelajaran dalam kondisi umpan balik yang ambigu, dan mengembangkan kapabilitas dinamis. Sitkin et al. juga membuat daftar kontribusi penelitian, dimana mereka menyoroti implikasi utama dari studi mereka:

“Kami menyarankan bahwa ketika tujuan menjadi ekstrim, ada efek organisasi yang kompleks namun dapat diprediksi yang cenderung negatif kecuali dalam keadaan tertentu yang dapat ditentukan” (2011: 546).

Sumber :

Donald Lange and Michael D. Pfarrer, Editor’s comments : Sense and Structure - The Core Building Blocks of AMR Article, Academy of Management Review 2017, Vol. 42, No. 3, 407–416. https://doi.org/10.5465/amr.2016.0225

Referensi :

  • Davis, M. S. 1971. That’s interesting! Philosophy of the Social Sciences, 1: 309–344.
  • Minto, B. 2002. The pyramid principle (3rd ed.). London: Financial Times Prentice Hall.
  • Huff, A. S. 1999. Writing for scholarly publication. Thousand Oaks, CA: Sage.
  • Locke, K., & Golden-Biddle, K. 1997. Constructing opportunities for contribution: Structuring intertextual coherence and “problematizing” in organization studies. Academy of Management Journal, 40: 1023–1062.
  • Grant, A. M., & Pollock, T. G. 2011. Publishing in AMJ—Part 3: Setting the hook. Academy of Management Journal, 54:873–879.
  • Alvesson, M., & Sandberg, J. 2011. Generating research questions through problematization. Academy of Management Review, 36: 247–271.
  • Sitkin, S. B., See, K. E., Miller, C. C., Lawless, M. W., & Carton, A. M. 2011. The paradox of stretch goals: Organizations in pursuit of the seemingly impossible. Academy of Management Review, 36: 544–566.