Bagaimana penularan penyakit black leg di Indonesia?

Bagaimana penularan penyakit black leg di Indonesia ?

Di Indonesia black leg tidak diketahui secara jelas, namun sebagian besar diduga terjadi per oral. Spora Cl.chauvoei dapat tetap di dalam tanah selama bertahun-tahun dalam keadaan tidak aktif, dan kembali ke bentuk infektif ketika dikonsumsi oleh ternak yang merumput. Padang rumput yang terkontaminasi merupakan sumber utama penularan organisme ini, yang juga ditemukan secara alami dalam usus hewan.

Sumber penularan adalah tanah atau makanan tercemar spora bakteri penyebab black leg. Penularan lewat luka dapat terjadi pada waktu dilakukan pemotongan tanduk, kastrasi, pencukuran bulu, alat suntik atau pertolongan kelahiran. Cara Penularan yang terbanyak adalah melalui tanah atau makanan tercemar spora, sedang cara penularan yang lain lebih jarang terjadi.

Kasus dapat terjadi selama bertahun-tahun di daerah di mana ada tanah atau kontaminasi pupuk dengan bakteri, dan keadaan seperti spora biasanya sangat sulit untuk dapat dimusnahkan dari lingkungan.Selain faktor lingkungan menjadi faktor terjadinya penyakit, adanya luka juga menjadi faktor predisposisi masuknya spora ke Cl.chauvoei dalam tubuh hewan.

Di Indonesia black leg dilaporkan pertama kali di Subang (Jawa Barat) oleh de Vetler di tahun 1907. Pada kejadian itu 30 ekor sapi dilaporkan menunjukan gejala pincang dan kemudian mati tiba-tiba. Pada tahun 1950- an black leg pada sapi perah dilaporkan terjadi di Bogor. Daerah endemik black leg lainnya adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, Surakarta, Madiun, dan beberapa daerah di Jawa Timur.

Sumber

Syibli Muhammad.2014.Manual Penyakit Hewan Mamalia. Kementrian Pertanian Direktorat Jendrl Peternakan dan Kesehatan Hewan, Direktorat Kesehatan Hewan. Jakarta. Volume 2