Bagaimana penjelasan mengenai salinitas air laut?

Konsentrasi rata-rata garam terlarut di lautan (S) adalah 3,5% terhadap berat. Pada tabel 1 terdapat daftar 11 ion utama yang membentuk 99,9% unsur terlarut air larut. (Dalam banyak hal konsentrasi dinyatakan sebagai bagian per seribu atau gram per kg (g/kg) atau gram per liter (g/l) diasumsikan sebagai satu liter air laut seberat satu kg).

Dalam air permukaan lautan, kisaran salinitas adalah 33-37 tetapi pada paparan-paparan laut dan kondisi lokal, kisaran dapat melebar menjadi 28-40 atau lebih. Air payau mempunyai salinitas kurang dari 25 sementara air hipersalin lebih besar dari 40.

Tabel 2 di bawah menunjukkan komposisi elemen batuan kerak yang menunjukkan kontras apabila dibandingkan dengan komposisi lautan. Hal ini menunjukkan bahwa operasi siklus hidrologi menghasilkan sebagian besar unsur terlarut dalam air laut. Walaupun demikian, sejak akhir 1970-an, oseanografi mengetahui bahwa terdapat kontribusi lain terhadap komposisi air laut, yaitu sirkulasi hidrotermal di puncak punggungan samudra.

Kekonstanan Komposisi
Komposisi air laut yang konstan adalah konsep penting dalam oseanografi. Untuk Tabel 1 berlaku konsep berikut:

Konsentrasi ion-ion terlarut utama bervariasi menurut tempat di lautan tetapi proporsi relatifnya tetap konstan.

Dengan kata lain, salinitas total dapat berubah tetapi rasio konsentrasi ion utama tertentu tetap konstan dan begitu juga rasio konsentrasi individu ionion utama. Salinitas bervariasi tergantung keseimbangan antara penguapan dan presipitasi, serta besarnya pencampuran antara air permukaan dan air di kedalaman.

Secara umum, perubahan salinitas tidak mempengaruhi proporsi relatif ion-ion utama. Konsentrasi ion-ion berubah dalam proporsi yang sama yaitu rasio ioniknya tetap konstan. Dengan pengecualian terhadap generalisasi di atas, terdapat variasi rasio kalsium dan bikarbonat yang relatif kecil karena keterlibatan unsur tersebut dalam proses biologi di mana rasio Ca2+ dan HCO3- pada salinitas adalah 0,5% dan 10-20% lebih besar di kedalaman dari pada dalam air permukaan.

Perubahan Akibat Kondisi Lokal
Untuk beberapa lingkungan laut, terdapat kondisi di mana rasio-rasio ion menyimpang jauh dari normal. Daerah tersebut termasuk:

  • Laut-laut tertutup, estuari dan daerah lain dimana terdapat aliran sungai yang besar yang mengandung lebih sedikit total garam terlarut dari air laut serta mempunyai rasio ion yang berbeda

  • Cekungan, fjord dan daerah lain dimana sirkulasi dasar sangat terbatas, misalnya dengan keberadaan sill (batas sub-permukaan) di mulut cekungan akan menghadang kontak bebas antara air dasar dan air laut beroksigen di luarnya. Dalam kasus-kasus tersebut, hancuran bakteri (oksidasi) dari bahan organik di dasar air menyebabkan kekurangan oksigen terlarut yang cukup parah, yang menyebabkan terjadinya kekurangan total yang disebut anoksik atau anaerobik. Anion sulfat digunakan sebagai sumber alternatif oksigen oleh organisme mikro.

  • Daerah yang luas, hangat dan dangkal seperti Bahama Banks yang dicirikan oleh presipitasi biologi kalsium karbonat yang sangat aktif secara kimiawi dan/atau biologi menyebabkan perubahan yang signifikan pada rasio Ca2+ terhadap salinitas total.

  • Daerah-daerah tempat terjadinya pemekaran dasar laut dan aktivitas vulkanik aktif bawah laut, di mana air laut panas bersirkulasi di kerak samudra. Rasio ion dalam larutan hidrotermal sangat berbeda dari air laut yang normal, yang menghasilkan percampuran dengan air laut mempunyai ciri elemen utama: rasio-rasio salinitas.

  • Di dalam sedimen dasar laut di mana air pori yang turut dalam berbagai reaksi di dalam partikel sedimen pada saat kompaksi setelah sedimen diendapkan. Reaksi tersebut muncul sebagai diagenesis dan menyebabkan perubahan rasio ion yang cukup berarti.

Garam dari Air Laut
Dengan penguapan air laut, garam dengan daya larut paling rendah akan mencapai titik jenuh pertama kali, sehingga urutan presipitasi berdasarkan peningkatan solubilitas dan bukan terhadap banyaknya. Tahapan tersebut ditunjukkan dalam Gambar 1 berkaitan dengan proporsi relatif garam yang mengalami presipitasi. Unsur pertama yang mengalami presipitasi adalah kalsium karbonat (CaCO3) yang membentuk sedikit garam karena kurangnya endapan ion-ion bikarbonat (karbonat).

Kalsium sulfat dipresipitasi sebagai anhidrit (CaSO4) atau sebagai gipsum (CaSO4.2H2O), tergantung kondisi. Sodium klorida (halit, NaCl) adalah garam terbanyak dan residu air garamnya mengandung klorida potasium dan magnesium yang merupakan unsur yang paling larut sehingga menjadi yang terakhir dipresipitasi.

Secara umum tiap negara pantai dapat memproduksi garam laut secara komersil dan setidaknya ada 60 negara yang masih melakukannya, baik melalui proses industri maupun dengan penguapan tradisional (Gambar 2).

Terdapat 40 juta ton sodium klorida diekstrak dari air laut tiap tahun secara intensif, antara lain untuk konsumsi manusia tetapi kebanyakan adalah untuk manufaktur kimia. Magnesium hidroksida adalah hasil presipitasi kimia dari air laut dan digunakan untuk menghasilkan 600.000 ton magnesium dan senyawanya tiap tahun. Produksi Bromin sebesar 30.000 ton yang dihasilkan secara elektrolisis sebagai suatu gas dan kemudian dikondensasi menjadi cair. Metode ekstraksi litium (Li) dari air laut dikembangkan di akhir tahun 1980-an.

Kebanyakan elemen terlarut dalam air laut mempunyai konsentrasi yang kecil tetapi total volume air laut sangat besar sehingga jumlahnya sangat besar dan usaha mengekstrakkan elemen-elemen berharga seperti emas dan uranium telah dilakukan berkali-kali; tetapi belum ada teknik yang ekonomis.

Sejak pertengahan 1960-an, definisi salinitas lebih berdasarkan (perjanjian internasional) pada penentuan empiris dari pada formulasi yang sulit melibatkan standar konduktivitas.

Salinitas sampel air laut sekarang diukur dalam rasio konduktivitas, R;

konsentrasi standar larutan KCl adalah 32,4356 g kg-1 Salinitas berkaitan dengan rasio konduktivitas pada 15 derajat celcius dan tekanan atmosfer 1 (R15) dengan persamaan berikut:

Karena definisinya adalah rasio, maka salinitas hanya dinyatakan oleh angka dan dinyatakan dalam practical salinity units (p.s.u.). Adalah penting mengingat bahwa angka tersebut mendekati gram per kilogram (atau gram per liter) yaitu bagian per seribu terhadap berat. Secara praktisnya algoritma komputer dipakai untuk konversi rasio konduktivitas pada temperatur dan tekanan selain 15 oC dan 1 atmosfer ke R15 dan untuk konversi langsung R15 ke S.

Salinitas ditentukan oleh konduktivitas, yang dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan di mana konduktivitas diukur. Anggapan bahwa salinitas adalah total garam terlarut dalam sampel air laut sedikit diubah. Kenyataannya, untuk air laut di lautan terbuka, keduanya berkait erat: konsentrasi total garam terlarut dalam gram per kilogram air laut adalah 1,005 10xS.

Variasi Salinitas


Distribusi temperatur dan salinitas yang bervariasi secara vertikal dan horisontal memberikan informasi yang memudahkan oseanografer melacak pola tiga dimensi sirkulasi lautan. Sebagaimana distribusi temperatur, peta dan profil salinitas merupakan gambaran yang stabil dalam jangka waktu panjang yang dihasilkan secara dinamik.

Gambar 3 menunjukkan profil vertikal yang relatif terbatas kisaran salinitasnya di dalam lautan. Salinitas ditentukan oleh keseimbangan antara presipitasi dan penguapan di permukaan. Pengaruh fluktuasi permukaan umumnya kecil untuk kedalaman di bawah 1000 m di mana salinitas air berada pada kisaran antara 34,5 dan 35 di semua lintang.

Zona di mana salinitas berkurang terhadap kedalaman ditemukan di lintang rendah dan menengah yaitu antara lapisan permukaan campuran dan bagian atas lapisan dalam di mana salinitas konstan. Zona ini dikenal sebagai haloklin (Istilah ini juga dipakai untuk zona yang mempunyai salinitas bertambah terhadap kedalaman, sedangkan dalam termoklin, temperatur berkurang terhadap kedalaman).

Salinitas air permukaan laut maksimum di tropis dan lintang subtropis di mana penguapan melampaui presipitasi. Kondisi salinitas air permukaan pada daerah ini dipengaruhi oleh adanya padang pasir yang panas di lintang yang sama. Salinitas berkurang ke arah lintang tinggi maupun ke arah Ekuator (Gambar 4).

Modifikasi lokal mengalahkan pola regional terutama yang dekat dengan darat. Salinitas permukaan berkurang akibat air tawar di mulut sungai-sungai besar dan akibat lelehan es dan salju di lintang tinggi. Sebaliknya, salinitas permukaan cenderung tinggi di laguna dan cekungan laut dangkal tertutup lainnya di lintang rendah di mana terjadi penguapan tinggi dan terbatasnya aliran air yang masuk dari daratan.

Pengukuran Salinitas


Upaya awal untuk menentukan komposisi kimia air laut terhambat oleh rendahnya sensitivitas tehnik analitik. Baru pada awal abad ke-19 segala sesuatunya menjadi tampak jelas pada data dan kekonstanaan komposisi air laut dapat dikenali dari beberapa analisis yang tersedia. Pada pelayaran HMS Challenger (1872-1876), sebanyak 77 sampel air dikumpulkan terhadap kedalaman. Analisis dilakukan terhadap kedalaman untuk elemen-elemen klorin, sodium, magnesium, sulfur,kalsium,potasium dan bromin. Metode yang digunakan diuji kehandalannya dengan sampel sintetis.

Sejak abad ke-19, beberapa penyelidikan dilakukan. Pada pertengahan 1960-an, ilmuan dari British National Institute of Oceanography (sekarang Institute of Oceanography Sciences) dan University of Liverpool menganalisa lebih dari 100 sampel untuk semua unsur utama. Pada tahun 1970-an, program GEOSECS (Geochemical Ocean SECtions) yang berpusat di USA, mengumpulkan data kimia yang sistematik untuk semua lautan, dengan menggunakan teknik analitik yang akurat dan prosedur sampling yang meminimalkan kontaminasi. Pada saat ini, pengukuran GEOSECS ditambah, diperbarui dan secara bertahap diganti karena makin banyaknya sampel yang dikumpulkan untuk program riset baru dan metode analitik juga diperbarui.

Metode Kimia dalam Pengukuran Salinitas

Cara termudah dalam mengukur salinitas adalah dengan mengambil sejumlah sampel air laut yang diketahui, lalu diuapkan hingga kering dan garam yang tersisa ditimbang (penentuan gravimetri). Walaupun secara teori sederhana, metode ini memberikan hasil yang tidak akurat. Residu yang tersisa adalah campuran kompleks garam dan air kimia yang terikat pada padatan, ditambah sejumlah kecil bahan organik.

Jumlah air sisa dapat dihilangkan dengan pengeringan garam residu dengan temperatur yang bertahap, tetapi cara ini mendatangkan masalah lain seperti: (i) dekomposisi beberapa jenis garam (misalnya kehilangan air dan gas-gas HCl dari kristal MgCl2 hidros); (ii) penguapan dan dekomposisi bahan organik; dan (iii) pembebasan gas CO2 dari garam karbonat. Jadi, berat materi padat yang tesisa setelah penguapan (yang berarti nilai salinitas yang diukur) tergantung kondisi bagaimana menghilangkan air. Ahli kimia laut di abad ke-19 menyadari hal tersebut dalam percobaan mengukur salinitas secara gravimetri

Penentuan gravimetri salinitas adalah sulit dan lama sehingga dicari metode lain. Oleh karena konsentrasi beberapa unsur utama terlarut dalam air laut mengandung rasio total konsentrasi garam terlarut, maka konsentrasi satu atau lebih unsur utama dapat digunakan untuk mendeduksi salinitas total, S. Unsur termudah untuk mengukur adalah halida (klorida + bromida +iodida) dengan hubungan empiris berikut:

S = 1,80655Cl

Di mana Cl adalah klorinitas sampel yang didefinisikan sebagai konsentrasi klorida dalam air laut (dalam bagian per seribu) dengan asumsi bahwa bromida dan iodida telah diganti dengan klorida.

Klorinitas diukur dengan titrasi, sementara salinitas dihitung dengan persamaan di atas. Metode ini digunakan untuk menentukan semua salinitas hingga pertengahan 1960-an. Metode tersebut jarang digunakan saat ini karena hampir semuanya dikalahkan oleh pengukuran konduktivitas listrik.

Metode Fisik dalam Pengukuran Salinitas

Air tawar adalah konduktor listrik yang lemah, tetapi kehadiran ion-ion dalam air menyebabkannya mampu membawa arus listrik. Pada tahun 1930-an dikatakan bahwa konduktivitas listrik air laut proporsional dengan salinitasnya. Konduktivitas adalah kebalikan dari resistivitas dan selama berabad-abad, konduktivitas salinometer digunakan dengan dasar oleh sirkut listrik yang sederhana dengan menggunakan ‘standar air laut’ dan salinitas diketahui (mendekati 35) sebagai kalibrasi.

Konduktivitas dipengaruhi juga oleh temperatur yang dapat menyebabkan kesalahan. Idealnya, oseanografer fisika membutuhkan ketepatan pengukuran salinitas hingga ± 0,001, dan konduktivitas terukur hingga 1 bagian dalam 40.000. Suatu perubahan magnitudo S dapat diinduksi dengan perubahan temperatur sebesar 0,001 oC, sehingga pengontrolan temperatur merupakan hal yang penting.

Pada waktu dulu, ketepatan termostatik digunakan untuk mengukur baik pada sampel maupun pada air laut standar pada temperatur konstan, tetapi peralatannya besar dan pengukuran memakan waktu yang lama karena sampel harus dipanaskan atau didinginkan sebelum pengukuran. Saat ini, masalah tersebut telah diatasi dan salinometer yang modern beroperasi dengan cepat dan mengukur salinitas hingga ± 0,003 atau lebih baik. Sensor konduktivitas telah digabungkan dengan peralatan temperatur salinitas in situ untuk penggunaan di laut dangkal, dan juga ke dalam probe konduktivitas-temperatur-kedalaman (CTD) yang dipakai di laut-dalam.