Bagaimana pengkajian puisi Asmaradana dengan pendekatan objektif, ekspresif, mimetik dan pragmatik?

ASMARADANA
( Subagio Sastrowardoyo )

Sita di tengah nyala api tidak menyangkal betapa indahnya cinta berahi

Raksasa yang melarikannya ke hutan begitu lebat bulu jantannya dan Sita menyerahkan diri

Dewa tak melindunginya dari neraka tapi Sita tak merasa berlaku dosa sekedar menurutkan naluri

Pada geliat sekarat terlompat doa jangan juga hangus dalam api sisa mimpi dari sanggama.

Bagaimana pengkajian puisi Asmaradana karya Subagio Sastrowardoyo dengan memanfaatkan teori interteks dengan memanfaatkan pendekatan model M.H. Abrams yaitu pendekatan objektif, ekspresif, mimetik dan pragmatik?

Analisis dengan pendekatan Objektif

Analisis karya sastra dengan pendekatan objektif yakni analisis karya (sastra) dengan menganggapnya sebagai karya yang otonom terlepas dari aspek sosiohistoris dan sosiokultural dengan mengkaji struktur/ unsur-unsurnya.

Puisi “Asmaradana” karya Subagio Sastrowardoyo tersebut menggunakan rima akhir yang bervariasi. Bait pertama meng- gunakan rima /i, a, i/ , bait kedua /a,a,i/, bait ketiga /a,a,i/, dan bait keempat /a,i,a/. Sesuai dengan judulnya “Asmaradana” yang berarti “api cinta”, rupanya penyair sengaja menggunakan rima yang bervariasi itu guna menciptakan suasana hati Sita yang menggelegak karena terbakar cinta birahi ketika berada dalam pelukan Rahwana, raksasa sakti, yang menculik dan menawannya.

Diksi yang digunakan penyair pada puisi tersebut tergolong sederhana, mudah dipahami, sehingga puisi itu tidak tergolong prismatis. Sebagai ilustrasi, bait I hingga IV hamper semua diksinya mudah dipahami, meskipun menggunakan majas metafora. Perhatikan bait ketiga dan keempat berikut.

Raksasa yang melarikannya ke hutan begitu lebat bulu jantannya dan Sita menyerahkan diri

Dewa tak melindunginya dari neraka tapi Sita tak merasa berlaku dosa sekedar menurutkan naluri

Ungkapan /begitu lebat bulu jantannya/ pada bait I dan /Dewa tak melindunginya dari neraka/ menunjukkan majas itu. Majas personifikasi digunakan pada baris /Pada geliat sekarat terlompat doa/.

Imaji/citraan dalam puisi tersebut juga cukup bervariasi. Citraan visual tampak dominan dalam puisi itu. Misalnya pada baris /begitu lebat bulu jantannya/; pada baris /Dewa tak melindunginya dari neraka/; juga pada baris /Pada geliat sekarat terlompat doa/. Imaji intelektualk juga dimanfaatkan pada baris /betapa indahnya cinta berahi/, baris /dan Sita menyerahkan diri/, dan baris /sisa mimpi dari sanggama/.

Tema puisi itu cukup jelas yakni suasana hati perempuan yang sedang terbakar api asmara oleh keperkasaan laki-laki yang justru menculik dan menawannya.

Analisis dengan pendekatan Ekspresif

Analisis karya sastra dilihat dari latar belakang kehidupan sastrawan/ penyair dengan segenap pandangan hidup, filsafat hidup, ideologi, pendidikan, dan pengalaman bationnya merupakaendekatan ekspresif.

Subagio Sastrawardoyo adalah sebagai penyair kawakan yang telah lama malang melintang dalam dunia sastra Indonesia. Karya-karyanya sarat dengan aspek sosiokultural yang membawa pesan-pesan moral yang penting bagi kehidupan manusia. Subagio dikenal sebagai penyair yang piawai menciptakan karya-karya puisi yang membicarakan eksistensi kemanusiaan.

Analisis dengan pendekatan Mimetik

Analisis karya sastra dengan pendekatan mimetic adalah analisis karya sastra dengan mengaitkannya dengan kondisi sosial budaya ketika karya sastra itu dilahirkan.

Puisi “Asmaradana” lahir di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang memang sudah akrab dengan cerita wayang Ramayana dari India yang termasyhur itu. Kehadiran puisi itu tentu saja sempat mengejutkan masyarakat sastra Indonesia karena isinya berbeda dengan cerita Ramayana. Atau, tepatya isi tema puisi itu sengaja diselewengkan oleh penyair dari isi cerita aslinya. Dalam cerita Ramayana, dikisahkan Dewi Sita, istri Rama yang diculik dan ditawan oleh Rahwana, tetap setia menjaga kesuciannya demi cintanya kepada suaminya, Rama. Ketika Rama menguji kesuciannya dengan dibakar api, Sita tidak terbakar oleh api sehingga Sita tetap hidup sebagai bukti akan kesuciannya.

Analisis dengan pendekatan Pragmatik/Reseptif

Analisis karya sastra dengan mengungkapkan makna atau gagasan yang terkandung di dalamnya berdasarkan tanggapan atau penerimaan pembaca meruoakan pendekatan pragmatic/ reseptif.
Ketika Rama, suaminya menguji kesuciannya dengan dibakar, dalam kepungan nyala api, Sita terkenang saat-saat indah bersama Rahwana. Sita tidak sengaja ketika hatinya terbakar cinta birahi di bawah pelukan Rahwana. Sita tidak sengaja berlaku demikian dan dia tidak merasa berbuat dosa karena hanya sekedar mengikuti naluri keperempuanannya di bawah pelukan dan kejantanan sang raksasa yang gagah perkasa. Namun demikian pada menjelang akhir hayatnya dia menyadari dosanya dan masih berharap Dewa mengampuninya dengan tidak terbakar oleh api yang mengepungnya.

Melalui pemanfaatan teori Interteks (yang berpandangan bahwa karya sastra yang lahir kemudian memiliki acuan pada karya sebelumnya), tidak sulit untuk menghubungkan puisi “Asmaradana” dengan kisah mahakarya Ramayana dari India yang termasyhur di kalangan masyarakat Indonesia. Cerita Ramayana merupakan hipogram dari puisi “Asmaradana” karya Subagio sebagai karya transformasinya. Hanya istimewanya, puisi “Asmaradana” itu oleh penyairnya sengaja diciptakan dengan melakukan negasi atau bertentangan dengan isi kisah Ramayana. Jika dalam Ramayana Sita tetap setia menjaga kesuciannya demi cintanya kepada Rama, suaminya, sedangkan dalam puisi “Asmaradana” penyair mengubahnya menjadi Sita menyerahkan dirinya terhadap “kejantanan” atau keperkasaan Rahwana, raksasa yang menculiknya. Hal itu dilakukan Sita sebagai perbuatan yang wajar, bukan perilaku dosa karena sekedar mengikuti naluri keperempuanannya, sesuatu yang manusiawi