Bagaimana penggunaan proses Dekontruksi pada Teori Organisasi ?

Dekontruksi

Dekonstruksi adalah sebuah metode pembacaan teks, dimana dengan metode dekonstruksi, kita diminta untuk kritis terhadap teks. Kita selalu cenderung untuk melepaskan teks dari konteksnya. Satu term tertentu kita lepaskan dari konteks (dari jejaknya) dan hadir sebagai makna final. Inilah yang dsebut sebagai logosentrisme. Yaitu, kecenderungan untuk mengacu kepada suatu metafisika tertentu, suatu kehadiran objek absolut tertentu.

Bagaimana penggunaan proses Dekontruksi pada Teori Organisasi ?

Dekonstruksi telah menjadi metode yang semakin populer untuk digunakan dalam menganalisis organisasi dan teks organisasi. Pada awal tahun 1984, Frug menawarkan dekonstruksi birokrasi, menunjukkan bahwa konsep birokrasi yang digunakan oleh para ahli teori organisasi disusun di sekitar “perbedaan mutlak” atau “binary opposites” dari subjektivitas / objektivitas.

Sebagai contoh, karya Kilduff (1993), yang mendekonstruksi teks organisasi klasik Maret dan Simon (1958) yang digunakan untuk mengidentifikasi kesenjangan (gap) dan kesunyian didalam organisasi.

Kilduff berpendapat bahwa meskipun teks eksplisit dari Teori Organisasi tampaknya menawarkan perbedaan yang jelas antara model karyawan sebagai mesin dan model karyawan sebagai pembuat keputusan, tetapi subteks didalam dari Teori Organisasi tersebut mengurangi dikotomi tersebut.

Demikian pula, Carter dan Jackson (1993) mendekonstruksi teori motivasi, khususnya teori harapan. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak tertarik untuk menemukan apakah teori itu ‘benar’ atau tidak, tetapi mereka berusaha menyoroti hal-hal yang berkaitan dengan kontradiksi internal dan asumsi yang mendasarinya

Salah satu contoh paling terkenal dari proses dekonstruksi didalam studi organisasi adalah apa yang dilakukan oleh Joanne Martin (1990). Dia mendekonstruksi pidato dari CEO perusahaan yang sedang dia teliti. Ekstrak pidato diberikan di bawah ini.

We have a young woman who is extraordinarily important to the launching of a major new [product]. We will be talking about it next Tuesday in its first worldwide introduction. She has arranged to have her caesarean [operation] yesterday in order to be prepared for this event (p. 139)

Martin memberikan proses dekonstruksi ini menunjukkan inkonsistensi dari klaim yang diberikan presiden untuk membantu perempuan dan faktanya bahwa wanita ini dipuji karena mengubah waktu kelahiran anaknya.

Dekonstruksi Martin fokus pada konotasi metafora dan permainan kata-kata, mengungkapkan asumsi tak tertulis dan pantangan seksual yang tersirat dalam bahasa cerita (pidato) tersebut . Sebagai contoh, Martin menunjukkan bagaimana frasa pertama dalam cerita tersebut, ‘We have a young woman,’ menyiratkan kontrol perusahaan yang sangat tinggi terhadap pegawainya; Frasa tersebut bisa digantikan dengan, “We employ a young woman.” Martin berpendapat bahwa kalimat '‘We have a young woman,’ juga merupakan permainan kata-kata terhadap seksualitas, yang memiliki konotasi heteroseksual laki-laki, yang diulang dalam permainan kata-kata lainnya di sepanjang cerita (pidatonya).

Martin mengembangkan analisisnya dengan mengeksplorasi asumsi tersembunyi yang ada dalam teks dengan membuat dua perubahan kecil - karakter sentral berubah dari seorang wanita yang melakukan operasi caesar menjadi seorang pria yang menjalani operasi bypass jantung. Dia berpendapat bahwa perubahan kecil ini memiliki dampak besar terhadap - struktur cerita, metafora dan permainan kata-katanya yang tidak lagi masuk akal - dengan demikian, ia mengungkapkan cara kerja tersembunyi dari ideologi berbasis gender (Martin, 1992).

Selain itu, contoh yang sangat populer terkait dengan penggunaan metode dekontruksi dalam bidang pemasaran adalah apa yang dilakukan Monty Alexander.

Dalam sebuah makalah yang dipresentasikan pada konferensi tahunan Market Research Society, Pendiri agen pemasaran inovatif Semiotic Solutions, Monty Alexander (1995), membahas penggunaan konsep “perbedaan mutlak” atau “binary opposites” dalam pekerjaan mereka di British Telecom’s (BT), Kampanye ‘It’s Good to Talk’, dimana pusat analisis mereka adalah perbedaan antara Big Talk dengan Small Talk.

Big talk Small talk
Penitng Tidak Penting
Pria Wanita
Serius Sepele
Resmi, Patut Tidak Resmi, Tidak Patut

Temuan tersebut membatu BT dalam menentukan strategi pemasarannya, dimana Alexander dan Valentine mencoba menantang nilai-nilai tersebut ; “ Agar dapat menjustifikasi dan melegitimasi penggunaan telepon oleh wanita dan mendorong penggunaan telpon lebih banyak lagi oleh pria, sebuah kampanye dibutuhkan dalam rangka meningkatkan status dari “small talk”, dengan memberikan tekanan pada keuntungan-keuntungan sebuah komunikasi dari sisi emosional dibandingkan dari sisi rasional (Alexander, Burt and Collinson, 1995, p. 279).

Kampanye It’s Good to Talk oleh British Telecom dapat dilihat pada video berikut ini,

Sumber : John McAuley, Joanne Duberley and Phil Johnson, Organization Theory : Challenges and Perspectives, Pearson Education Limited, 2007