Bagaimana pengendalian penyakit Tuberkulosis Sapi?

Sebutan Mycobacterium itu sendiri bermakna bakteri yang menyerupai jamur
suatu penamaan yang diangkat dari kenyataan, bahwa bakteri penyebab
tuberkulosis dalam pertumbuhannya pada medium cair, sesudah beberapa lama,
akan membentuk lapisan tebal seperti jamur (pellicle) yang terdapat pada bagian
atas medium.

PENGENDALIAN

Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan

Pada dasarnya pengendalian tuberkulosis sapi pada kelompok ternak sapi meliputi langkah-langkah seperti berikut :

  1. Mendeteksi adanya tuberkulosis dan mengeluarkan sapi reaktor dari kelompok;

  2. Mencegah penyebar luasan infeksi dalam kelompok;

  3. Mencegah masuknya kembali penyakit ke dalam kelompok.

Ketiga langkah tersebut dianggap sangat penting untuk dikerjakan secara sungguh-sungguh. Dengan tidak mengerjakan salah satu langkah tersebut akan mengakibatkan program pengendalian tidak berhasil dengan baik.

Deteksi sapi reaktor dilakukan dengan penerapan uji tuberkulin seperti dengan menggunakan metode penyuntikkan tunggal tuberkulin PPD secara intradermal (single intradermal, SID) pada sapi umur 3 bulan ke atas, hal ini harus dilakukan dan ditafsirkan hasilnya secara hati-hati.

Catatan: Sapi sakit dengan tahap lanjut penyakit pada uji tuberkulinnya, bahkan akan memberikan hasil negatif (negatif palsu); juga terhadap sapi betina bunting tua pada menjelang dan kira-kira 4-6 minggu pasca partus, yang mungkin akan memberikan reaksi negatif palsu. Sedangkan sapi yang tersensitifi kasi oleh Mycobacterium sp umumnya akan memberi hasil reaksi positif palsu. Selanjutnya, sapi reaktor yang terdeteksi diafkir dan dikeluarkan dari peternakan untuk dipotong di Rumah Potongan Hewan (kebijakan ’test and slaughter’) dengan pengawasan dokter hewan yang berwenang. Sesudah reaktor disingkirkan, maka segera tindakan higienis perlu dilakukan (seperti penyuci hamaan tempat pakan, tempat minum) serta tindakan lainnya (seperti mengisolasi sapi-sapi tersangka dari sapi negatif, namun masih dalam peternakan yang sama) wajib dilakukan. Bila pada suatu peternakan jumlah reaktor yang ditemukan tinggi, maka uji tuberkulin harus dilakukan setiap 2 bulan, serta pada keadaan lain, dimana sapi reaktor tidak banyak, maka uji tuberkulin diulang setiap 3 bulan, sampai diperoleh hasil uji yang negatif. Peternakan dengan negatif sapi reaktor, diklasifi kasikan sebagai Peternakan bebas tuberkulosis sapi, namun uji tuberkulin harus dilakukan setiap satu tahun sekali. Sapi baru yang dimasukkan ke dalam peternakan yang sudah bebas penyakit sebagai ternak pengganti, harus berasal dari peternakan yang diketahui bebas penyakit tuberkulosis dan sapi pengganti tersebut pada uji tuberkulin memberi hasil negatif. Untuk melindungi para pekerja kandang atau pemerah terhadap kemungkinan penularan tuberkulosis dari sapi yang dikelolanya dan atau sebaliknya, maka pengecekan kesehatan mereka harus dilakukan secara berkala.

Catatan: OlE mencatat bahwa banyak negara pada akhirnya berhasil memberantas tuberkulosis sapi. Sejumlah faktor yang ada mempengaruhi metode pemberantasan yang mereka gunakan. Namun pada akhirnya kebijakan uji dan potong (”the test and slaughter policy”) merupakan satu-satunya cara pemberantasan yang paling efektif. Mengingat pemberantasan tuberkulosis sapi pada suatu negara memerlukan waktu yang lama (tergantung antara lain pada prevalensi penyakit) dan dana yang besar, maka hal-hal berikut ini harus menjadi perhatian :

  1. Menyiapkan satu pengorganisasian pemberantasan (dari tingkat pusat sampai daerah) yang handal.

  2. Memberi penyuluhan seluas-luasnya kepada masyarakat (terutama peternak sapi) dan pihak terkait lainnya akan manfaat, tujuan pemberantasan dan peran serta aktif mereka.

  3. Mengetahui lebih dahulu prevalensi penyakit pada daerah yang akan melaksanakan program pemberantasan.

  4. Menentukan metode pemberantasan yang tepat, menetapkan kriteria, termasuk menghitung besar uang kompensasi bagi sapi yang harus diafkir.

  5. Melakukan evaluasi kemajuan program yang dicapai serta mengatasi berbagai kendala yang muncul.

Dalam hal-hal tertentu, misalnya bila untuk sementara waktu tindakan pemberantasan belum dapat dilakukan tetapi mempunyai tujuan mengurangi jumlah kejadian penyakit secara maksimal, maka program vaksinasi menjadi pilihan. Sayangnya, vaksin khusus untuk tindakan pencegahan tuberkulosis sapi belum tersedia. Untuk pemakaian di lapangan, vaksin yang kini tersedia adalah vaksin BCG, yang memiliki banyak kelemahan. Diperlukan dosis vaksin yang tinggi (50-100 ml) disuntikkan secara subkutan pada kulit dan dapat mengakibatkan terlihatnya gumpalan di bawah kulit pada tempat suntikan. Vaksinasi harus diulang setiap tahun dan dengan konsekuensi bahwa sapi yang pernah divaksin akan memberi reaksi positif pada uji tuberkulinnya. Sesudah sapi lahir, maka secepatnya pedet harus divaksinasi. Kekebalan belum akan muncul sebelum pedet tersebut berumur 6 minggu serta kekebalan yang terbentukpun tidak cukup kuat, sehingga pedet yang sudah divaksinasi pun masih dapat terserang penyakit yang hebat.

Referensi: