Bagaimana pengekangan pers pada masa orde baru?

gambar
Bagaimana pengekangan pers pada masa orde baru?

Di zaman orde baru sistem pers di Indonesia mengalami pengekangan dari pemerintah, atau sering disebut sistem pers otoritarian. Pada masa ini media yang tidak mampu bekerja sama dengan pemerintahan Soeharto akan ditarik izin penerbitannya atau dibredel. Peristiwa pengekangan ini diawali dengan Peristiwa Malari pada 15 Januari 1974, yang mengakibatkan kerusuhan. Pemerintah beranggapan pers turut bertanggung jawab atas peristiwa ini karena mereka jugalah yang memanaskan situasi politik lewat pemberitaan mereka. Oleh karena peristiwa itu, 12 surat kabar dibredel, yaitu: Harian Nusantara, Harian KAMI, Harian Indonesia Raya, Harian Abadi, Harian The Jakarta Times, Harian Pedoman, Harian Suluh Berita, Minggua Wenang, Mingguan Pemuda Indonesia, Majalah Ekspres, Mingguan Mahasiswa Indonesia dan Mingguan Indonesia Pos. Sejak saat itulah, media sangat dikontrol ketat oleh pemerintah.

Pengekangan ini bertentangan dengan fungsi dari pers, yang juga disebut-sebut sebagai tonggak demokrasi. Pers yang menjadi menjadi sarana komunikasi antara rakyat dan pemerintah, berubah perannya menjadi corong bagi pemerintah. Contoh paling nyata adalah TVRI yang menjadi saluran televisi pemerintah, yang mana selalu menyiarkan kebaikan pemerintah tanpa mampu mengkritisi kinerjanya. Selain pembredelan, pengekangan pers juga dilakukan dengan diberlakukannya SIUPP ( Surat Izin Untuk Penerbitan Pers) dan dibentuknya Mentri Penerangan yang diketuai oleh Harmoko.

Namun, pengekangan ini tak menyurutkan semangat pers kala itu untu melakukan kontrol pada pemerintah. Adapun beberapa media yang akhirnya dibredel karena dianggap telah melakukan ‘pembangkangan’ adalah Tempo, deTik dan Editor. Media tersebut dibredel, karena telah melaporkan investigasi mereka tentang berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat negara pada saat itu. Peristiwa pembredelan tiga media tersebut seakan menjadi peringatan bagi media massa lainnya untuk bersikap dalam pemberitaannya. Pembredelan yang dilakukan pada 21 Juni 1994 ini, menjadi penanda bahwa kuasa pemerintah atas pers sangatlah besar.

Namun setelah jatuhnya Orde Baru, kekuatan pers kembali menguat, bahkan cenderung bebas. Hal tersebut terjadi karena tidak ada lagi pengekangan media oleh pemerintah. Hal terssebut tertuang pada Undang-Undang Pers No 40 tahun 1999.