Bagaimana Pengaruh Protein Diet Terhadap Indeks Glikemik?

protein
Bagaimana Pengaruh Protein Diet Terhadap Indeks Glikemik ?

Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Protein dalam makanan nabati terlindung oleh dinding sel yang terdiri atas selulosa sehingga daya cerna sumber protein nabati pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan sumber protein hewani.

Protein Dalam Makanan

Protein dalam makanan nabati terlindung oleh dinding sel yang terdiri atas selulosa sehingga daya cerna sumber protein nabati pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan sumber protein hewani. Sebagian besar protein sangat resisten terhadap pencernaan, hanya ikatan superfisial saja yang peka terhadap aktifitas enzim proteolitik. Namun, setelah protein mengalami denaturasi oleh pajanan panas atau asam, kekuatan yang mempertahankan struktur protein menjadi lemah sehingga protein dapat dicerna. Proses pemasakan dan kondisi asam dalam lambung mempermudah proses pencernaan.

Pencernaan Dan Absorbsi Protein

Protein dalam makanan yang berada di rongga mulut belum mengalami proses pencernaan. Di lambung terdapat enzim pepsin dan asam klorida (HCL) yang memecah protein makanan menjadi metabolite intermediate tingkat polipeptida. Asam klorida berfungsi untuk mendenaturasi protein dan mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin pada pH < 4 sedangkan pepsin berfungsi memecah rantai polipeptida menjadi unit yang lebih kecil menjadi polipeptida yang lebih pendek.

Protein makanan yang sudah mengalami pencernaan parsial itu dicerna lebih lanjut oleh enzim yang berasal dari pankreas, yaitu tripsinogen, kimotripsinogen, karboksipeptidase, dan endopeptidase.2 Tripsinogen dan endopeptidase diaktifkan oleh enterokinase di usus halus. Hal ini terjadi akibat rangsangan kimus terhadap mukosa usus halus. Enzim-enzim pankreas memecah protein dari bentuk polipeptida menjadi peptida lebih pendek, yaitu tripeptida, dipeptida, dan sebagian menjadi asam amino. Mukosa usus halus juga mengeluarkan enzimenzim protease yang menghidrolisis ikatan peptida.

Protein makanan di dalam usus halus dicerna total menjadi asam-asam amino yang kemudian diserap melalui sel-sel epithelium dinding usus. Absorbsi berlangsung melalui difusi pasif maupun mekanisme transport aktif yang tergantung oleh natrium. Sejumlah protein utuh mungkin ikut terabsorbsi sehingga dapat meningkatkan reaksi alergi, meskipun absorbsi protein utuh ini penting bagi bayi karena memberikan kekebalan tubuh. Asam amino yang diabsorbsi kemudian masuk ke peredaran darah melalui vena porta dan dibawa ke hati. Sebagian asam amino digunakan oleh hati dan sebagian lainnya melalui sirkulasi darah dibawa ke sel-sel jaringan. Selain mengabsorbsi asam amino dari makanan, mukosa usus juga mengabsorbsi cukup banyak asam amino endogen (± 80 g/hari), yang berasal dari sekresi ke dalam usus halus dan sel yang terkelupas dari permukaan mukosa. Penambahan asam amino endogen menyebabkan komposisi asam-asam amino menjadi lebih seimbang yang meningkatkan penyerapan.

Pada gangguan pencernaan dan penyerapan, protein makanan dapat terbawa ke dalam colon dan dipecah oleh mikroflora usus. Pemecahan protein oleh mikroflora usus menimbulkan proses pembusukan yang menghasilkan gas H2S, idol, dan skatol yang berbau busuk. Dekarboksilasi asam-asam amino menghasilkan berbagai ikatan amino yang toksik. Kumpulan ikatan-ikatan ini diberi nama ptomaine yang terdiri dari putrescine dan cadaverine. Polipeptida dengan berat molekul rendah yang dapat menembus lapisan epitel usus dan masuk diserap ke dalam cairan tubuh dan aliran darah. Polipeptida dan protein asing yang masuk ke dalam milie interieur yang bersifat antigenik sehingga merangsang alat pertahanan tubuh untuk menggerakan upaya-upaya perlawanan dengan membuat antibodi.

Ekskresi Protein

Pada umunya orang sehat tidak mengekskresikan protein, melainkan sebagai metabolitnya atau sisa metabolisme. Nitrogen yang dilepaskan pada proses deaminasi masuk ke dalam siklus urea dan diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk air seni. Nitrogen yang dilepaskan pada proses transaminase tidak dibuang ke luar tubuh, tetapi digunakan lagi untuk proses sintesis protein tubuh.

Sintesis dan Pemecahan Protein

Terjadi pergantian protein secara kontinyu dalam tubuh, pada orang dewasa yang sehat menunjukkan keseimbangan antara sintesis dan pemecahan. Selama masa pertumbuhan, sintesis lebih banyak daripada pemecahan, sedangkan pada kondisi tertentu seperti kelaparan, kanker, dan trauma pemecahan lebih besar daripada sintesis. Sintesis protein diregulasi oleh insulin, sedangkan katabolisme diregulasi oleh glukokortikoid. Pada tingkat selular, transkripsi DNA menjadi RNA pembawa pesan (mRNA) menghasilkan cetakan untuk sintesis protein di ribosom.

Pengaruh Antara Protein Terhadap Indeks Glikemik

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap indeks glikemik dalam makanan adalah protein. Semakin tinggi kandungan protein dalam makanan maka indeks glikemiknya semakin rendah. Perpaduan antara makanan tinggi protein dan indeks glikemik yang rendah menghasilkan sekresi insulin yang lebih sedikit dan respon glikemik yang lebih rendah. Selain itu kemungkinan yang menyebabkan respon glikemik yang lebih rendah adalah konversi protein menjadi glukosa terjadi lambat, protein yang dikonversi menjadi glukosa jumlahnya sedikit, dan pemecahan glikogen oleh hepar tidak meningkatkan pelepasan glukosa.

Salah satu karakteristik protein adalah mampu memicu sekresi insulin tanpa meningkatkan glukosa darah. Hal ini dapat terjadi karena sekresi insulin yang dipicu oleh adanya protein relatif lebih lemah jika dibandingkan dengan karbohidrat. Selain itu proses pencernaan protein juga dapat memicu pelepasan hormon (kolesistokinin) yang dapat meningkatkan rasa kenyang. Oleh karena itu protein merupakan makronutrien yang memiliki efek rasa kenyang yang lebih lama dibandingkan dengan karbohidrat dan lemak.

Asupan protein yang melebihi kebutuhan akan dioksidasi dan disimpan dalam bentuk glukosa yang dihasilkan melalui proses glukoneogenesis. Proses ini dapat memenuhi kebutuhan glukosa pada saat asupan karbohidrat dan lemak dalam makanan tidak mencukupi sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan glukosa darah. Selain itu konsumsi protein meningkatkan peredaran konsentrasi glukagon. Namun konsentrasi glukagon juga bergantung pada rasio protein dan karbohidrat yang dikonsumsi. Jika rasio protein dan karbohidrat tinggi maka konsentrasi glukagon akan meningkat begitu juga sebaliknya.