Bagaimana pengaruh Keanggotaan China dalam WTO terhadap Hubungan Perdagangan AS – China?

image

Bagaimana pengaruh Keanggotaan China dalam WTO terhadap Hubungan Perdagangan AS – China ?

Perkembangan ketiga dalam hubungan ekonomi AS – China selama periode ini adalah penerimaan China secara formal oleh 142 anggota WTO pada tanggal 11 Desember 2011. Dengan bergabung dengan WTO China diminta untuk melaksanakan babak baru reformasi ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran, liberalisasi perdagangan, dan terintegrasi ke dalam komunitas global. Sektor keungan diliberalisasikan dengan memungkinkan bank asing untuk bersaing di pasar domestik. Komitmen China yaitu termasuk tarif yang lebih rendah dan tidak diskriminatif terhadap perusahaan domestik ataupun asing. Dengan pengaplikasian komitmen ini tingkat tarif rata-rata berkurang dari 43% pada tahun 1992 menjadi 17% di tahun 1999 dan dibawah 10% pada tahun 2004.

Masuknya China ke WTO seharusnya memberikan pertumbuhan yang cukup pesat dalam ekspor AS untuk mengurangi defisit perdagangan dengan China. WTO merupakan kesepakatan perdagangan bebas dan investasi yang memberikan investor desain jaminan yang untuk menstimulasi investasi asing dan perpindahan pabrik ke seluruh dunia, terutama dari Amerika ke lokasi upah rendah seperti China dan Mexico. Salah satu alasan AS memuluskan jalan China menjadi anggota WTO setelah perjuangan aksesi selama 15 tahun adalah sebagai salah satu upaya untuk mengurangi defisit perdagangannya. Pemerintahan Clinton yakin bahwa besarnya defisit perdagangan dengan China akan dapat diatasi jika Kongres meratifikasi perjanjian untuk membawa China ke WTO. masuknya China ke WTO karena diharapkan akan dapat menciptakan hasil yang sama-sama bermamfaat bagi kedua negara. Clinton menyatakan bahwa ekspor ke China saat ini mendukung ratusan ribu pekerja Amerika dan hal tersebut dapat berkembang dengan adanya akses pasar ke China melalui perjanjian WTO. Pemikiran presiden Clinton tersebut benar adanya. Ekspor memang menciptakan lapangan pekerjaan di AS. Namun Bagaimanapun juga impor akan menggantikan lapangan kerja tersebut. Hal inilah yang terjadi dalam hubungan dagang AS China.

Let’s be clear as to why a trade deficit might decrease in the short term. China exports far more to the United States than it imports [from] the U.S…. [The trade deficit] will not grow as much as it would have grown without this agreement, and over time clearly it will shrink with this agreement (Lieberthal 1999, emphasis added).

Keanggotaan China di WTO telah memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan perdagangan internasional dan investasi. Dalam waktu 30 tahun, China telah menjadi negara dengan pertumbuhan yang sangat pesar. Pada tahun 2005, China merupakan negara ketiga terbesar dalam perdagangan dunia setelah AS dan Jerman. Pada tahun 1978, total nilai perdagangan China adalah 20 miliat dollar dan pada tahun 2005 angka ini telah meroket menjadi 1,4 triliun dollar. Ekspor Amerika ke China meningkat 81% dalam waktu tiga tahun setelah China bergabung dengan WTO, dibandingkan dengan 34% dalam waktu tiga tahun sebelumnya. Demikian pula, impor Amerika dari China naik sebesar 92% dalam waktu tiga tahun setelah China masuk WTO.

Semenjak China masuk dalam WTO pada tahun 2001, perdagangan kedua negara selalu meningkat yang menghasilkan nilai surplus bagi neraca pembayaran China dan sebaliknya menimbulkan defisit neraca pembayaran AS. Keanggotaan AS dan China dalam WTO telah meningkatkan ekonomi dan perdagangan kedua negara tersebut sesuai dengan sistem WTO, yakni tanpa dikriminasi, pengurangan hambatan perdagangan melalui negoisasi, predictable, kompetitif, dan memberikan mamfaat bagi negara berkembang. Kegiatan perdagangan global dengan masuknya China ke WTO pada tahun 2001 menghasilkan peningkatan perdagangan yang lebih cepat serta menjadi sesuatu yang baik bagi AS dan seluruh negara yang terkait karena telah terintegrasinya China dalam perekonomian dunia.

Dalam Kebijakan dagang AS dengan China berdasarkan Asumsi bahwa perdagangan antar kedua negara mempunyai mamfaat baik secara ekonomi maupun politik, yaitu:

  1. Secara umum, perdagangan dengan China bermamfaat bagi kedua pihak dan lebih mengefisienkan ketersediaan sumber daya alam

  2. Perkembangan ekonomi China yang sangat cepat mendatangkan kesempatan bagi bisnis AS untuk dapat menjadi bagian dari pasar China yang besar dan berkembang pesat

  3. Keanggotaan China di WTO memaksa China untuk mengikuti peraturan dalam perdagangan internasional dan membuat China lebih berupaya untuk mengembangkan kekuatan pasar di negaranya

  4. Perdagangan luar negeri dan investasi menciptakan kebergantungan terhadap ekspor, impor, investasi asing, dan interaksi lainnya dengan dunia luar sehingga China dapat memperkuat hubungannya dengan negara Barat dan mendukung terjadinya tekanan sosial dan ekonomi bagi demokrasi; dan

  5. Negara yang penting seperti China tidak mungkin dapat diabaikan atau diisolasi.

Dengan masuknya China ke dalam WTO telah menjadikan China sebagai negara yang semakin terintegrasi dalam dunia internasional. Peningkatan perdagangan dan invesatasi China telah secara nyata menjadikan China sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan berpengaruh terhadap pertumbuhan GDP China dan berlaku sebaliknya bagi AS. Pertumbuhan ekonomi AS dari tahun ke tahun. Dibandingkan dengan China, misalnya, pertumbuhan GDP AS terbilang sangat kecil. Berdasarkan gambar dibawah ini, sejak tahun 1989 sampai 2005 pertumbuhan GDP AS hanya tumbuh sebesar 50% sedangkan China mencapai lebih dar 300%.

image

Sepanjang sejarah, hubungan antara AS – China ditandai dengan naik turunnya hubungan tersebut, yang terkadang dalam kondisi baik, namun tidak jarang juga dalam kondisi buruk. Kerjasama memang sering terjadi dalam hubungan kedua negara namun tidak jarang pula terjadi ketegangan, antara lain tercermin dari pernyataan Presiden George W. Bush di awal masa jabatannya sebelum tragedi World Trade Center (WTC) tahun 2001, yang mengubah pola pendekatan hubungan AS–China dari strategic partnership approach menjadi strategic competition approach yang bersifat konfrontatif.

Meskipun dalam hubungan AS–China sering mengalami ketegangan dalam bidang militer, tidak demikian halnya dalam bidang ekonomi dan perdagangan yang pada dasarnya menuntuk semangat kerjasama, seperti kerjasama perdagangan bebas pada tataran global dalam kerangka WTO. Demikian juga halnya komitmen kerjasama AS–China juga dituntut dalam rangka kerjasama ekonomi regional, seperti Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Dalam kerangka APEC, AS dan China, sebagai dua negara anggota diantara 21 anggota APEC, dituntut untuk melakukan kerjasama penuh sesuai dengan 8 prinsip dasar APEC, yakni perdagangan dan investasi bebas, kerjasama internasional, solidaritas regional, saling menguntungkan, saling menghormati dan egalitarian, pragmatisme, pengambilan keputusan berdasarkan konsensus bersama dan implementasi dengan mendasarkan pada fleksibelitas, serta regional terbuka.

Komitmen kerjasama dalam berbagai bidang oleh AS – China menjadikan China sebagai mitra dagang kedua terbesar dari AS, sumber impor kedua terbesar, dan pasar ekspor keempat setelah Kanada, Mexico, dan Jepang. Perkembangan dalam hubungan perdagangan kedua negara telah membawa AS – China kedalam fase hubungan yang saling tergantung. Selain itu masuknya China ke dalam WTO juga telah memberikan suatu perubahan yang signifikan dalam perekonomian China yang ini terintegrasi dalam perekonomian dunia.

Perdagangan bebas telah memberikan keleluasaan terhadap barang impor untuk memasuki pasar domestik sebuah negara melalui eliminasi regulasi yang ditetapkan pemerintah untuk mempermudah mobilitas produk misalnya dengan reduksi hingga eliminasi pajak. Akibatnya, pasar domestik tidak jarang dibanjiri oleh produk impor dengan variasi harga yang terkadang lebih murah daripada produk lokal sehingga konsumen semakin banyak pilihan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tinggi rendahnya pendapatan. Hal ini juga berakibat terhadap tingginya iklim kompetisi perdagangan antar negara sebagai wujud konsekuensi eksistensi perdagangan bebas yang berkembang. Dengan adanya globalisasi dan terintegrasinya perekonomian suatu negara dibawah kerangka WTO maka akan menstimulus ketergantungan suatu negara dnegan negara lain. Hal ini juga yang tergambar dalam hubungan AS – China. Semenjak China menjadi anggota WTO dan terjadinya peningkatan volume perdagangan kedua negara maka AS-China secara ekonomi juga telah tergantung satu sama lain.

image

Hubungan perdagangan bilateral AS dan China telah menjadi sangat signifikan. Hal ini dibuktikan dengan ketergantungan perekonomian kedua negara seperti yang tergambar pada tabel diatas. Dengan adanya perjanjian dagang diantara kedua negara, maka volume perdagangan diantara keduanya juga meningkat. Namun, peningkatan volume perdagangan yang terjadi dalam hubungan AS–China telah memberikan ketidakseimbangan perdagangan bagi AS. Akibat hubungan dagangnya dengan China, AS telah secara nyata mengalami defisit perdagangan. Sejak ditandatanganinya perjanjian perdagangan AS – China, AS hanya mengalami surplus dagang pada empat tahun pertama dan setelah itu AS mengalami defisit, walaupun pada ada beberapa tahun dimana AS mengalami surplus namun defisit perdagangan lebih mendominasi perdagangan AS dan China. Selain itu dalam hubungan kedua negara juga diwarnai konflik – konflik kepentingan politik. Hal ini sudah terlihat dari pembentukan kerjasama kedua negara namun konflik kedua negara semakin berkembang ketika China telah menjadi anggota WTO.

Performa perekonomian China yang semakin berkembang pesat tidak jarang dihubungkan dengan perkiraan pelanggaran – pelanggaran dan kebijakan – kebijakan China yang dapat merugikan negara lain. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kamer Dagang AS (US Chamber of Commerce) memperkirakan bahwa pelanggaran hak kekayaan intelektual yang dilakukan China telah merugikan perusahaan – perusahaan AS sebesar 200-250 milyar dollar AS secara global setiap tahunnya, dengan porsi yang signifikan disumbangkan oleh pembajakan di China. Hal ini tentunya menambah friksi dagang yang terjadi pada kedua negara.

Laju pertumbuhan perdagangan AS – China telah dipercepat sejak tahun 1989 setelah pemberian status MFN China, seperti yang terlihat pada grafik tabel dibawah. Antara tahun 1989 dan 1997, impor AS dari China telah tumbuh rata– rata 6.4 milyar dolar per tahun, sedangkan ekspor meningkat sekitar 1 milyar pertahun. Dengan demikian defisit semakin melebar menjadi 5.5 milyar pertahun pada periode ini.

image

Antara tahun 1997 dan 2001, pertumbuhan impor meningkat lebih dari 50% (mencapai 10 milyar dolar per tahun) sedangkan pertumbuhan ekspor hanya sekitar (1,4 milyar dolar), dan gap perdagangan semakin membesar mencapai 8,6 milyar per tahun. Ekspor meningkat dengan cepat, namun tidak cukup untuk mengimbangi ledakan impor, sehingga defisit meningkat, rata – rata 21 milyar per tahun, pada tahun 2002 dan 2003. Hal ini tentu tidak terlepas dari masuknya China ke dalam WTO.

Klaim bahwa perjanjian perdagangan baru (masuknya China ke dalam WTO) akan menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan di AS memang telah terbukti namun membanjirnya impor dari China tidak dapat dipungkiri membuat produsen dalam negeri AS haru kompetitif terhadap barangbarang dari China dengan harga yang lebih murah. Hal ini berdampak terhadap terhambatnya sektor manufaktur di AS dan membuat banyak perusahaan manufaktur tidak dapat bersaing sehingga terciptanya peningkatan pengangguran sepertinya tergambar pada diagram dibawah
image

Antara 2001 dan 2003, perpindahan pekerjaan melonjak menjadi 234.000 per tahun, lebih dari dua kali lipat dari 4 tahun terdahulu. Perubahan ini sangat penting karena jumlah tenaga kerja domestik AS turun dari tahun 2001 hingga 2003 dan tingkat pertumbuhan defisit perdagangan AS dengan semua negara melambat. Antara 1997 dan 2001, defisit perdagangan global AS meningkat 31% (7,8% per tahun). Antara 2001 dan 2003, tumbuh 10% (5,1% per tahun).

Masuknya China ke WTO pada satu sisi, telah memberikan keuntungan bagi AS yaitu dengan terbentuknya lapangan kerja pada awal China menjadi anggota WTO, selain itu juga terjadinya peningkatan volume perdagangan kedua negara. Namun pada sisi yang lain, gelompang impor yang besar dari China telah menimbulkan tekanan bagi industri di AS, sehingga AS mengalami neraca perdagangan yang defisit dengan China. Selain itu, data dalam periode 2000-2005 menunjukkan bahwa peningkatan impor dari China untuk sebagian besar menggantikan impor dari bagian lain Asia.

Namun, mungkin ada faktor lain yang mempengaruhi impor dari bagian lain di Asia selama periode tersebut. Hal ini menunjukkan banyak tapi tidak semua impor dari China menggantikan impor dari negara lain di Asia. Akibatnya, ada pengaruh kecil sementara pada net trade AS, dimana secara keseluruhan terjadi peningkatan impor sekitar 20 milyar dolar. Jadi, dengan efek perpindahan rekening, paket reformasi ekonomi China mengakibatkan peningkatan defisit perdagangan AS sebesar 20 milyar dolar pada tahun 2005. Adapun gambaran mengenai pengaruh peningkatan perdagangan AS dengan China seperti tabel dibawah ini

image