Bagaimana Penetapan Kadar Air Dan Kadar Abu Pada Makanan?

Penetapan Kadar Air Dan Kadar Abu Pada Makanan

Air digunakan dalam jumlah besar baik dalam pangan maupun dalam tubuh manusia dibandingkan dengan zat gizi lainnya. Didasarkan pada seluruh bobot tubuh hampir 60-70% tubuh manusia terdiri dari air. Sementara berdasarkan pernyataan Dwijoseputro (1994), bahwa air merupakan kandungan penting dalam bahan pangan termasuk makanan. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. (Hakim, 1986).

Bagaimana Penetapan Kadar Air Dan Kadar Abu Pada Makanan?

Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap mikroba yang dinyatakan dengan Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan (Winarno, 2004).

  1. Air bebas merupakan air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh. Contoh: pelarut garam, larutan untuk koloid.

  2. Air terikat merupakan molekul air yang terikat secara fisik dalam jaringan matriks bahan seperti membran, pembuluh kapiler, serat dan lain-lain.

  3. Air hidrasi merupakan molekul air yang terkecil yang terikat secara kimia. Contoh: laktosa, monohydrate, garam (Rosi, 2010).

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air juga merupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air bebas dapat memudahkan pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Haryanto, 1992).

Menurut pendapat Rossi (2010), pentingnya penentuan kadar air yakni:

  1. Kadar air dalam suatu bahan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut.

  2. Penentuan kadar air dari suatu bahan sangat penting agar didalam proses pengolahan maupun pendistribusiannya mendapat penangan tepat.

  3. Sebagai penentu faktor mutu dalam pengawetan beberapa produk.

  4. Menurunkan kadar air digunakan untuk kenyamanan dalam pengemasan atau transportasi.

  5. Kadar air selalu spesifik dalam komposisi standar.

  6. Perhitungan nilai gizi makanan.

  7. Data perhitungan yang digunakan untuk menunjukkan perhitungan analisis lain pada basis yang sama. Contoh: basis basah dan basis kering.

Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu; metode pengeringan (oven), metode distilasi, metode kimia, dan metode khusus seperti spektrofotometer (Burhanuddin, 2009).

1. Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).

Sifat dari metode analisa kadar air dengan menggunakan metode oven berdasarkan pada gravimetri, yaitu berdasarkan pada selisih berat sebelum pemanasan dan setelah pemanasan. Sehingga sebelum dilakukan analisa, terlebih dahulu dilakukan penimbangan cawan yang akan dipergunakan untuk mengeringkan sample. Penimbangan dilakukan sampai berat cawan konstan, yaitu dengan memanaskan cawan dalam oven pada suhu 100-105 oC selama 1-2 jam (Anonim, 2011).

2. Kadar Abu

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Astuti, 2011).

Abu merupakan residu anorganik dari hasil pengabuan. Kadar abu ditentukan dengan cara mengukur residu setelah sampel dioksidasi pada suhu 500-600 ˚C dan mengalami volatilisasi. Untuk pengabuan yang sempurna, pemanasan dilakukan sampai warna sampel menjadi seragam dan berwarna abu-abu sampai putih, serta bebas dari sisa sampel yang tidak terbakar (Estiasi, 2012).

Kadar mineral dalam bahan pangan mempengaruhi sifat fisik bahan pangan serta keberadaannya dalam jumlah tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis tertentu (Suhartini, 2012).

3. Penentuan kadar Air dengan Metode Oven

Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105˚C selama waktu tertentu.
Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air (Anonim, 2011).

Dengan mengatur panas, kelembaban, dan kadar air, oven dapat digunakan sebagai dehydrator. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam. Lebih lama dari dehydrator biasa. Agar bahan menjadi kering, temperature oven harus di atas 140˚Fahrenheit. Kelebihan metode oven adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur sesuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan. Kelemahan metode oven adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami (Anonim, 2012).

4. Penentuan Kadar Abu dengan metode Tanur

Kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar
dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik akan terbakar. Kadar abu dalam suatu bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan pangan tersebut. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan (Winarno, 1991).
Tanur adalah alat pembakaran menggunakan suhu ≥ 5000C, hingga mencapai 13000C. Keuntungan dari metode tanur adalah penggunaannya yang aman, hanya membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit, beberapa sampel dapat dianalisis secara bersamaan, tidak memerlukan tenaga kerja yang intensif, dan abu yang dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral. Sementara kelemahan metode ini adalah memerlukan waktu lama, biaya listrik yang lebih tinggi untuk memanaskan tanur dan kehilangan mineral yang dapat menguap pada suhu tinggi (Suhartini, 2012).

Sumber
  1. R.A, Day, Jr. / A.L. Underwood., Analisa Kimia Kuantitatif, ed. Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2002