Secara umum fungsi kepala keluarga adalah sebagai pemimpin, panutan bagi keluarganya. Dalam satu keluarga, suami biasanya yang memiliki peran tersebut. Seperti yang kita tahu bahwa kehidupan dalam berumah tangga tidaklah mudah, ada naik turunnya.
Ketika sedang berada dalam masalah, dan sebagai istri melihat bahwa suaminya tidak bisa menjadi kepala keluarga yang mengambil keputusan, yang mencari nafkah, bisakah mereka bertukar peran? Bisakah perempuan mengambil alih peran sebagai kepala keluarga?
Menurut saya bisa-bisa saja, dan bahkan merupakan keputusan yang tepat khususnya bila suami tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai kepala rumah tangga.
Siapa yang menjadi kepala keluarga tidaklah penting, yang terpenting ialah bagaimana suatu keluarga menjaga keharmonisannya. Jika dengan memberikan peran kepala keluarga kepada perempuan akan membawa kebaikan, kenapa tidak ?
Dikutip dari Masruroh (2008)
Dalam al-Qur’an tepatnya surat an-Nisa ayat 34 menyebutkan bahwa suami sebagai kepala keluarga adalah memang benar. Akan tetapi ulama baik mufassir maupun fuqaha memberi kriteria bahwa suami yang menjadi kepala keluarga adalah yang mempunyai kelebihan (fadl) dan telah memberi nafkah terhadap istrinya (infaq). Secara otomatis jika dua kriteria tersebut tidak dimiliki oleh suami bukan tidak mungkin yang menjadi kepala keluarga adalah istri. Meskipun baik suami maupun istri berpeluang menjadi kepala keluarga, untuk menjaga keharmonisan dalam rumah tangga, hal itu harus melalui musyawarah diantara kedua belah pihak bahkan jika telah mempunyai anak, anak bisa diikut sertakan, sehinngga apabila dikemudian hari ada salah seorang anggota keluarga yang tidak diterima, maka penolakan itu tidak sah karena sudah terjadi kesepakatan. Selain itu jika suami dan istri memposisikan dirinya sebagai pasangan yang bermitra, berpatner dan sejajar akan timbul rasa saling mencintai serta menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing sehingga siapapun yang menjadi kepala keluarga tidak menjadi masalah jika mengerti akan keadaan masing-masing pasangan.
Referensi
MILATI MASRUROH (2008) PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP ISTRI SEBAGAI KEPALA KELUARGA. Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Sebenarnya sah-sah saja selagi ia mampu dan memang tidak ada lelaki lain yang dapat mengamil peran sebagai kepala keluarga lagi. Namun menurut saya ini akan cukup berat jika wanita yang mengambil peran tersebut.
Menurut saya bisa dan sah-sah saja perempuan menjadi kepala keluarga. Apalagi situasinya membuatnya mengambil peran tersebut. Bisa saja karena mungkin suaminya tidak lagi menjalankan peran dengan baik, atau ia kehilangan suaminya, atau ia bercerai dengan suaminya lalu sementara ia harus berperan ganda.
Perempuan bisa menjadi kepala keluarga. Mungkin juga hal ini dilatarbelakangi oleh dirinya yang sudah terbiasa sedari dulu menjadi kepala keluarga yang menjadikannya mandiri secara finansial, sehingga ketika kepala keluarga tidak menjalankan perannya dengan baik ia bisa mengambil alih peran tersebut.
Perempuan bisa mengambil alih peran sebagai peran kepala keluarga. Tetapi apakah pasangan suami-istri ini bisa bertukar peran? Saya tidak yakin bisa.
Dari pihak istri mungkin bisa sebagai kepala keluarga. Tetapi lelaki apakah bisa berperan sebagai ibu rumah tangga? Saya tidak yakin. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang berat, lebih berat dibandingkan pekerjaan manapun. Di mana kita dituntut untuk bisa memasak, membersihkan rumah, menjaga anak-anak, mencuci baju, dan berbagai pekerjaan rumah lainnya. Pada dasarnya laki-laki kebanyakan tidak bisa multi-tasking, seperti ibu-ibu biasanya, memasak-mencuci baju-menjaga anak dilakukan secara bersamaan.
Terkait feminisme mengenai peran wanita sebagai kepala rumah tangga bukanlah hal yang aneh. Dikarenakan banyak wanita dapat berperan besar didalam keluarga, yang menjadikan wanita tidak hanya kepala rumah tangga tetapi juga menjadi sekup bagian terpenting sebagai peran pengendalian saat ini. Dilihat dari kesetaraan tersebut jika berbicara seperti itu, maka kita juga pasti melihat dari sisi bagaimana peran yang seharusnya, bisa saja didalam rumah tangga yang awalnya adanya perselisihan yang
menyebabkan adanya perceraian. Disatu pihak wanita dihadapan dengan rasa trauma yang amat berat ketika harus membangun mahligai rumah tangga. Dan disatu pihak lagi wanita dihadapkan oleh perannya sebagai ibu yang mendidik serta membentuk karakter anak-anaknya kelak.
Jadi menurut saya, perempuan dapat berperan jika dihadapkan dengan peranan sebagai kepala rumah tangga dilihat lagi dari aspek seperti apa yang dihadapinya.
tentu saja bisa. gender bukanlah patokan akan peran leadership. beberapa pahlawan kita yang telah memberikan jasa jasa yang besar terhadap kemerdekaan adalah jendral perang yang hebat, dan beberapa diantara mereka adalah perempuan yang memimpin ratusan prajurit pria. itu adalah sedikit aspek kapabilitas seorang perempuan dalam hal memimpin.
Menurut saya, ketika sudah tidak ada lagi laki-laki yang bisa mengambil peran sebagai kepala keluarga maka sah-sah saja jika perempuan yang mengambil alihnya. Mungkin saja hal ini terjadi karena ketidakmampuan laki-laki dalam keluarga dalam melanjutkan perannya.
Misalnya seperti keluarga yang kepala keluarga (suami atau ayah) meninggal dunia. Otomatis dalam pergantian kartu keluarga yang menjadi kepala keluarga adalah ibu jika anaknya belum mampu untuk mengambil alih peran tersebut.
selain itu saya mempercayai satu hal ini, kalau ibu bisa menjadi ayah. tetapi ayah belum tentu bisa menjadi ibu.
sehingga menurut saya, perempuan juga bisa menjadi pemimpin dalam keluarganya.
Ya gapapa, hebat dong tulang rusuk bertransformasi menjadi tulang punggung.
Lagipula, lagi-lagi dilihat dulu alasan dibaliknya itu apa. Kalo suaminya waras wiris, haha hihi sana sini tapi kok istrinya yang jadi tulang punggung keluarga, itu aku yang ga setuju. Kecuali, karena memang desakan kondisi, misalnya suami sudah tidak bisa bekerja secara normal (punya sakit misalnya), i think it’s fine, no problem if woman take a role as head of her family. Udah ngga ada pilihan lain, dan udah nggada yang bisa diandalkan selain dirinya sendiri, sederhananya seperti itu. Disinilah pentingnya seorang perempuan harus berpendidikan tinggi, karena, kehidupan di masa depan itu kita nggada yang tau, meskipun suami kita komisaris misalnya, tapi tetep kita gabisa jamin bahwa “dapur kita selalu ngebul”. Bisa jadi, si suami di tengah karirnya kena serangan jantung terus meninggal misalnya, siapa yang harus menggantikannya? Kita (perempuan) juga kan?
Kebetulan, keluargaku sendiri seperti ini. Peran ayah sudah lama digantikan oleh mamaku. Karena pada saat itu (tahun 2014) ayahku mengalami kecelakaan kerja, yang mengakibatkan kedua engsel tangan kanan kirinya lepas dan retak,sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Ibaratnya kaca pecah, kalo disambung udah ngga sebagus sebelum pecah kualitasnya. Sama dengan ayahku, meskipun kejadian itu sudah 7 tahun lamanya, tapi tangan ayahku tetep merasa sakit jika digunakan untuk mengangkat atau melakukan pekerjaan berat. Sehingga, oleh mamaku, beliau diminta untuk tidak usah bekerja daripada semakin menyiksa kondisinya. Ya jadi sejak saat itu hingga hari ini, mamaku menjadi tulang punggung keluarga
Pada era modern ini perempuan menghadapi dua tantangan, yang pertama, dirinya sendri
yaitu berkaitan dengan peran dan fungsinya dalam keluarga khususnya. Kedua, ilmu dan teknologi terutama bagi perempuan yang berperan ganda. Apalagi bila suami tidak berperan bahkan menjadi seorang yang harus diurus pula. Maka semakin sempurnalah tantangan yang harus dihadapi perempuan.
Wanita sekarang sudah banyak yang berpendidikan tinggi sehingga secara jujur harus diakui bahwa tantangan, tanggung jawab dan beban semakin berat. Padahal sumbangan wanita yang berpendidikan merelakan. Dirinya untuk rumah tangga itu tidak ternilai harganya. Mereka adalah ibu rumah tangga yang mampu menghasilkan anak-anak yang saleh dan berakhlaq mulia. Hal ini jauh lebih mulia dibanding yang berpikir pada materi. Namun pada kenyataannya tidak semua wanita hidup bahagia dalam lingkungannya rumah tangga. Maka belum tentu ini merupakan kodrat alami bagi perempuan.
Menurut saya itu hal yang wajar dan sah-sah saja dilakukan. bukan sebuah kesalah jika seorang wanita mengambil peran menjadi kepala keluarga. Bukankah dalam sebuah rumah tangga suami dan istri harus saling membantu tanpa memandang kedudukan mereka?, jadi menurut ku jika wanita bisa mengambil peran sebagai kepala rumah tangga bukan sebuah hal yang salah atau kurang wajar.