Bagaimana pendapatmu tentang pemborosan yang berkedok self reward?

Self reward merupakan salah satu cara seseorang untuk menghargai bahkan menyenangkan dirinya. Hal tersebut memang sangat perlu dilakukan, karena jika tidak diri kita sendiri yang membahagiakan mau siapa lagi ?

Tapi saya rasa terkadang saat ini banyak sekali orang yang boros berkedok dengan self reward. Seakan-akan self reward menjadi hal yang buruk. Padahal self reward itu hal yang baik dan penting, untuk menghargai atau mengapresiasi usaha kita selama ini. Self reward tiap orangpun berbeda-beda, ada yang ia dengan berbelanja, travelling, kulineran dll.

Tapi bagaimaan jika self reward hanya embel-embel seseorang, padahal ia hanya terlalu boros saja?

5 Likes

Relate banget sih sama saya hehehe. Terkadang suka pingin beli ini beli itu dalam rangka pengen kasih self reward ke diri sendiri, padahal mah emang demen aja wkwkw. Saya tahu kalau itu sebenernya nggak bener, seharusnya self rewardkita lakukan ketika kita sudah mencapai suatu target tertentu dalam rangka motivasi ke diri sendiri dan mengapresiasi diri sendiri, karena tidak ada yang paling peduli kepada kita kecuali kita sendiri bukan ? Tapi ya bukan berarti, kita Self reward tiap hari. Habis nyapu, self reward. Habis bersih-bersih kamar, self reward hahaha.

Tapi, serius loh, self reward memang sangat penting untuk kita lakukan. Nggak harus kok dengan beli barang-barang mahal yang menghabiskan banyak uang. Cukup bilang ke diri sendiri “kamu hebat, semangat ya sedikit lagi tercapai”. Selain bisa berhemat uang, ngobrol dengan diri sendiri menjadi salah satu healing dan dapat memotivasi diri sendiri. Kalau mau beli sesuatu ya boleh kok asal jangan sering-sering aja hehe.

1 Like

Self-reward pada prinsipnya adalah salah satu bentuk self-care. Kita peduli pada diri kita yang sudah bekerja keras, kita peduli pada pencapaian yang sudah kita hasilkan, dan untuk itu kita “berterima kasih” pada diri sendiri. Dengan adanya self-reward, otak kita akan mengaitkan reward dengan kerja keras. Kalau pola tersebut terbentuk maka proses memotivasi diri kedepannya semakin mudah. Yang jadi repot adalah kalau kita tanpa disadari menyetel otak kita untuk mengasosiasikan reward dengan sesuatu yang tidak sehat seperti pemborosan. Sekali dua kali mengeluarkan banyak uang untuk menyenangkan diri sendiri mungkin tidak jadi masalah. Tapi jangan sampai hal ini menjadi kebiasaan yang bukannya menguntungkan, malah backfire menjadi hal yang merugikan.

Bayangkan kalau pada akhirnya akibat kebiasaan default self-reward di otak kita adalah membeli barang mahal. Saat kita merasa perlu memberikan reward pada diri sendiri tapi kondisi keuangan tidak memungkinkan, kemungkinan besar kita menjadi tidak puas. Selain itu, dalam jangka panjang pemborosan akan merugikan kita. Dana yang kita punya, mungkin akan lebih bermanfaat bila dialokasikan ke hal lainnya. Tapi kesadaran semacam itu biasanya terkalahkan oleh urgensi self-reward yang sifatnya insidental.

Coba deh pikirkan, tujuan kita memberikan self-reward adalah agar diri kita bisa merasa “penuh” kembali setelah mencurahkan energi dan pikiran sehingga bisa melanjutkan produktifitas itu di hari-hari kedepan. Sebaiknya kita tidak melimitasi pilihan yang kita punya untuk self-reward hanya sebatas pada membeli barang mahal karena sebenarnya fulfillment itu bisa datang dari banyak hal. Self-reward yang bisa kamu coba misalnya mengagendakan quality time bersama keluarga atau sahabat, meluangkan waktu untuk melakukan hal yang kita sukai, dan lain-lain. Dan kalau kamu memang ingin membeli barang mahal sebagai bentuk self-reward, jangan lupa sesuaikan anggaran. Jangan sampai self-reward yang seharusnya menyenangkan malah berujung penyesalan.

1 Like

Kalau ini jelas tidak setuju karena aku mengartikan boros sebagai alokasi dana yang berlebihan dan/ tidak tepat guna (jadi kalau terlalu boros berarti terlalu berlebihan dan/ terlalu tidak tepat guna hehe). Meskipun begitu aku paham kalau definisi boros bagi setiap orang berbeda-beda, tergantung pada kebutuhan dan kemampuan.

Kalau memang bentuk self-rewardmu dengan check out barang-barang di marketplace atau belanja di mall, tidak masalah. Asalkan seperti yang disampaikan kak @adityalaksamana tadi.

Mungkin aku punya beberapa saran dalam hal ini:

  1. Kenali dulu pola self-rewardmu. Pikirkan barang-barang apa yang biasanya kamu jadikan sebagai hadiah untuk dirimu dan biasanya sebulan berapa kali kamu perlu memberikan hadiah untuk dirimu (durasi waktunya disesuaikan dengan kondisi masing-masing)
  2. Hitung pendapatanmu dan juga kebutuhanmu yang lain. Perkirakan kemampuan keuanganmu untuk self-reward.
  3. Kalau pendapatanmu cukup untuk memenuhi kebutuhanmu dan kebutuhan self rewardmu, berarti aman. Tapi kalau tidak, coba cari alternatif self reward yang lainnya. Jangan sampai mengorbankan kebutuhan lain yang lebih penting.
  4. Terakhir, dan menurutku sangat penting agar tidak terjadi pemborosan, sebaiknya self rewardnya dalam bentuk barang yang tidak hanya memenuhi keinginanmu, tapi juga kebutuhanmu. Dengan kata lain pilih barang yang memang bernilai guna dalam jangka panjang, bukan hanya pemenuhan kesenangan sesaat.

Nah itu tadi sedikit saran dari aku. Bagi teman-teman lain punya saran tambahan, bisa reply jawabanku ya!

1 Like

Saya sepakat bahwa self reward itu adalah sesuatu yang penting, tetapi kalau self reward dijadikan alibi untuk menutupi pemborosan jelas saya tidak sepakat.
Sepertinya stigma yang terbentuk di masyarakat kini adalah self reward itu harus melulu soal materi: beli ini beli itu, padahal banyak hal yang bisa menjadi self reward tanpa perlu menghabiskan banyak uang, misal saja menyisihkan waktu untuk mencari hiburan seperti nonton film atau serial setelah beberapa waktu sibuk dengan urusan pekerjaan atau tugas-tugas lainnya.

Seharusnya self reward itu menjadi hal yang positif, sebagaimana tujuannya adalah mengapresiasi diri sendiri setelah berhasil melakukan atau mencapai suatu hal, maka semestinya juga 'bentuk’nya haruslah positif, bukan malah jadi ‘boros’ (negatif).

Menarik nih! Akhir-akhir ini sering sekali mendengar teman circle semester tua berpendapat seperti itu. Bahwa terkadang self reward adalah pemborosan, padalah sebenarnya tidak seperti itu konsepnya. Mungkin yang seperti itu adalah untuk pembalasan yang mana sebelumnya strugglenya keras sekali dan bersakit-sakit sehingga ia terlalu sennag dengan self reward sampai-sampai boros.

Self reward itu perlu sekali lohh! Karena kita butuh apresiasi untuk usaha dan kerja keras kita selama ini untuk meraih sesuatu. Namun jika berlebihan juga tidak baik, jika tidak sesuai dengan anggaranpun tidak baik. Cara self reward tiap orang berbeda-beda, biarkan saja ia melakukan apa yang ia ingiinkan. Namun jika sudah melampaui batas bisa diingatkan bahwa masih ada hal kepentingan lain yang harus diutamakan.

Jadi saya sangat tidak sepakat jika self reward hanya dijadikan albi untuk boros dan menghambur-hamburkan uang yang tidak semestinya.

1 Like

Sepakat kak… Dengan begitu, uang yang kita gunakan ketika membeli barang tersebut menjadi lebih berguna di kehidupan kita sehari-harinya. Saya ada cerita menarik yang berasal dari satu pasangan yang sebentar lagi akan menikah. Mungkin ini konteksnya bukan self reward ya… tetapi semacam hadiah yang diberikan ketika laki-laki dari pasangan tersebut melamar kekasihnya. Si perempuan pernah berkata kepada laki-laki tersebut, bahwa ketika si laki-laki akan melamarnya nanti, perempuan tersebut bilang tidak butuh cincin emas atau makan malam mewah di hotel bintang lima, dia malah engatakan

“mending kamu kasih aku set peralatan dapur, karena kita akan lebih butuh itu ketika sudah menikah nanti”

Dan beneran dong, akhirnya laki-laki tersebut membelikan satu set peralat dapur ketika dia melamar kekasihnya, dan si perempuan girang banget. Dimana perempuan lain lebih suka dibelikan cincin, si perempuan tadi lebih suka dibelikan barang-barang yang sesuai dengan kebutuhannya. Dari cerita ini, saya bisa mengambil pelajaran bahwa, reward seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan kita agar uang yang dihabiskan tidak akan sia-sia demi hanya memenuhi nafsu keinginan belaka.

1 Like

Saya percaya bahwa belanja, travelling atau kulineran bisa dijadikan self reward. Misalnya kita yang capek dan lelah bekerja kemudian mengalokasikan waktu untuk menikmati semangkok bakso favorit. Atau sekadar berjalan-jalan dipusat perbelanjaan kemudian mebawa pulang satu hingga dua potong baju. Selain sebagai upaya mengapresiasi diri atas kerja keras atau pencapaian, melakukan hal-hal tersebut juga dapat mengembalikan semangat dan meredakan stress.

Dengan catatan self reward itu tidak menjadi kebiasaan rutin, dan dijadikan alasan padahal sejatinya kita yang kecanduan. Disinilah kemudian terjadi yang namanya pemborosan.

1 Like