Bagaimana pendapatmu tentang lawan jenis yang tinggal bersama tanpa menikah?

image

Tadinya mungkin hal ini terdengar asing di masyarakat kita, tapi lambat laun tren semacam ini banyak kita temukan terutama di kalangan muda. Ada banyak alasan kenapa pasangan atau mungkin teman lawan jenis yang belum menikah memilih untuk tinggal bersama. Salah satu alasan yang paling sering adalah supaya lebih hemat, karena dengan tinggal bersama, mereka dapat menanggung kebutuhan hidup bersama. Apalagi bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar dengan biaya hidup tinggi, hal ini kedengarannya cukup masuk akal. Selain alasan finansial ada juga alasan kesehatan mental. Di lingkungan yang individualis, adanya teman sangat krusial untuk menjaga kewarasan seseorang. Banyak orang yang depresi karena kesepian, kan? Tentu saja setiap hal ada pro kontranya. Banyak juga orang yang kontra karena melihat dari sudut pandang budaya dan moralitas. Kalau menurutmu sendiri bagaimana?

4 Likes

Wah, topik yang sangaat menarik ya hahaha :rofl:

Oke, kalau misal dilihat dari sudut pandang budaya mungkin tren ini akan terlihat buruk atau tidak pantas. Kita tahu sendiri mayoritas di negara ini agamanya adalah Islam, dan dalam agama ini aturan hubungan antar lawan jenis sangat jelas. Jadi, kalau ada lawan jenis (bukan saudara) yang tinggal bersama tapi belum menikah, ya pasti heboh hehe.

Tapi, sebagai anak muda juga, aku sangat memahami alasan ini. Tinggal di kota besar dengan segala kebutuhan yang mahal, kesepian, butuh teman, dan berbagai alasan lainnya. Kita tahu sendiri betapa mahalnya kebutuhan-kebutuhan untuk hidup. Bahkan untuk anak muda sekarang, kadang untuk hidup ga bisa cuma beli kebutuhan sehari-hari. Banyak anak muda yang butuh membeli barang mahal untuk diakui orang-orang sekitarnya, atau generasi sandwich yang harus menopang biaya hidup orang tua dan saudara-saudaranya.

Selain itu, tingkat depresi yang dialami oleh anak-anak muda juga meningkat. Ada teman yang bisa mendampingi bisa jadi sangat menolong.

Mungkin ada pertanyaan baru jika melihat alasan anak muda memilih tinggal bersama tapi tidak menikah untuk menyelesaikan permasalahan finansial atau butuh teman itu.

1. Mengapa tidak menikah?

Kalau menurut aku, banyak kecemasan yang sekarang dialami anak muda untuk menikah walaupun sudah ada pasangan. Cemas akan finansial, cemas terhadap hubungan keluarga, cemas karena takut pernikahan tidak bahagia, dan masih banyak lagi. Hal-hal itu, menurutku, disebabkan karena banyaknya informasi yang mereka bisa dapatkan sekarang. Berita perceraian dan perselingkuhan di mana-mana. Berita orang tua yang menelantarkan anaknya. Cerita dari mertua yang kejam. Bagi sebagian anak muda, tidak menikah itu lebih simple.

2. Mengapa harus lawan jenis?
Untuk jawaban dari pertanyaan ini, ya karena hubungan antara manusia cocok-cocokan aja sih. Bisa jadi mereka bukan pasangan, tapi teman dekat yang akhirnya ingin menghemat dengan tinggal bersama. Kenapa lawan jenis, ya karena bisa saja dia tidak punya teman dekat yang sejenisnya. Atau alasan-alasan lainnya.

Jadi bagaimana pendapat pribadiku tentang tren ini?

Untuk yang tinggal bersama lawan jenis:
Gapapa, asal bisa menerima konsekuensinya. Tinggal dengan lawan jenis di negara yang punya budaya seperti ini, pasti udah tau konsekuensinya apa. Harus siap digosipin sama tetangga. Kalau ternyata ga ijin orang tua, ya siap-siap aja kalau nanti dimarahi. Atau, konsekuensi bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dan, ya banyak sih konsekuensinya.

Untuk orang yang tidak setuju dan bertemu dengan orang yang tinggal dengan lawan jenis tanpa menikah:
Kalau mau dilaporin ke ketua RT atau semacamnya, silahkan. Tapi jangan dihakimi sendiri dan dipermalukan.

2 Likes

Sepertinya saya golongan kontra dan sedikit pronya hahhaa, karena menurut saya hal ini tidak bisa dijadikan sebuah alasan untuk lawan jenis yang belum ada ikatan sah untuk tinggal bersama. Selain agama melarang, norma dan budaya juga saya rasa tidak sesuai dengan fenomena ini. Berteman boleh saja, tapi jika harus tinggal serumah saya rasa itu tidak wajar. Perlu sekali hal ini diperhatikan karena untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Namun saya rasa jika memang benar-benar harus tinggal bersama, saya rasa harus ada batasan misalnya dengan kamar yang berbeda. Bukan berarti saya mendukung ya tapi saya rasa bisa cari solusi lain agar tidak tinggal bersama.

Misalnya saling menyewa atau kontrak rumah atau kos yang sederhana saja jika persoalannya adalah ekonomi. Kemudian jika persoalannya kesepian kan bisa bertemu diluar, di cafe, taman atau tempat lainnya untuk mengerjakan hal yang positif. Mungkin bisa diskusi atau mengerjakan tugas dll, hal tersebut akan mengubur rasa kesepianmu.

1 Like

Hmm… Sebentar. Pertanyaan ini merujuk pada sharing house murni atau cohabitation? Keduanya memang sama-sama berbagi tempat tinggal, tapi yang membedakan adalah jenis relasi dari lawan jenis yang tinggal bersama. Dalam cohabitation, di luar alasan biaya sewa dan lainnya, dua orang yang tinggal bersama tadi memiliki sexual relationship juga.

Meskipun praktiknya masih asing, menurutku sharing-house murni masih dapat dipertimbangkan, mengingat memang biaya sewa lebih mudah apabila ditanggung bersama. Dalam sharing-house murni setiap orang tetap punya ruang pribadi tapi berbagi ruang umum seperti dapur dan ruang keluarga. Selama privasi masing-masing terjaga, masih bisa ditoleransi. Tapi akan lebih baik bila partnernya bukan lawan jenis. Selain karena kepatutan, juga untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan baik dari lingkungan eksternal maupun internal. Sebelum memutuskan sharing house dengan lawan jenis, saranku pertimbangkan resiko terburuknya. Lebih baik mengantisipasi, kan?

Untuk cohabitation, aku sama sekali tidak setuju karena aku berpegang pada prinsip abstinence sesuai dengan norma masyarakat dan agama. Mungkin banyak orang yang tidak sependapat dengan hal ini dengan merujuk pada consent antara dua orang dewasa yang dianggap bisa mejalani gaya hidup sesuka mereka. Menurutku gaya hidup cohabitation ini selain ilegal juga sangat beresiko. Resikonya sudah pasti banyak. Resiko terbesar karena tidak ada payung hukum resmi yang melindungi anak hasil hubungan (bila ada), pengaturan harta gono gini (bila berpisah), belum lagi urusan administrasi, perizinan tinggal dan lain-lain. Apabila terjadi suatu hal yang tidak diinginkan dalam cohabitation, dampaknya bisa fatal.

Menurutku ada baiknya sharing-house dengan lawan jenis tidak dinormalisasi. Karena apabila hal itu dinormalisasi makin banyak peluang bagi cohabitation.

2 Likes

Untuk permasalahan ini, saya sangat tidak setuju apabila lawan jenis berbagi tempat tinggal apapun alasannya. Tentunya yang saya pegang adalah prinsip agama, selain itu sangat beresiko untuk lawan jenis tinggal bersama dalam satu atap.

Adapun untuk mengatasi permasalahan biaya sewa yang mahal, menurut saya apabila rumahnya hanya ada satu pintu masuk mending sharing dengan sesama jenis saja. Atau apabila rumah dengan 2 lantai dan masing-masing punya akses pintu sendiri, saya masih bisa menerima kalau mereka lawan jenis (misalnya perempuan di lantai bawah, laki laki di lantai atas). Dengan syarat, untuk pergi ke lantai atas, tidak boleh melalui dalam rumah lantai 1. Atau tangga nya memang ada di luar rumah. Hal ini agar dapat melindungi daerah privasi masing-masing.

1 Like

Saya adalah orang yang sangat kontra dengan kebiasaan anak muda ini, eh bukan kebiasaan sih kan tidak semua anak muda melakukannya. Dan saya berharap ini tidak pernah menjadi budaya di Indonesia. Mereka yang mengatasnamakan diri berpikiran terbukalah yang kerap melakukannya.

meskipun kontra dengan kebiasaan tinggal bersama ini, tapi saya cukup menghargai keputusan mereka yang melakukannya (baca:tidak peduli) sebab itu bukan urusan saya.

jika alasannya untuk berhemat dan mencari teman, kenap tidak tinggal dengan teman dengan jenis kelamin sejenis. teman kampus misalnya, teman kerja, atau apalah.

Jadi tidak ada pembenaran dalam kebiasan ini. Titik.

Kali ini saya tidak bisa sepakat terkait fenomena ini, karena saya rasa tidak diperbolehkan apabila laki-laki dan perempuan yang bukan mahram hidup dan bahkan tinggal bersama tanpa ada ikatan yang sah ataupun saudara. Hal tersebut tidak bisa ditorelir apapun itu alasannya, karena jika dilihat pasti akan lebih banyak dampak negatifnya.

Cobalah opsi lain untuk mengatasi persoalan yang mengharuskan untuk hidup bersama, cari solusi pasti akan ada jalan keluarnya. Tidak tahu ya kenapa jika saya mendengar bahkan mungkin suatu saat nanti melihat fenomena ini secara langsung saya rasa itu sangat tidak pantas. Selain di agama melarang secara etika sosial saya rasa ini sangat tidak diperbolehkan, terutama di Indonesia.

Jika melihat dari beberapa sumber, saat ini memang masih belum ada hukum atau undang-undang yang mengatur lawan jenis yang sudah dewasa tidak boleh hidup bersama. Namun bukan menjadi alibi seseoran untuk agar tetap bisa hidup bersama tanpa ada sebuah ikatan yang sah. Namun jika saya membaca ada yang menjelaskan bahwa jika masyarakat mengusir oknum tersebut, masyarakat malah akan mendapat hukuman. Masyarakat yang mengusri bahkan akan dituntuk berdasarkan pasal 335 ayat 1 ke 1 kitab undang-undang hukum pidana.

Jadi, pada dasarnya walaupun tidak ada hukum negara yang dapat menghukum pasangan pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ikatan perkawinan tersebut, namun perbuatan tersebut dapat saja memiliki konsekuensi tertentu menurut hukum adat yang berlaku di daerah yang bersangkutan.

1 Like

Posisi saya pribadi jelas kontra dengan perilaku ini. Dua orang berlawanan jenis tanpa ikatan keluarga atau pernikahan bagi saya tidak patut untuk tinggal bersama atau serumah. Siapa yang bisa menjamin tidak akan ada hal negatif dan bertentangan dengan moral saat lawan jenis berdua dalam satu atap? Tidak ada, maka jelas seharusnya perilaku ini tidak dibenarkan dengan alasan apa pun. Apalagi jika alasannya seperti yang disebut tadi, masalah finansial. Yakinlah kalau ingin mencari teman sejenis untuk tinggal itu tidak akan terlalu sulit sebab masalah ini juga pasti dialami dan jadi pertimbangan banyak orang (anak muda perantauan), tinggal kitanya saja mau usaha atau tidak. Masalah butuh teman? Teman juga bisa dicari asal kita juga mau berusaha membuka diri dan berbaur dengan lingkungan baru, pelan-pelan tidak masalah. Lagi pula banyak rumah kontrakan atau indekos yang penghuninya ramai, cuma dipisahkan pintu kamar masing-masing, misalnya. Jadi, tidak perlu takut tinggal sendiri.

Membenarkan hal-hal seperti ini dengan alasan “urusan masing-masing orang” hanya membuat hal tersebut menjadi kebiasaan, menjadi hal yang kemudian dianggap wajar, lumrah, kemudian banyak yang ikut melakukannya karena telanjur jadi trend yang tidak lagi dipermasalahkan. Terserah kalau di negara lain, tetapi saya jelas mengecam tindakan ini di negara kita sebab negara ini menjunjung tinggi norma-norma. Pun sebagai negara beragama, jelas tindakan ini dilarang. Tidak ada satu pun agama di sini yang menganjurkan atau membenarkan perilaku tersebut.

1 Like

Saya sangat setuju dengan pendapat Ariana_Belle tentang hal ini.

Mutlak tidak ada toleransi! Di sini melahirkan berbagai “keberbahayaan”. Hal ini sangat tidak lumrah. Saya berani bertaruh kalau hal seperti ini menimbulkan kasus yang lebih berbahaya lagi. Semisal pelecehan, asusila, bahkan pembunuhan.

Hal ini sangat tidak relevan dan tidak patut untuk diteruskan!

1 Like

Saya menangkap topik ini mengarah ke fenomena “kumpul kebo”. Saat ini fenomena ini sangat banyak terjadi. Saya termasuk orang yang tidak peduli terhadap aktivitas hubungan orang lain, meskipun saya tahu mereka tinggal satu atap meskipun belum menikah, saya rasa mereka melakukan itu berdasarkan keputusan yang sudah dipertimbangkan dengan matang. Soal dosa itu kan ditanggung sendiri.

Memang, fenomena ini tidak sesuai dengan norma yang ada di indonesia. Masyarakat indonesia tidak menerima hal-hal semacam ini karena negara kita merupakan negara dengan Kepercayaan terhadap keagamaan yang kuat. Dan ajaran agama pada umumnya memang mengajarkan jika haram hukumnya untuk melakukan hubungan bahkan tinggal bersama dengan teman lawan jenis jika belum menikah.

Tetapi jika mengambil dari sisi diluar keagamaan, fenomen ini bukanlah hal yang harus dinajiskan. Saya pernah bertanya alasan mereka mau tinggal bersama sebelum menikah adalah karena ingin melihat dan mengenal pasangan lebih dalam, terkait kesehariannya, bagaimana sikapnya mengahadapi kebosanan karna sering bersama, ini dijadikan bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan akan menikahinya atau meninggalkannya. Apakah dia menerima kekurangan dari pasangannya yang akan semakin terlihat jika mereka tinggal bersama.

Menurut saya itu tidak masalah, itu adalah cara mereka untuk mempertimbangkan bagaimana kedepannya. Saya pun yakin, mereka mau tinggal bersama juga sudah memahami konsekensinya.

Dan yang lebih unik lagi adalah adanya budaya yang lebih mendahulukan nikah adat daripada nikah agama. Ini saya tau dari customer saya yang melakukan juga fenomena ini dan keduanya merupakan pasangan satu suku di salah satu daerah di Indonesia. Budaya mereka lebih menghargai nikah secara adat, saya ngga paham sih bukti apa yang menunjukkan bahwa mereka sudah mennikah secara adat (seperti buku nikah), tetapi dia mengatakan kalau tetua adat sudah mengetahui bahwa mereka bersama tidak akan begitu menentang karena apapun yang terjadi nantinya sudah bisa dipertanggungjawabkan secara adat. Mungkin kalau mau lebih paham, coba googling aja.