Bagaimana pendapatmu tentang film Semalam, Anak Kita Pulang?

Semalam, Anak Kita Pulang

Film Semalam, Anak Kita Pulang bergenre drama dan diproduksi oleh rumah produksi Fourcolours Films. Semalam, Anak Kita Pulang bercerita tentang seorang ibu yang merindukan kepulangan si anak. Sejak si anak pergi, berangkat kerja ke tempat yang jauh, ibu ini tak lagi mendengar kabar dari anaknya. Kerinduan yang pada akhirnya menghadirkan bayangan dan kenangan akan si anak.

Film Semalam, Anak Kita Pulang disutradarai oleh Adi Marsono yang juga bertindak sebagai penulis naskah cerita. Film ini dibintangi oleh Suranto, Ngatijah dan Licencia Ade Kurnia.

Semalam Anak Kita Pulang diawali dengan set rumah gubuk reyot ditengah malam dengan kehadiran seorang gadis menumbuk jerami dibawah lampu temaram.Di malam itu ada seorang wanita tua yang terbangun dari tidurnya, membuka pintu dan melihat keseisi halaman sekitar. Gadis itu hilang seketika. Wanita tua itu mencari keseisi halaman. Merasa dihantui, wanita tua itupun terus mencari sumber suara yang didengarnya. Lalu terdengar suara “mbook…” yang seketika memunculkan kredit title. Kita pun tahu bahwa itu adalah suara anak perempuannya. Lantas ada apa dengan gadis tersebut?

Adegan berikutnya masih berkaitan dengan kejadian tadi malam. Wanita tua itu menceritakannya kepada suaminya, yang ternyata adalah sebuah mimpi. ‘tadi malam, anak kita pulang.’ Ujarnya. Sang suami diam saja sambil menyeruput minuman hangat di cangkir, mendengarkan radio rusak dan pergi begitu saja membawa cangkul. Asumsi yang terbentuk: Mimpi tersebut bukan yang untuk pertama kali diceritakan oleh wanita tua tersebut. Mungkin beratusratus bahkan beriburibu kali ia menceritakan hal senada, bahwa anak perempuannya telah pulang entah dari mana, belum jelas apakah anak perempuannya pulang dari perantauan atau dari mana. Yang jelas disini bermain memori wanita tua sebagai sang ibu. Petunjuk lain dibuka pada saat seorang gadis kecil lewat melalui sisi belakang si ibu, dan kemudian gadis muda datang menghampiri sang ibu membopong dua tas besar yang menunjukkan ia hendak pergi jauh. Ia pun memberi pesan terakhir pada ibunya dan berjanji memperbaiki rumah mereka menjadi lebih baik.

Gadis muda tersebut menoleh kelayar dengan pictures expression , dengan menunjukkan parasnya lebih dekat lagi kepada penonton sambil menenteng dua buah tas. Kemanakah ia. Bekerja apakah ia. Tidak ada jawaban untuk itu. Film pun berakhir seketika.

Sedikit sekali film yang bertemakan memori yang merunut pada retorika waktu dan zaman yang mengambarkan kondisi social suatu masyarakat.Coba ingat ‘Syndromes And A Century (2006) yang menceritakan memori yang runut tentang pedesaan dan perkotaan dalam dua plot yang dipisahkan. Disitu diceritakan komparasi antara kehidupan manusia didua tempat yang sama, namun dalam dimensi waktu yang berbeda.

Kembali pada Semalam, Anak Kita Pulang. Melalui memori yang datang dari sang ibu, ada pesan simbolis yang menarik untuk diinterpretasikan :

1. Mobilitas Sosial

Yang terbangun dari film ini dan mengundang tanya adalah, kemanakah sang putri pergi? Untuk apa ? Dan mengapa ia tak kunjung kembali ?

Hal ini menimbulkan jawaban yang spekulatif, namun tetap mengarah pada jawaban yang sederhana, mobilitas sosial.

Lihatlah cara ia mendandani dirinya, rapi, berpakaian sederhana, tak bermake up, seperti anak sekolahan, sempat terbersit didalam interpretasi kita , mungkin ia memutuskan pergi untuk sekolah. Tapi ternyata bukan.” mbok, nanti kalau saya ada uang, kita bisa membangun rumah kita lebih baik dari rumah sebelah…” begitulah kira kira pesan terakhir gadis tersebut.

Ia berkata akan memperbaiki rumah ini agar lebih baik dari tetangganya, menjadikan semua ini berbau motif ekonomi dengan pergi ke luar kota untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Mobilitas Sosial dikenal dalam ilmu sosial sebagai cara untuk memperbaiki hidup, baik dari status sosial, status ekonomi dan status keluarga. Mobilitas sosial di Indonesia sudah ada sejak paska kemerdekaan.

2. Representasi keluarga TKI

Jika memang demikian, muncullah pertanyaan kedua, kemanakah gadis itu bekerja? Tidak dijelaskan. Namun kita dapat menduga duga bahwa gadis ini bekerja sebagai TKI. Kita tahu bahwa banyak sekali gadis muda diberdayakan oleh Negara untuk menjadi tenaga ke penjuru negeri, terutama dari Pulau Jawa. Banyak diantara mereka berakhir dengan kasus macam-macam. Dipenjara, diperkosa, dianiaya hingga yang pulang kerumah hanyalah jasadnya saja. Ada banyak sekali film Indonesia yang merepresentasikan kehidupan TKI, tapi sedikit sekali menghadirkan kehidupan keluarga TKI itu sendiri, serta awal mula bagaimana seseorang menempuh hidupnya sebagai TKI. Pendapat saya ini juga dibenarkan oleh Adi Marsono (sutradara) dalam sesi diskusi yang saya hadiri tentang film ini, bahwa film ini murni adalah representasi keluarga TKI.

Pertanyaan selanjutnya adalah, benarkah Sang putri menghasilkan sesuatu kepada ibunya dari negeri perantauan ? Jawabannya adalah tidak. Pertama , set rumah sebelum dan sesudah ia pergi tak berubah. Malahan bertambah reyot. Hal ini memunculkan ada rasa empati yang mendalam bagi keluarga ini yang sulit untuk dikatakan: ditinggalkan putrinya, tidak tahu dimana ia berada, terkatung katung, dan terpuruk dengan kemiskinan yang sangat.

3. Depresi keluarga TKI

Depresi keluarga TKI mungkin sama parahnya dengan depresi keluarga komunis atau terduga komunis (representasi “The Look Of Silence”), seperti dalam gambaran gambaran kehidupan keluarga yang kehilangan anggota keluarga dengan nasib yang tak pasti. Depresi digambarkan sebagai gangguan psikologis antara harapan dan kenyataan yang tidak menemukan sinkronisasi dan terjadi sampai berlarut larut dan menimbulkan halusinasi imajinatif. Depresi bisa disebabkan oleh banyak faktor, pertama kehilangan angota keluarga, faktor ekonomi dan faktor sosial. “Semalam, Anak Kita Pulang” bermaksud untuk menegaskan kenyataan sosial yang pelik tersebut. Namun benarkah depresi hanya melanda keluarga TKI? Mungkin jika kita menyaksikan Ilo Ilo (2013) dan Semalam, Anak Kita Pulang secara bersamaan, kita akan lebih paham bahwa majikan juga merasakan yang sama. Equality depression .

Adi Marsono (sutradara) mengatakan bahwa “Semalam, Anak Kita Pulang” mengambil lokasi syuting di Sleman dan berlangsung selama kurun waktu satu bulan. Melalui dana dari Fourcolours Film, biaya projek film ini menghabiskan ongkos 10 juta untuk masa pemroduksiannya. Film ini pun menjadi film buatan Fourcolours Film setelah Siti, dimana sudah sangat lama sekali rumah produksi film ini tidak memproduksi film. Melalui kesempatan diskusi dengan Adi Marsono di kota Semarang, ia memang sempat menjawab film ini memang mengarah pada nasib PRT diperkotaan.

Secara keseluruhan, Semalam Anak Kita Pulang sangat berhasil menerjemahkan sebuah memori dari sebuah cerita kecil.Kesempurnaan kisah ini tidak bisa dilepaskan dari bagaimana kesederhanaannya menceritakan sebuah keluarga yang tengah dilanda depresi dan ekonomi yang semakin menipis.Teknik kamera wide-angle banyak dipakai dalam mengambil adegan yang sangat efektif untuk mendekatkan penonton dengan tokoh tokohnya.Kemudian extreme zoom shot yang dipakai ketika menampilkan mimic wajah penuh kekosongan dan kegundahan yang melanda sang ibu dan ayah. Teknik editing film ini juga berjalan dengan sangat mulus, rapid an indah sehingga menuntun panorama kepada penonton dengan sangat menghanyutkan namun tetap dengan teknik yang baik. Simply Perfect .