Bagaimana pendapatmu mengenai standar kesulitan orang yang berbeda-beda?

Dengan masifnya sosial media saat ini, setiap orang bisa dengan mudah membagikan perasaan dan pandangannya kepada publik. Kita jadi bisa mendapatkan insight yang beragam dari orang-orang dengan strata sosial berbeda. Misalnya seperti seorang artis yang kesulitan mengupas buah, atau orang kaya yang merasa sengsara saat hanya tidak bisa liburan ke luar negeri dan hanya bisa berlibur di dalam negeri, atau anak jetset tanah air yang definisi hidup prihatinnya adalah mencuci baju dan masak sendiri. Dari sini kita bisa melihat adanya perbedaan standar kesulitan dari kelas sosial berbeda. Bagaimana pendapatmu tentang hal ini?

1 Like

Menurut pandangan saya, standar kesulitan tersebut tak lepas dari standar kehidupan masing-masing. Jelas kita tidak bisa menyamaratakan standar kesulitan pada hal-hal tertentu. Terlebih menyamakan tingkat kesulitan kita yang hanya kaum misqueen ini dengan mereka yang berasal dari kalangan menenengah ke atas.

Orang-orang yang dibesarkan dengan fasilitas mumpuini tentu wajar saja merasa kesulitan jika tiba-tiba harus mencuci baju sendiri tanpa mesin, misalnya. Yang bagi sebagian oran itu adalah hal yang biasa saja. Sebaliknya dengan tingkat kesulitan yang tidak bisa disamaratakan tersebut, maka tingkat kemudahan atau kebahagiaan juga tidak bisa dipukul rata.

Orang-orang kelas atas bisa mencontohkan kepada anak-anaknya bagaimana mencari uang tanpa menjual tenaga, dan tentu anak-anak mereka tidak akan kesulitan mencari uang maupun pekerjaaan berkat koneksi orang tuanya. sedangkan hal tersebut bisa menjadi sesuatu yang sulit bagi kaum misqueen seperti saya hehehe…

3 Likes

Betul setuju sekali bahwa standar kesulitan kehidupan masing-masing orang berbeda sehingga tidak bisa disamaratakan. Setiap individu memiliki struggle masing-masing dalam hidupnya, mulai dari kehidupan keluarga, teman, kuliah dll.

Standar kesulitas seseorang dalam hidupnya biasanya sesuai dengan bagaimana ia memaknai dan mensyukuri hidup. Semakin tinggi rasa syukur seseorang ia akan merasa kesulitas hidup sekeras mungkin hanya terasa biasa saja.

Namanya juga hidup pasti akan ada cobaan, godaan maupun pilihan dalam hidupnya. Tinggal bagaimana cara kita untuk melalui kesulitan hidup. Karena setiap individupun berbeda-beda dalam mengatasai kesulitan.

Saya sering kali mendapat pembelajaran dari permasalahan ini, sehingga saya menyadari bahwa yang membuat standar orang tersebut tinggi terhadap sesuatu adalah ekspektasinya. Saya termasuk dari salah satu orang yang suka membandingkan diri dengan orang lain, jadi ketika orang lain memiliki sesuatu yang lebih dari saya, saya selalu bertanya-tanya kenapa kok saya tidak bisa seperti dia, sehingga standar saya pun mengikuti standarnya. Baru itu saya menyadari bahwa ternyata saya kurang atas rasa syukur dengan apa yang sudah saya miliki. Ekspektasi saya terlalu tinggi.

Jadi inget sama lagunya Rose member Blackpink yang kemarin sempet viral. Begini lirikya

I worked my whole life
Just to get right, just to be like
“Look at me, I’m never coming down”
I worked my whole life
Just to get high, just to realize
Everything I need is on the ground

Deep banget nggak tuh…. Dari lirik di atas, dapat saya simpulkan bahwa kita bekerja keras untuk mencapai yang tertinggi, merasa bahwa kita tidak akan pernah jatuh. Namun semakin kita mencapai hal itu, kita tidak akan pernah merasa puas apa yang sudah dicapai. Hingga kita menyadari bahwa apa yang kita inginkan adalah yang sebenarnya sudah kita punya di awal.

Yah begitu lah manusia, apabila tidak diimbangi dengan rasa syukur, ya akan menjadi makhluk yang serakah.

Saya sangat sepakat dengan pernyataan “standar kesulitan orang berbeda-beda”. Sebagaimana kebiasaan hidup dan kemampuan tiap-tiap orang yang berbeda, tentu tingkat kesulitan antara orang yang satu dengan lainnya juga tidak sama. Hal-hal yang menurut orang sepele, justru bagi beberapa orang menjadi hal yang tidak mudah. Sempat viral artis yang mengaku tidak bisa memasak mi instan, langsung saja banyak orang yang langsung menghujat, padahal bisa jadi memang sejak lahir si artis tidak pernah pegang kompor alias jangankan mi instan, masak air saja mungkin dia masih kebingungan. Dan seharusnya itu bukan sebuah kesalahan yang patut mendapat kritikan dengan kata-kata kasar, sebab kita tidak tahu alasan sebenarnya di balik ketidakmampuannya itu, bisa jadi trauma terhadap api atau sebagainya. Maka itu, biasakan jaga ketikan dan lisan terlebih jika hanya membawa mudarat (hal tidak berguna, merugikan, atau bisa menyakiti orang lain).

Tentang kebiasaan, misalnya orang desa yang terbiasa masak dengan tungku tentu akan kesulitan diminta untuk masak dengan kompor gas. Orang yang gemar dan lebih pintar IPA akan kesulitan menjawab persoalan IPS. Dan masih banyak lagi hal lainnya. Jadi menurut saya, kesulitan orang berbeda-beda tergantung kebiasaan dan kemampuannya.

saya setuju akan hal ini. terkadang banyak sekali hal yang kita anggap sangat mudah tapi bagi orang lain itu sulit. kita juga tidak bisa memukul rata setiap kemampuan orang lain dan tidak ada batasan akan hal itu.
hal yang perlu kita ketahui juga bahwa setiap orang punya limitnya sendiri. berdasarkan status sosial atau pandangan dia dapat mengindikasi bahwa tingkat kesulitan setiap orang itu bisa berbeda,