Bagaimana Pendapatmu dengan Pacaran tapi LDR (Love Different Religion)? Sah-sah aja atau Salah kah?

image

Mencintai seseorang merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri, apalagi hal tersebut merupakan kodrat yang dimiliki oleh setiap insan atau manusia. Mencintai seseorang dapat terjadi kapan saja dan dengan siapa saja, tanpa melihat usia, gender, daerah, suku, ras, dan latar belakang lainnya. Terlebih lagi, sekarang ini banyak orang yang menjalin hubungan dengan seseorang yang dicintainya walaupun memiliki keyakinan yang bebeda. Hal ini pastinya menuai pro-kontra. Contoh dari pro-nya adalah memang tidak ada batasan dalam hubungan percintaan, mereka bisa menjalani hubungan mereka dengan keyakinannya masing-masing, tanpa harus melihat adanya perbedaan. Kedua pasangan juga akan memiliki rasa toleransi yang lebih tinggi dan berpikiran terbuka mengenai perbedaan keyakinan yang ada. Kemudian untuk kontra-nya adalah sulitnya mendapat restu dari orang tua dan kerabat, serta adanya dorongan untuk pindah agama.

Menurut Youdics, bagaimana pendapat kalian dengan hal ini? Berikan opini kamu di kolom komentar ya!

2 Likes

Banyak temen aku yang pacaran beda agama dan selama ini mereka baik baik aja, tetep jalan dengan keyakinan mereka masing masing. Mungkin karena hubungannya masih sebatas pacaran yaa, jadi gak seribet itu. Dari yang aku liat ada juga hal positif yang bisa diambil karena mereka punya rasa toleransi yang sangat tinggi untuk agama mereka yang berbeda. Jadi kalau hubungannya dalam batas pacaran, aku masih setuju setuju aja karena buat aku pacaran itu bukan fase yang serius dan bisa putus kapan aja. Tapi kalau hubungannya udah semakin serius aku kurang setuju karena nyatuin dua prinsip hidup yang berbeda itu pasti susah banget. Dan kalau aku ada diposisi hubungan yang makin serius itu, kayaknya aku gak akan lanjutin karena menurut aku buat apa buang buang waktu untuk sesuatu yang gak jelas ujungnya bakal gimana.

Kalau menurutku, pacaran dengan beda agama itu tidak sah menurut agama, tapi gak bisa dikatakan salah juga secara umum. Karena merasakan cinta dan memilih pasangan adalah hak tiap manusia. Dan mencintai seseorang dapat terjadi di mana, kapan dan dengan siapa saja, tanpa melihat usia, gender, daerah, suku, ras, dan latar belakang lainnya.
Tapi menurutku kalau masih pacaran, lebih baik memilih berpaling dengan yang seiman. karena menurutku, di dunia atau khususnya di Indonesia, menjalin hubungan dengan yang seiman itu lebih baik di banding yang tidak. Walaupun keduanya tidak menjamin kebahagiaan yang abadi. lagipula di dalam setiap hubungan pasti ada masalah, bukan?
Entah nanti mereka lanjut dengan dua keyakinan berbeda atau ada yang pindah, itu pilihan dan hak mereka. Tak apa kalau mereka saling cinta dan bahagia. Asalkan mereka bisa bertanggung jawab dengan keputusan mereka.

Menarik banget liat pendapat diatas yang berbeda.

Menurut prinsip yang aku pegang, aku akan oke oke aja dengan pacaran berbeda agama. Bukan jadi penghalang sih, selama hubungannya baik. Gak menutup fakta bahwa kalau pacaran yang dilihat itu orangnya, sifatnya, penampilannya, kebiasaanya, dan kadang gak bersinggungan dengan keyakinannya. Disisi lain juga bisa mengenal dan memahami pengetahuan, budaya, perspektif baru yang sebenernya gak bisa dipelajarin selain dengan mempelajari secara langsung.
Tapi, aku nekenin bahwa ini selama pacaran aja, sebagai orang yang beragama, tentu kita akan berpegang teguh pada keyakinan kita, bahkan menjadikan itu syarat no 1. Ini bakal jadi berubah kalau sudah ada obrolan mengenai keyakinan masing-masing, kalau kedua belah pihak merasa sudah tidak ada jalan keluar, lebih baik berpisah.

Wah… banyak yang sudah berpendapat yah.

I think Love Different Religion (LDR) ini itu bukan sebuah trend yang terjadi baru-baru ini, tapi sejak zaman dahulu kala manusia juga sudah menjalin hubungan LDR ini. Saya contohkan saja ketika masa penyebaran Islam di tanah jawa, yang salah satu cara penyebarannya adalah dengan pernikahan, tidak sedikit para ulama dan orang islam lain yang menikah dengan orang yang berbeda kepercayaan dan agamanya. Selain karena mereka memang saling mencintai, juga salah satunya sebagai bentuk media penyebaran ajaran Islam yang dibawa olehnya. Dan ini tidak hanya ada pada ajaran agama Islam saja tapi agama lain juga sama menerapkan hal ini.

Setelah membaca ini kalian pasti berpendapat bahwa memang orang zaman dahulu masih mudah menerima adanya pernikahan seperti itu, sedangkan zaman modern sekarang ini kan sudah berbeda orang-orang sudah sangat meyakini agama yang mereka anut.
Tapi sekali lagi coba pikirkan, nenek moyang zaman dahulu pun juga memiliki kepercayaan (seperti animisme, dinamisme, kepercayaan menyembah matahari, dsb) dan pastinya juga terjadi pro dan kontra mengenai adanya hubungan beda agama atau kercayaan tersebut.

Namun pada akhirnya, ini kembali kepada hati masing-masing individu. Apakah mereka mau tetap berpegang teguh atas kepercayaan mereka atau mau menerima hal baru yang datang kepada mereka. Jika dalam Islam hal ini bisa dikatakan, sekeras apapun hati manusia ketika dia membela kepercayaan dia atas Tuhan selain Allah, dan apabila ketika saat itu juga Allah memberikan hidayah kepada dirinya untuk berhijrah menjadi muslim maka tidak akan ada yang mustahil.
Jadi disini menurut saya LDR itu sah-sah saja, dan kembali ke diri kita masing-masing apakah mau bertahan terhadap keyakinan dan memutuskan hubungan, dilanjutkan dan saling mentolerir, atau mendapat hidayah dan ikhlas untuk mengikut agama pasangan kalian.

Saya kira hal yang saya tuliskan ini tentu saja sudah kalian pembaca alami dalam kehidupan, hanya saja kalian mungkin tidak sadar akan hal tersebut.

ARGUMENTASI SAYA TERKAIT "Bagaimana Pendapatmu dengan Pacaran tapi LDR?.

1.PEMAHAMAN LDR.

  • Pada prinsipnya, pacaran bukan merupakan hubungan hukum seperti halnya suami dengan istri. Oleh karena itu, tidak ada hak dan kewajiban yang timbul di antara kedua orang yang berpacaran.

  • Contoh dari hubungan berpacaran yang tidak menimbulkan akibat hukum adalah seorang wanita yang hamil setelah berhubungan intim dengan pacarnya. Dalam hal ini, berdasarkan Undang-Undang Hukum Pidana KUHP , jika kedua orang tersebut adalah orang dewasa dan melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran penuh, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap laki-laki tersebut. Dampaknya, si wanita tidak berhak.

2. PEMAKNAAN.

  • Menjawab pertanyaan Anda, berpacaran dengan pasangan yang berbeda agama boleh saja dilakukan jika memperhatikan moral yang ada. Ini karena memang tidak ada aturan hukum yang melarangnya. Namun, apabila hubungan berpacaran itu berlanjut hingga ke jenjang perkawinan (terjadi perkawinan beda agama), maka ada kemungkinan akan menimbulkan masalah-masalah hukum di dalamnya. Seperti misalnya masalah keabsahan perkawinan beda agama, status anak, perceraian, dan sebagainya.

REFERENSI

Belina, L. S. (2007). Konflik moral pada anak pasangan beda agama: Studi kasus
pada anak pasangan Islam-Nasrani". Yogyakarta.

Calvina, & Yusuf, E. A. (2012). Konflik pemilihan agama pada remaja dari
perkawinan beda agama. PREDICARA Vol. 2 No. 1.

Secara umum, alasan bagi seseorang untuk berpacaran adalah untuk menikmati kebersamaan dengan orang yang dikasihi. Dalam proses berpacaran tentunya pasangan kekasih akan rentan mengalami masalah yang timbul baik dari diri sendiri maupun dari luar diri mereka. Biasanya masalah yang muncul adalah adanya perbedaan dalam prinsip hidup yang mendasar seperti perbedaan keyakinan (Nisa, Saadatun. 2012: 5)

Dalam menjalin hubungan pada pasangan beda agama, pasangan tersebut akan membutuhkan pengorbanan lebih dibandingkan dengan pasangan yang berpacaran seagama, sebab terhadap pasangan beda agama dalam kehidupan sehari-hari mereka harus lebih mawas diri terhadap segala permasalahan, khususnya yang menyangkut dengan keyakinan masing-masing (Pratiwi, 2014: 7).

Pada kenyataanya sudah banyak kita temukan di luar maupun didalam circle kehidupan kita fenomena pacaran beda keyakinan ini. Menurutku perbedaan keyakinan rumit untuk dijalankan, dan aku memilih untuk tidak mencoba membuka peluang tersebut. Karena perbedaan seperti inilah yang dapat membuat konflik baru di kehidupan kita, mulai dari sulitnya mendapatkan restu orangtua, kekhawatiran yang makin lama akan tumbuh mengenai perasaan resah jika harus meninggalkan agamanya dan pandangan masyarakat serta teman yang cenderung menolak jika adanya perbedaan agama dalam sebuah perkawinan. Memang sih situasi seperti ini hanya akan terjadi ketika status pacaran ditingkatkan menuju tahap yang lebih serius, yaitu perencanaan pernikahan.

Sumber

Nisa, Saadatun. (2012). Konflik Pacaran Jarak Jauh Pada Individu Dewasa Muda. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Pratiwi, Intan. (2014). Pernikahan Pasangan Beda Agama. Surakarta: Universitas
Surakarta

Wahhh, seru banget nih baca opini temen-temen. Semua jawaban bener dan gaada yang salah, karena beda orang pastinya beda pandangan. Tapi kalo aku sendiri yaa, tidak kepikiran untuk pacaran dengan seseorang yang berbeda keyakinan, karena menurtku agama itu no. 1. Tidak ada alasan bagiku walaupun itu hanya sekedar pacaran. Dan apalagi sekarang ini yang usianya sudah 20+, sudah bukan saatnya lagi untuk pacaran yang sekedar hanya untuk sesaat atau main-main, tapi pastinya ingin langgeng dan kalau bisa sampe ke jenjang pernikahan. Ya walaupun jodoh itu Tuhan yang menentukan, tapi setidaknya kita sudah melakukan yang terbaik untuk kedepannya.

Kalau saya sangat menentang hubungan yang seperti ini, karena menurut saya agama adalah pondasi yang paling mendasar bagi kehidupan seseorang. Seluruh aktivitas yang ada di kehidupan ini, yang melandasi adalah perintah Tuhan dalam agama saya. Mungkin ada sebagian orang yang menganggap agama dalam ranah privat saja, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari tidak melibatkan agama sama sekali. Namun dalam kepercayaan muslim tidaklah seperti itu, sama hal nya dalam memilih pasangan seharusnya memilliki kepercayaan atau agama yang sama (dalam konteks pasangan halal dalam pernikahan). Apalagi kalau berbicara dengan pacaran dalam Islam, sah-sah saja asalkan sudah menikah hehe. Seorang Imam atau suami seharusnya dapat menuntun pasangannya menjadi pribadi yang taat kepada Allah. Apabila ada pasangan yang tidak peduli agama mereka berbeda atau sama, ya berarti mereka sudah menomersekiankan agama, tidak dijadikan pondasi dalam kehidupannya.