Bagaimana Pendapat dan Pandangan Kalian Mengenai Pernikahan Dini Yang Marak Terjadi di Indonesia?

Baru - baru ini publik Indonesia dikejutkan dengan berita mengenai adanya pernikahan dini seorang siswi SMP dengan inisial NK, dengan seorang tokoh agama di Buru Selatan, Maluku. Sontak, hal tersebut membuat teman - teman dan guru - guru dari NK melakukan unjuk rasa untuk memprotes hal tersebut di Kantor Pemerintahan Kabupaten Buru Selatan. Kepala SMP tempat NK bersekolah, Noho Lesilawang mengatakan, para siswa dan guru memilih berunjuk rasa karena merasa keputusan orang tua NK dan KUA telah memengaruhi murid lainnya.

Hal ini menjadi cerminan betapa maraknya pernikahan dini yang dilakukan di Indonesia. Menurut artikel berbahasa Inggris yang di tulis oleh tim editorial Antara News, di beberapa daerah di Indonesia, praktik pernikahan dini ini sudah biasa dilakukan. Pada tahun 2018 saja misalnya, Menurut survey yang dilakukan oleh Susenas, menemukan jika satu dari sembilan perempuan berusia 20 - 24 tahun telah menikah sebelum usia mereka menginjak 18 tahun dengan jumlah mencapai 1,2 juta orang, yang dimana angka ini cukup untuk membuat Indonesia bertengger di peringkar 8 dunia dalam hal pernikahan dini.

Pernikahan Dini di Indonesia sendiri sebetulnya mengalami penurunan selama 10 tahun terakhir sebanyak 3,5 persen menurut data dari Bappenas, tetapi penurunannya sendiri relatif lambat dan tidak mencapai hasil yang diinginkan. Pada tahun 2024 mendatang Indonesia berharap jika angka pernikahan dini dapat ditekan menjadi hanya 8, 7 persen dan kemudian 6, 94 persen di tahun 2030.

Ada banyak kondisi yang membuat pernikahan dini dapat terjadi seperti misalnya orang tua yang ingin melepas beban dan tanggung jawab ekonomi, faktor keselamatan, dan ketakutan dari kehamilan yang terjadi di luar nikah. Pernikahan dini atau yang biasa disebut sebagai child marriage telah dianggap sebagai pelanggaran hak - hak anak yang juga bedampak kepada kesehatan anak, termasuk resiko kehamilan dini yang tentunya dapat menjadi hal yang membahayakan untuk anak.

Di masa pandemi seperti ini, angka pernikahan dini semakin meningkat di tengah kebijakan pemerintah yang memberlakukan belajar online di rumah yang menjadi semacam trigger bagi para siswa ini untuk putus sekolah dan lebih memilih menikah. selama periode itu juga KPAI juga meneriman laporan setidaknya ada 119 siswa yang menikah dini dengan rentang usia antara 15 - 18 tahun.

Nah, setelah melihat deskripsi di atas, bagaimanakah pendapat dan pandangan kalian mengenai maraknya pernikahan dini di Indonesia saat ini ?

Referensi :

  1. Pernikahan Dini Siswi SMP di Buru Selatan, Begini Situasi Perkawinan Anak di Indonesia Halaman all - Kompas.com
  2. Indonesia fights to prevent child marriage amid COVID-19 pandemic - ANTARA News.

Menurut saya hal ini tentunya sangat disayangkan dan harus dihentikan. Banyak masyarakat yang masih mrmegang prinsip bahwa orientasi atau tujuan terbesar dalam hidup adalah menikah, cara menghindari perzinaan dengan menikah, ingin mendapatkan rezeki dengan menikah. Padahal, jika kita mau mempelajari ilmu lebih dalam lagi, kita akan menemukan makna hidup yang lebih luas daripada hanya menikah. Saya juga sempat membaca postingan beberapa orang yang menyebutkan bahwa di desanya, menikah muda merupakan salah satu ciri kesuksesan, dan justru yang memilih menunda menikah dianggap yang buruk-buruk. Belum lagi, gerakan nikah muda yang digarap oleh selebriti tanpa disertai ilmu membuat para remaja semakin terbesit untuk menikah. Para publik figur hanya menampakkan dan menampilkan hal-hal yang membahagiakan dalam nikah muda, padahal kehidupan setelah pernikahan justru lebih berat, terutama pernikahan dini yang kondisi fisik, mental, dan finansial yang belum stabil. Seharusnya, masyarakat lebih dididik untuk berkarya daripada menikah secepatnya. Pendidikan pranikah juga seharusnya menjadi kewajiban bagi setiap pasangan yang akan melangsungkan pernikahan.

Ini tergantung pilihan masing-masing orang. Teman saya SMA sendiri ada yang lulus kuliah langsung menikah, tetapi tetap mengejar pendidikan tinggi. Jika memang sudah dimantapkan untuk lanjut ke jenjang hubungan suami-istri, ya menurut saya sah sah saja, dengan begitu mereka tetap bisa mengejar mimpi mereka masing-masing dan ada pasangan yang mendorong mereka dari belakang. Jadi menurut saya tidak salah juga ada yang langsung menikah muda dan membuka bisnis bersama pasangan. Tapi yang terpenting, jangan asal menikah saja tanpa mempertimbangkan resiko-resiko dan tantangan yang ada di masa depan nanti, jangan seperti kebanyakan kasus nikah muda dan cerai muda karena tidak tahu seluk beluk pribadi pasangan dengan lebih jauh.

Tentu saja tidak baik, dan menurut saya perlunya edukasi lagi terhadap masyarakat mengenai pernikahan, khususnya pada saat masih usia belajar.

Pada diskusi lain mengenai fatherless, menurut saya tingkat pernikahan dini yang tinggi ini juga menyebabkan rendahnya kualitas parenting, dikarenakan pasangan tersebut belum memiliki pendidikan dan ilmu yang cukup untuk menjadi orang tua.

Sebenarnya saat saya pertama kali membaca berita mengenai ini pun merasa kalau hal tersebut merupakan berita yang konyol, masa sih sekolah online bikin orang memutuskan untuk menikah. Tapi pada faktanya memang terjadi demikian. Bahkan orang tua di sekitar saya pun berfikiran demikian, buat apa sih nyekolahin anaknya gajelas kaya gini. Seharian cuman diem di kamar aja, mending nikahin aja (khususnya untuk anak remaja perempuan). Dan di tambah dengan kurikulum yang berat menjadi pendorong bagi siswi-siswi tersebut.

Saya pribadi sangat menyayangkan hal ini, karena seharusnya anak di bawah umur itu bisa menikmati masa-masanya dahulu, dan secara mentalpun mereka belum siap untuk berumah tangga. Kita sebagai masyarakat, harus pinter-pinter mengedukasi dampak dari pernikahan dini.

Sebenarnya agak miris ketika membaca berita mengenai pernikahan dini yang terjadi di masyarakat, apalagi melakukan pernikahan dini karena hamil di luar pernikahan. Mereka yang belum memliki kesiapan baik secara finansial maupun mental harus menghadapi kenyataan sepilu dan sepahit tersebut. Perlunya edukasi kepada masyarakat dan pelajar mengenai pernikahan mungkin menjadi salah satu cara untuk mengurangi kasus ini.