Apa yang dimaksud dengan Pengangguran Terdidik?

Pengangguran terdidik adalah orang yang tidak bekerja walaupun memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Pengangguran terdidik adalah salah satu masalah sosial yang paling ironis. Bagaimana pendapat Anda mengenai hal tersebut ?

Jika kita ingin melihat fenomena pengangguran terdidik, maka kita harus melihat dari banyak sekali sisi dan tidak boleh timpang dalam menilainya. Pada satu sisi kebanyakan orang masih melihat pendidikan yang tinggi adalah sarana mobilitas vertikal yang mampu membawa perubahan dalam hidup mereka, sementara pada sisi lain kemampuan ekonomi kita belum mampu menyerap seluruh lulusan yang dianggap sebagai kaum terdidik ini.

Salah satu hal yang harusnya tidak boleh kita abaikan adalah kemampuan lulusan itu sendiri dan kesesuaian keilmuan mereka dengan masyarakat dimana mereka akan mengembangkan diri. Hal ini tidak saja terjadi di dalam dunia perkuliahan, tetapi sudah jauh menunjukkan wajahnya sejak pendidikan tingkat awal.

Pertama, kesalahan paradigma pendidikan kita yang tidak melihat peran keilmuan sebagai sesuatu yang kontekstual. Contohnya, seorang anak nelayan akan lebih membutuhkan ilmu tentang oceanografi, ilmu hidrologi, angin, cuaca hingga manegement dan bidang-bidang yang lain yang mampu menjadi katalisator bagi perubahan dalam mengembangkan keahlian sebagai nelayan. Daripada ilmu-ilmu yang belum tentu berguna secara kontekstual bagi sang aktor, sebut saja sastra, ilmu keolahragaan dll. Meskipun tentunya tanpa mendiskreditkan cabang ilmu yang terakhir, akan tetapi jika melihat orientasi kebutuhan di lapangan, tentunya cabang ilmu yang pertama akan jauh lebih dipertimbangkan.

penganggiranterdidik2

Kedua, adalah mengubah orientasi belajar. Dalam kasus ini berarti kita sebagai kaum terdidik tidak hanya melihat pendidikan sebagai sarana untuk memiliki kehidupan (materi) yang lebih baik. Akan tetapi juga sebagai sarana pengembangan diri serta mencoba untuk membuat terobosan baru dalam rangka untuk membantu lingkungan sekitar, alih-alih hanya menunggu dan berharap ada lowongan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keilmuan kita. Aktif memposisikan diri dalam masyarakat adalah salah satu cara. Bukahkan untuk membantu dan mengubah lingkungan bisa dengan banyak cara.

Ketiga, pentingnya mengubah cara pandang dalam masyarakat. Memang tantangan pengangguran terdidik yang utama bukanlah mengubah cara pandang masyarakat sekitar, tetapi pada pemenuhan kebutuhan dan prestige kerja. Hal ini akan otomatis terkikis jika saja kaum terdidik mendapat jabatan kerja yang tinggi dan terhormat. Akan tetapi, proses mendidik ini harus berjalan 2 arah, dimana masing-masing pihak harus aktif mengkampanyekan serta menerima posisi dan peran mereka dalam dinamika kehidupan.

Individu yang menganggur adalah individu yang dipandang mampu bekerja, memiliki keinginan untuk bekerja dan membutuhkan pekerjaan namun tidak atau belum mempunyai pekerjaan (Baharuddin, 1980). Mulyana dkk. (2003) berpendapat bahwa seseorang disebut menganggur jika tidak bekerja dan

  • telah melakukan upayaupaya tertentu untuk mendapatkan pekerjaan selama 4 minggu terakhir,
  • diberhentikan untuk sementara dan sedang menunggu untuk dipanggil kembali bekerja, atau
  • sedang menunggu untuk melaporkan diri siap bekerja bulan depan.

Menurut BPS (dalam Adi, 2011) pengangguran terdidik (educated unemployment ) merupakan rasio jumlah pencari kerja yang berpendidikan SLTA keatas (sebagai kelompok terdidik) terhadap besarnya angkatan kerja pada kelompok tersebut. Dengan kata lain, pengangguran terdidik yaitu pengangguran lulusan SMA, Diploma, Sarjana dan tidak bekerja. Keadaan menganggur bagi lulusan universitas dapat menyebabkan efek negatif. Menurut Carlson (2007), setelah dinyatakan lulus oleh universitas, individu tidak mengerti apa yang harus dilakukan setelah lulus. Kondisi tersebut bisa menjadi stresor bagi lulusan universitas, sehingga akan menimbulkan kecemasan.

Taris (dalam Sjabadhyni, 2008) faktor penyebab individu menganggur setelah meraih gelar sarjana atau lulus dari universitas yaitu mencari atau melamar pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan tipe atau tingkat pendidikan.

Suroto (dalam Setiawan, 2010) berpendapat bahwa pengangguran terdidik disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :

  1. Adanya penawaran tenaga kerja yang melebihi dari permintaan tenaga kerja (supply demand), yaitu pada saat tingkat kemakmuran masyarakat tinggi, menurunnya permintaan terhadap tenaga kerja dapat menurunkan partisipasi masyarakat untuk masuk dalam dunia kerja.

  2. Kebijakan rekruitmen tenaga kerja sering bersifat tertutup. Hasil penelitian menunjukkan tenaga kerja lebih memilih media lain yaitu teman atau famili yang sudah bekerja lebih dahulu bekerja pada perusahaan yang dilamar, hal ini membuktikan bahwa penerimaan tenaga kerja banyak yang dilakukan secara tertutup.

  3. Perguruan tinggi belum berfungsi sebagaimana mestinya. Sebagai lembaga pendidikan perguruan tinggi dalam melaksanakan tugasnya harus mampu mengembangkan tiga aspek kompetensi yaitu, kepribadian, professional, dan kemasyarakatan. Sehingga hal tersebut
    semakin menuntut mahasiswa untuk mandiri, kritis, kreatif serta ekspresif. Keempat sifat tersebut dapat dijadikan sebagai modal dalam proses pencarian kerja, karena suatu perusahaan akan memerlukan sumber daya manusia dengan kualitas yang tinggi.

  4. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar harapannya pada jenis pekerjaan yang aman.

Lebih lanjut menurut DIKTI (dalam Wijono, 2010) meningkatnya sarjana yang menganggur disebabkan oleh rendahnya soft skill atau keterampilan di luar kemampuan utama dari sarjana yang bersangkutan. Jadi, bukan karena rendahnya IPK melainkan rendahnya kemampuan komunikasi interpersonal, kemampuan berhubungan dengan orang lain dan diri sendiri.

Pengangguran terdidik adalah seseorang yang telah lulus pendidikan dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik biasanya dari kelompok masyarakat menengah ke atas yang memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski menganggur. Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan masalah pendidikan di Negara Berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas dan pandangan masyarakat.

Pada masyarakat yang sedang berkembang, pendidikan dipersiapkan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan. Penyebab utama pengangguran terdidik adalah kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai dengan jurusan mereka, sehingga para lulusan tersebut tidak terserap kedalam lapangan kerja yang ada. Faktanya lembaga pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan pencari kerja bukan pencipta kerja.

Menurut Gilarso (1992) berdasarkan penggolongan ini pengangguran dapat dibedakan kepada jenis pengangguran berikut :

  1. Pengangguran konjunktural (sering juga disebut pengangguran siklis), yaitu jenis pengangguran yang disebabkanoleh adanya gelombang konjunktur karena adanya resessi atau kemunduran kegiatan ekonomi nasional.

  2. Pengangguran struktural terjadi karena kelemahan segi penawaran : kalau masyarakat kekurangan prasarana, kekurangan modal, kekurangan keahlian, kekurangan industri, maka produksi tidak bisa ditingkatkan dan akan banyak faktor produksi yang belum digunakan.

  3. Pengangguran musiman yaitu jenis pengangguran yang terjadi secara berkala, misalnya pengangguran pada saat selang antara musim tanam dan musim panen.

  4. Pengangguran friksional terjadi karena adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor/pekerjaan yang satu ke sektor/pekerjaan yang lain.

Biro Pusat Statistik mendefinisikan penganggur adalah mereka yang tidak bekerja atau mencari pekerjaan, seperti mereka yang belum bekerja dan yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Termasuk di dalam kategori ini adalah mereka yang sudah bekerja karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusahan untuk mendapatkan pekerjaan (Biro Pusat Statistik, 1976). Usaha mencari pekerjaan ini tidak terbatas pada seminggu sebulan pencarian, jadi mereka yang berusaha mendapatkan pekerjaan dan permohonannya telah dikirim lebih satu minggu yang lalu tetap dianggap sebagai pencari kerja.

Untuk pengangguran terdidik digunakan batasnya yang menunjukkan mereka yang termasuk kategori menganggur menurut konsep SAKERNAS, yaitu penduduk yang berada dalam kelompok umur 15-24 tahun dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah minimal adalah SLTP, baik SLTP umum maupun SLTP kejuruan. Didalam penulisan skripsi ini, tamatan pendidikan yang penulis gunakan adalah tamatan SLTA dan Perguruan Tinggi.

Menurut konsep yang digunakan Biro Pusat Statistik dalam SAKERNAS 2007, angkatan kerja yang merupakan penduduk usia kerja (10 tahun atau lebih) punya pekerjaan sementara, tidak bekerja dan mencari pekerjaan. Sedangkan yang diartikan bekerja disini adalah mereka yang melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja sedikit satu jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu. Di dalam penulisan skripsi ini yang dimaksud dengan angkatan kerja oleh penulis adalah angkatan kerja tamatan SLTA dan Perguruan Tinggi.

Menurut Ritongga (2007) adapun faktor- faktor yang menyebabkan meningkatnya pengangguran terdidik adalah sebagai berikut :

  1. Ketidakcocokan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja), ketidakcocokan ini bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau nasalah keahlian khusus.

  2. Terbatasnya daya serap tenaga kerja disektor formal (tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan yang kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang jumlahnya relative kecil.

  3. Belum efesiennya fungsi pasar kerja. Di samping faktor kesulitan memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga kerja yang tidak sempurna dan tidak lancar menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Kemudian faktor gengsi juga menyebabkan lulusan akademi atau universitas memilih menganggur karena tidak sesuai dengan bidangnya.

  4. Budaya malas juga sebagai salah satu faktor penyebab tingginya angka pengangguran terdidik di Indonesia.