Bagaimana pemikiran filsafat Karl Heinrich Marx ?

filusuf Karl Marx

Berikut testimoni yang sangat menyentuh dari Freidrich Engles, dalam pidatonya ketika pemakaman Karl Marx,

“Misi hidupnya adalah untuk menyumbang dengan satu atau cara lainnya untuk menggulingkan masyarakat kapitalis… untuk menyumbang bagi pembebasan kaum proletariat masa kini yang untuk pertama kalinya di sadarkan oleh Marx akan kedudukan dan kebutuhan-kebutuhan mereka, akan kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka mendapatkan kebebasannya. Perjuangan adalah salah satu unsur Marx. Dan dia berjuang dengan suatu semangat, suatu kegigihan dan suatu keberhasilan yang hanya sedikit orang yang dapat menymainya… dan karenanya menjadi orang yang paling di benci dan paling banyak di fitnah pada masanya… ia meninggal, di cintai, di puja dan di tangisi oleh berjuta-juta teman-teman pekerja yang revolusioner dari pertambangan-pertambangan di Siberia sampai pantai-pantai di California, di semua tempat di Eropa dan Amerika… namanya dan karyanya akan terus abadi sepanjang zaman.”

Bagaimana pemikiran filsafat Karl Heinrich Marx ?

Pemikiran Marx tentang Sosialisme

Pemikiran Marx yang paling terkenal adalah pemikiran beliau tentang Sosialisme. Pemikiran Marx tentang sosialisme lahir dari situasi politik represif di Prusia atau Jerman, masa itu yang telah menghapus kebebasan manusia. Berangkat dari situasi politik represif itu Marx membangun konsep pemikirannya tentang sosialisme yang menurutnya merupakan jalan yang jitu untuk melawan kapitalisme sekaligus mengembalikan kebebasan manusia.

Dasar pemikirannya itu dirumuskan sebagai berikut:

  • Pertama, bagaimana membebaskan manusia dari penindasan sistem politik reaksioner.

  • Kedua, bagaimana menghilangkan keterasingan manusia atas dirinya sendiri. Marx berkesimpulan bahwa keterasingan paling dasar adalah proses pekerjaan manusia. Tetapi sistem kapitalis menjungkirbalikkan makna pekerjaan menjadi sarana eksploitasi.

  • Ketiga, akibat penguasaan atas diri manusia yang membentuk kelas penguasa (pemilik) dan kelas yang tereksploitasi (pekerja), maka manusia hanya dapat dibebaskan apabila milik pribadi atas alat-alat produksi dihapus melalui revolusi kaum buruh.

  • Keempat, pemusatan pada hak-hak pribadi haruslah dihapuskan. Penghapusan itu hanya dapat dilakukan dengan menerapkan sistem sosialisme. Marx mengklaim bahwa sosialismenya merupakan sosialisme ilmiah yang tidak hanya didorong oleh cita-cita moral melainkan berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang hukum-hukum perkembangan masyarakat.

    Bagi Marx bahwa faktor yang menentukan sejarah bukanlah politik dan ideologi melainkan ekonomi. Perkembangan dalam cara produksi lama kelamaan akan membuat struktur-struktur hak milik lama menjadi hambatan kemajuan. Dalam situasi seperti ini akan timbul revolusi sosial yang melahirkan bentuk masyarakat yang lebih tinggi.

  • Kelima, cara yang harus dilakukan adalah melalui revolusi kelas buruh dan dengan sendirinya akan menghapuskan hak milik pribadi atas alat-alat produksi dan mewujudkan masyarakat tanpa kelas atau classless society (Suseno, 2001).

Tema besar dalam pemikiran Marx sebenarnya berkisar pada konsep kritik atas ekonomi politik. Kritik terhadap ekonomi politik ini membawa Marx pada kritik filsafat mengenai pembagian kerja. Arah yang dituju adalah kembali ke belakang dan mempertentangkan antara perumusan pandangan atas kemanusiaan sebagai satu keutuhan sebelum datangnya industrialisasi, yakni sebagai suatu spesies yang tidak mengenal alienasi, dengan kondisi yang terpecah-pecah dan kalah dengan kapitalisme. Alienasi, terbagi- baginya kemanusiaan serta sub divisi individualnya, hal ini hanya terjadi dalam peradaban kapitalisme (Belharz, 2002).

Arah tersembunyi dalam argumen ini adalah perlunya pembebasan kemanusiaan atau proletarian yang ditegaskan Marx secara progresif di saat ia memasuki labirin ekonomi sendiri. Dalam pembebasan itu tidak dapat dipungkiri akan terjadinya benturan pada kepentingan politik, ideologi, dan agama, atau benturan antara struktur yang mapan terhadap kebudayaan, sistem nilai, ideologi dan agama yang berkembang, kemungkinan terjadinya konflik antara penguasa dengan rakyat, majikan dengan buruh dan patron dengan klien (Pelly dan Menanti, 1994).

Asumsi dasar inilah yang paling mendominasi pemikiran Marx dalam melakukan perubahan sosial pada masyarakat yang tertindas oleh sistem kapitalisme otoriter.

Filsafat Karl Marx

Pemikiran Marx Tentang Pertentangan Kelas

Comunist Manifestonya, Marx menulis sebagai berikut:

Sampai saat ini, sejarah masyarakat manapun di muka bumi ini adalah sejarah pertentangan kelas. Si merdeka dengan si budak, kaum bangsawan dengan rakyat jelata, tuan dan pesuruhnya, dengan kata lain antara penindas dengan yang tertindas atau ditindas. Posisi yang berhadap-hadapan ini akan selalu ada dan tidak dapat dibantah. Sekarang perlahan namun pasti akan ada perang terbuka, perang untuk merekonstruksi masyarakat pada umumnya dan khususnya, untuk menghancurkan kelas penguasa (Pals, 1996).

Pesan yang ingin disampaikan Marx adalah bahwa eksistensi manusia bukan ditentukan oleh sejarah kelahirannya dan bukan pula ide-ide yang ia miliki tetapi lebih banyak dikendalikan oleh faktor ekonomi yang dapat membuat manusia survive dalam hidupnya. Jika kebutuhan akan ekonomi sudah terpenuhi maka manusia akan mampu memenuhi kebutuhannya yang lain, yakni kebutuhan akan seks, hiburan, keluarga dan lainnya.

Dalam keluarga apabila manusia telah memiliki isteri dan anak maka kebutuhannya akan ekonomi menjadi bertambah. Hal ini menuntut manusia pada pemenuhan kebutuhan secara lebih komplek. Dalam pemenuhan kebutuhan itu menurut Marx hanya bisa dengan membangun dan mengembangkan apa yang disebut sebagai bentuk produksi (mode of production).

Guna memenuhi kebutuhan hidupnya manusia akan menjalani kehidupan dengan mencari peluang kerja. Manusia akan terlibat hubungan kerja dengan masyarakat lainnya dan saling berhubungan dalam pekerjaan tersebut, hal inilah yang oleh Marx dinamakan sebagai relation of production. Misalnya hubungan antara petani dengan pedagang, nelayan dengan pembuat jala dan hubungan lainnya. Bagi Marx hubungan masyarakat seperti inilah yang lebih alami, dimana mereka dapat menikmati kehidupannya lebih alami tanpa ada benturan kepentingan di antara mereka.

Namun masyarakat mengalami perubahan ketika mereka sudah mengenal apa yang disebut privasi (hak milik pribadi). Hubungan produksi di antara mereka mengalami perubahan secara mencolok, si petani mengklaim tanah dan hasil pertanian adalah miliknya, dan nelayan juga melakukan hal yang sama. Maka yang terjadi adalah hubungan di antara manusia akan terjadi apabila ada proses ekonomi di dalamnya, yakni saat terjadinya tukar menukar barang, jual beli dan lainnya.

Dengan demikian maka model produksi yang dilakukan oleh masyarakat menjadi berubah. Dimana ada beberapa bagian dalam masyarakat yang tidak hanya mempunyai berbagai produk pangan, tetapi juga menguasai tanah. Konsekuensinya masyarakat yang tidak memiliki tanah akan menjadi pekerja atas para tuan-tuan tanah tersebut dan hal ini akan menimbulkan sikap ketergantungan yang sangat besar. Hak milik pribadi dan pertanian adalah dua hal yang sekaligus juga membantu terciptanya satu krisis hebat dalam kemanusiaan, yaitu pembentukan kelas-kelas berdasarkan kekuatan dan kekayaaan, dari sinilah muncul konflik kelas secara permanen (Pals, 1996).

Perkembangan selanjutnya masyarakat memasuki era modern, dimana kapitalisme memperkenalkan model produksi baru dalam bentuk perdagangan dan pabrik. Hal ini juga menimbulkan jurang baru bagi masyarakat yakni tetap akan ada tuan dan pekerja. Berkembangnya sistem kapitalisme semakin memperburuk keadaan, dimana para buruh terus menerus dipekerjakan (dieksploitasi) oleh majikan mereka, sementara kondisi ekonomi yang didapat sangat tidak seimbang.

Kondisi inilah terjadi pertentangan kelas antara buruh dan majikan. Para buruh nekat melakukan perlawanan dengan melakukan penyerangan atas alat dan lahan milik majikannya. Bagaimanapun situasi seperti ini akan memicu perlawanan dari pihak pemilik tanah dan usaha, sehingga terjadi benturan keras antara kedua pihak ini.

Untuk membumikan teorinya Marx mempunyai tujuan, yaitu :

  • Pertama misi edukasi yakni misi penyadaran kepada masyarakat yang belum mengetahui keadaan mereka sebenarnya.

  • Kedua, aksi yaitu menyerukan kepada kaum proletar (rakyat miskin tertindas) untuk mempersiapkan lahirnya revolusi (Pals, 1996).

Kenyataannya, pemikiran Marx ini sangat cepat menjalar ke pelosok dunia, dimana kaum proletar harus melakukan perlawanan terhadap kapitalisme yang menguasai tanah-tanah mereka.

Filsafat Karl Marx

Pemikiran Marx Tentang Materialisme Historis

Marx bukanlah satu-satunya orang yang mengetengahkan konsep pembagian dan pertentangan kelas. Walaupun harus diakui bahwa konsep pertentangan kelas pertama kali lahir dari pikiran Marx, yakni ketika Marx menjelaskan hubungan pembagian kelas sosial dengan beberapa tahapan perkembangan ekonomi dan meramalkan masa depan pertentangan kelas ini akan bermuara kepada satu revolusi dan hilangnya kelas-kelas sosial tadi (Pals, 1996).

Hegel dalam beberapa pemikirannya juga telah menyinggung bahwa segala sesuatu yang bersifat material adalah sekunder sedangkan realitas sebenarnya adalah roh absolut atau ide absolut yang dalam ajaran agama disebut Tuhan. Meskipun pemikiran Hegel ini ditinggalkan oleh Marx karena dianggap tidak realistis dan sulit untuk direalisasikan.

Pada sisi yang lain konsep materialisme historis Marx merupakan sebuah reaksi terhadap interpretasi idealistik Hegel mengenai sejarah.

Filsafat sejarah ini menganggap bahwa suatu peranan yang paling menentukan adalah yang berasal dari evolusi progresif ide-ide Marx menolak filsafat sejarah Hegel karena menghubungkannya dengan evolusi ide-ide sebagai suatu peranan utama yang berdiri sendiri dalam perubahan sejarah, lepas dari hambatan- hambatan dan keterbatasan- keterbatasan situasi materiil atau hubungan-hubungan sosial yang dibuat orang dalam menyesuaikan diri dengan situasi materiil (Johnson, 1986).

The Communist Manifesto dan Das Capital dari Marx telah menekankan pentingnya kebutuhan materiil bagi perjuangan kelas. Konsep Marx ini kemudian sangat dikenal sebagai Historical Materialism, yang mengungkapkan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh kedudukan materinya bukan pada idenya, karena ide juga merupakan bagian dari materi pula. Bagi Marx implikasi dari Historical Materialism adalah melihat economic structure sebagai awal dari semua kegiatan manusia dan merupakan penggerak perubahan yang akan memimpin perubahan termasuk proses perubahan sosial (Salim, 2002).

Marx menilai bahwa struktur ekonomi masyarakat yang ditopang oleh relasi-relasinya dengan produksi merupakan fondasi riil masyarakat. Struktur ekonomi masyarakat ini merupakan dasar munculnya supra struktur struktur hukum dan politik dan berkaitan dengan bentuk tertentu dari kesadaran sosial. Di sisi lain relasi-relasi produksi masyarakat itu sendiri berkaitan dengan tahap perkembangan tenaga-tenaga produktif material (masyarakat).

Kerangka model produksi dari kehidupan material akan mempersiapkan proses kehidupan sosial, politik, dan intelektual pada umumnya (Kuper dan Kuper, 2000).

Titik tekan pada konsep Historical Materialism ini adalah manusia bila ingin sukses dalam kehidupannya harus memiliki ekonomi dan menguasainya dengan baik atau dengan kata lain siapa yang menguasai ekonomi maka ia akan berhasil menguasai yang lainnya. Prinsipnya ekonomi merupakan dasar dalam pembentukan dan perubahan sosial. Oleh karena itu manusia harus memiliki ekonomi dan mampu mengendalikannya secara baik.

Pandangan Marx Tentang Kapitalisme

Menilai konsep kapitalisme Marx tidaklah menekankan pada aspek politik semata tetapi juga pada aspek ilmu ekonomi yang pernah ditempuhnya beberapa tahun. Artinya sebelum menilai lebih jauh tentang kapitalisme, Marx terlebih dahulu mendalami konsep yang dipakai oleh sistem kapitalisme itu, sehingga apa yang diutarakan oleh Marx dalam berbagai konsep, kritiknya merupakan sesuatu yang terjadi dalam diri mereka.

Marx dengan kemampuan ilmu ekonominya menilai bahwa konsep kapitalisme adalah sistem sosio ekonomi yang dibangun untuk mencari keuntungan yang didapat dari proses produksi, bukan dagang, riba, memeras ataupun mencuri secara langsung. Tetapi dengan cara mengorganisir mekanisme produksi secara terukur sehingga mengurangi biaya produksi seminim mungkin atau melalui mode of production. Dengan keuntungan yang diperoleh mendorong terciptanya suatu kekuatan untuk menyeragamkan buruh dan menguasainya.

Mode of production kapitalis menciptakan pasar untuk tenaga kerja, ketimbang hubungan manusia dan tuan secara tradisional (Faqih, 2002).

Selanjutnya Marx menganalisis dari konsep ilmu ekonomi bahwa sistem kapitalisme memiliki dua keuntungan dari sistem produksinya. Pertama, melalui jam kerja yang berlebihan yang sebenarnya adalah hak buruh. Namun dalam prosesnya buruh tidak pernah menerimanya sehingga tidak merasa dirugikan. Sebaliknya keuntungan itu menjadi hak penguasa yang telah memiliki kontrak yang menguntungkan dengan kapitalis. Kedua, kapitalis menyatakan bahwa harga jual adalah biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengusaha (kapitalis). Dengan demikian buruh tidak menikmati keuntungan apapun, karena keuntungan itu langsung menjadi hak pengusaha (Salim, 2002).

Perjuangan kompetisinya untuk memperoleh keuntungan, kaum kapitalis menggunakan mesin-mesin baru yang hemat buruh yang memperbesar kapasitas produksinya. Hal ini merusak keseimbangan antara kapasitas produksi dan permintaan dan hasilnya berupa satu spiral menurun, dengan permintaan pasar berkurang yang mengakibatkan berkurangnya keuntungan, berkurangnya investasi, berkurangnya kesempatan kerja yang mengakibatkan berkurangnya terus permintaan di pasaran dan seterusnya.

Parahnya keadaan kapitalisme di masa krisis ekonomi, periode ini terletak dalam kecenderungan untuk memperbesar kapasitas produksi secara berlebih-lebihan. Karena spiral ini terus berkembang menurun akhirnya terciptalah kondisi yang menghancurkan diri-sendiri. Antara lain misalnya sesudah terjadi periode kemerdekaan berupa tidak dimanfaatkannya alat produksi, maka kelebihan komoditi pelan-pelan berkurang. Juga perpanjangan jam kerja dan berkurangnya upah buruh, meningkatnya sejumlah nilai yang dihasilkan oleh buruh yang dapat dirampas oleh kapitalis sebagai nilai surplus dan dipergunakan untuk mempertahankan perusahaannya selama krisis itu (Johnson, 1986).

Kritik Atas Pemikiran Konflik Marx

Terjadi perdebatan panjang hingga kini mengenai teori konflik Karl Marx, terutama kritik terhadap teori ekonomi politiknya. Jika dikaji secara kritis memang terkesan bahwa teori Marx tentang masyarakat merupakan teori masyarakat ideal karena dalam teori itu Marx sangat menekankan perlunya pemerataan ekonomi, keadilan sosial yang menjangkau semua lapisan masyarakat dan tidak adanya kelas dalam masyarakat.

Terhadap teori Marx tersebut terdapat sejumlah keberatan yang diajukan para pengeritiknya seperti:

  1. Teori Karl Marx tidak hanya bersifat sosiologis dan ekonomi tetapi juga memiliki tujuan ideologis politik.

    Dalam teorinya Marx mengajak rakyat dan kaum buruh miskin melakukan perlawanan baik terhadap para pemilik modal (kapitalis) dan juga kepada negara sebagai institusi yang turut memberikan peluang bisnis kepada para pemilik modal (Johnson, 1986).

    Marx juga menggunakan strategi perjuangan kelas yang antagonis, karena konflik dijadikan sebagai strategi perjuangan. Kegagalan teori politik Marx lebih disebabkan secara substansi teorinya tidak valid dengan hakekat kehidupan manusia, karena sesungguhnya manusia merupakan mahluk sosial yang penuh motivasi dan saling bersimpati. Kegagalan teori politik itu disebabkan juga karena sifatnya yang doktrin dan Marx sendiri menolak koreksi dari pihak luar (Muhajir, 2000).

  2. Marx gagal melihat adanya pertumbuhan kelas menengah yang besar yang secara politik dominan.

    Perkembangan kelas menengah yang pesat mematahkan argumennya bahwa karena kapitalisme berkembang maka struktur sosial semakin lama semakin akan terbagi atas dua kelas yang saling bermusuhan, pemilik modal (kapitalis) dan buruh proletar (Johnson, 1986).

    Teori ini terbantahkan oleh fakta munculnya kelas menengah di antara dua kelas yaitu kelas menengah yang semakin besar jumlahnya dan semakin besar peranannya. Teori ini juga kurang bersesuaian dengan realitas dalam kehidupan masyarakat yang faktanya terdapat keinginan kuat penuh simpati dan lebih menyejahterakan dari pada hidup saling konflik (Muhajir, 2000).

  3. Marx mengharapkan suatu masyarakat tanpa kelas (classless society), suatu konsep yang sangat sulit diaplikasikan dan diwujudkan terutama dalam masyarakat modern.

    Konsep Marx akan masyarakat tanpa kelas ini sangat utopis, karena bertentangan dengan fakta kehidupan di masyarakat. Tidak ada satu negara pun di dunia termasuk negara sosialis sendiri yang masyarakatnya tanpa kelas dan yang tidak diatur oleh negara (pemerintah). Bagaimana jadinya suatu masyarakat jika tidak ada pemerintah yang mengaturnya, siapa yang akan melakukan perencanaan dan pembagian kerja warganya?

    Faktanya penghapusan sistem pasar di banyak negara sosialis komunis dan non komunis selalu diikuti dengan pembagian kerja dan hasil kerja dari atas (pemerintah). Jadi sosialisme cenderung menjadi etatisme. Karena pembagian kerja dan pembagian hasil kerja datang dari negara (pemerintah) maka di semua negara sosialis terbentuk sebuah kelas baru yakni birokrasi (Suseno, 2001).

  4. Teorinya tidak cukup melihat ke depan akan besarnya kenaikan dalam kapasitas produksi yang terus dihasilkan oleh perkembangan industri.

    Kenaikan ini berarti jam kerja buruh bertambah dan menghasilkan jumlah nilai dalam industri tersebut. Akibatnya akan ada kemungkinan upah buruh akan semakin tinggi. Ramalan Marx bahwa kondisi ekonomi kaum proletar yang semakin tertekan itu nampaknya tidak terjadi bahkan kebalikannya ekonomi kaum buruh bertambah baik.

  5. Marx cenderung meremehkan fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri dari masyarakat kapitalis itu dalam menyelesaikan krisis serta kemampuannya untuk bertumbuh dan berkembang seterusnya dalam jangka panjang.

    Padahal kapitalisme tetap survive sampai dewasa ini, sebaliknya teori Marx walaupun banyak dipakai tapi mengalami kesulitan untuk survive.

Sumber : Yohanes Bahari, Karl marx : Sekelumit tentang hidup dan pemikirannya, Universitas Tanjungpura

Beberapa teori pemikiran dari Karl Marx, antara lain adalah sebagai berikut,

Dialektika

Gagasan tentang filsafat dialektis telah ada selama berabad-abad (Gadamer,1989). Gagasan dasarnya adalah arti penting kontradiksi. Sementara kebanyakan filsuf, dan bahkan orang awam memperlakukan kontradiksi-kontradiksi sebagai kesalahan-kesalahan, filsafat dialektis percaya bahwa kontradiksi-kontradiksi eksis di dalam realitas dan cara yang paling tepat untuk memahami realitas adalah dengan mempelajari perkembangan kontradiksi-kontradiksi tersebut.

Marx juga menerima arti penting kontradiksi-kontradiksi untuk perubahan historis. Kita dapat melihat hal ini di dalam rumusannya yang terkenal seperti “Kontradiksi Kapitalisme” dan “Kontradiksi Kelas”. Namun berbeda dengan Hegel, Marx tidak percaya bahwa kontradiksi-kontradiksi ini bisa dipecahkan di dalam pemahaman kita, yakni di dalam pikiran-pikiran kita.

Bagi Marx kontradiksi-kontradiksi ini benar-benar ada dan tidak dapat di pecahkan ooleh filsuf yang hanya duduk di belakang meja tulisnya, melainkan oleh perjuangan hidup dan mati demi mengubah dunia sosial. Dialektika lebih membawa kita kepada minat untuk mengkaji konflik dan kontradiksi-kontradiksi yang terjadi di antara berbagaii level realitas sosial, ketimbang minat sosiologi tradisional terhadap level-level yang saling berhubungan secara teratur dengan suatu keseluruhan yang kohesif.

Metode Dialektis

Fokus Marx pada kontradiksi-kontradiksi yang benar-benar ada, membawa dia kepada suatu metode khusus untuk mempelajari fenomena sosial yang disebut dialektika(Ball,1991;Friedrichs, 1972; Ollman, 1976; Schneider, 1971)

  • Fakta dan Nilai
    Dalam analisis dialektis, nilai-nilai sosial tidak dapat dipisahkan dari fakta-fakta sosial. Kebanyakan sosiolog menganggap nilai-nilai mereka bisa dan bahkan harus dipisahkan dari studi mereka terhadap fakta-fakta dunia sosial, tetapi juga tidak diinginkan, karena hal itu akan menghasilkan suatu sikap ketidakberpihakan.

  • Hubungan Timbal Balik
    Metode analisis dialektis bukanlah hubungan sebab akibat sederhana dan satu arah antar bagian-bagian dunia sosial. Bagi pemikir dialektis, pengaruh-pengaruh sosial tidak pernah secara sederhana mengalir di satu arah sebagaimana yang diandaikan para pemikir-pemikir sebab akibat. Bagi dialektikawan, satu faktor dapat berpengaruh pada faktor lain, namun juga faktor lain ini juga akan berpengaruh pada faktor pertama.

    Jenis pemikiran ini bukan berarti bahwa dialektikawan tidak pernah mengakui adanya hubungan sebab akibat dalam dunia sosial. Ketika para pemikir dialektis berbicara tentang kausalitas, bukan berarti mereka selalu melihat faktor-faktor sosial berdasarkan hubungan timbal balik seperti yang mereka lakukan pada kehidupan sosial.

  • Masa lalu, masa Sekarang, dan Masa Depan
    Hubungan realitas kontemporer dengan fenomena-fenomena sosial masa lalu dan masa yang akan datang memiliki dua implikasi yang teroisah terhadap sosiologi dialektis. Pertama, bahwa sosiolog dialektis bergelut mempelajari akar-akar historis dunia kontemporer sebagaimana yang dilakukan oleh Marx (1857-58/1964) dalam studinya terhadap sumber-sumber kapitalis modern. Kedua, banyak pemikir dialektis menyesuaiikan diri dengan tren sosial masa sekarang untuk memahami arah yang mungkin bagi masyarakat di masa depan.

  • Tidak Ada yang Tidak Dapat Dielakkan
    Pandangan dialektis yang melihat adanya hubungan antara masa sekarang dengan masa yang akan datang bukan berarti masa datang ditentukan oleh masa sekarang. Terence Ball (1991) menggambarkan Marx sebagai seorang “yang meyakini kesempatan politis” ketimbang “kepastian sejarah”. Karena fenomena sosial selalu melahirkan aksi dan reaksi, maka dunia sosial tidak dapat dilukiskan lewat model yang sederhana dan deterministik. Masa yang akan datang mungkin didasarkan pada beberapa model yang ada saat ini, tetapi itu bukan berarti dia sudah pasti seperti yang digambarkan model itu.

  • Aktor dan struktur
    Para pemikir dialektis juga tertarik pada dinamika hubungan aktor dan struktur sosial, termasuk Marx yang juga sudah mengetahui saling pengaruh yang terus terjadi antara level-level utama analisis sosial.Inti pemikiran Marx berada pada hubungan antara manusia dan struktur-struktur skala luas yang mereka ciptakan(Lefebvre, 1968:8). Metode dialektis mengakui keadaaan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang, dan hal ini juga berlaku untuk aktor-aktor dan struktur-struktur.

kata kata bijak karl marx

Sifat Dasar manusia

Marx membangun anaisis kritisnya terhadap kontradiksi-kontradiksi masyarakat kapitais berdasarkan premis premisnya tentang sifat dasar manusia, hubungannya dengan pekerja, dan potensinya bagi alienasi dibawah kapitalisme. Marx percaya bagwa ada kontra diksi nyata antara sifat dasar kita dan cara kita bekerja dalam masyarakat kapitalis.

Marx (1964) menulis di dalam karyanya awalnya bahwa manusia merupakan suatu “ansambel relasi relasi sosial”. Dengan ini dia ingin mengatakan bahwa sifat dasar kita jalin menjalin dengan relasi relasi social kita yang khusus dan konteks institusional kita. Oleh karena itu, sifat dasae manusia bukan merupakan suatu yang statis, akan tetapi berbeda beda sesuai latar historis dan social. Untuk memahami sifat dasar manusia kita harus memahami sejarah social karena dia dibentuk oleh kontradiksi kontradiksi dialektis yang sama yang diyakini marx sebagai pembentuk sejarah masyarakat.

Bagi marx, konsepsi tentang sifat dasar manusia yang tidak memperhitungkan factor factor social dan sejarah adalah salah, akan tetapi melibatkan faktor-faktor itu juga tidak sama dengan tindak menggunakan konsepsi tentang sifat dasar manusia sama sekali. Malahan faktor-faktor itu hanya memperumit dan memperdalam konsepsi tersebut. Bagi marx, ada suatu sifat dasar manusia pada umumnya, akan tetapi yang tidak penting adalah sifat dasar tersebut dimodifikasi pada masing-masing tahap sejarah” (marx, 1842/ 1977). Ketika bicara tentang dasar umum kita, marx sering menggunakan istilah species being. Yang dia maksud adalah potensi-potensi dan kekuatan kekuatan yang unik yang membedakan kita dari spesies yang lain.

Louis althusser (1969), berpendapat bahwa marx dewasa tidak meyakini adanya sifat dasar manusia apa pun. Tentu saja ada alasan untuk menganggap sifat dasar manusia tidak penting bagi seseorang yang tertarik mengubah masyarakat. Ide-ide tentang sifat dasar manusia- seperti ketamakan, kecenderungan pada kekerasan, perbedaan gender “alamiah” kita - sering digunakan untuk menentang perubahan social apapun. Konsepsi-konsepsi sifat dasar manusia itu konservatif.

Jika probem-problem kita disebabkan oleh sifat dasar kita, maka kita lebih baik belajar untuk membiasakan diri mencoba mengubah segala sesuatu.

Meskipun demikian, jelas sekali bahwa marx memiliki konssep sifat dasar manusia (Geras, 1983). Bahkan, kurang masuk akal untuk mengatakan bahwa sifat dasar manusia tidak ada. Sekalipun kita seperti kotak kapur kososng, kotaak kapur tersebut mesti terbuat dari sesuatu, dan mesti memiliki sifat, seperti bahwa tanda tanda kapur bisa tampak pada kotak kapur tersebut.

Pernyataan yang sebenarnya bukanlah apakah kita memiliki sifat dasar, melainkan sifat semacam apa yang kita miliki tak berubah atau terbuka terhadap proses-proses historis.

Kerja

Kerja adalah, pertama dan utama sekali, suatu proses dimana manusia dan alam sama sama terlibat, dan dimana manusia dengan persetujuan dirinya sendiri sama sama terlibat, dan dimana manusia dengan persetujuan dirinya sendiri memulai, mengatur, dan mengontrol aksi reaksi material antara dirinya dan alam… dengan bertindak terhadap dunia eksternal dan mengubahnya, manusia pada saat yang bersamaan mengubah sifat dasar dirinya. Diaa mengembangkan kekuatan kekuatan yang tidak aktif dan memaksanya untuk bertindak patuh terhadao kekuasaan… kita mengendalikan kerja dalam suatu bentuk yang hanya diperuntukan khusus buat manusia. Seekor laba laba membuat sarang bagaikan seorang penenun dan bahkan seekor tawon maupun membuat malu seorang arsitek karena sarang yang dibuatnyaa. Namun, inilah yang membedakan arsitek terburuk dengan tawon terbaik, bahwa si arsitek sudah membayangkan struktur bangunan yang akan dibuatnya di dalam imajinasi sebelummembangunnya di dalam kenyataan. Di akhir setiap proses kerja, kita memperoleh hasil yang sebelumnya sudah ada di dalam imajinasi para pekerja. Dia tidak akan mengubah bentuk material bahan yang diolah, tetapi juga berhasil sampai pada satu tujuan. (Marx, 1867/1967)

Dalam kutipan diatas kita melihat bagian bagian penting pandangan marx tentanng hubungan antara kerja dan sifat dasar manusia. pertama, yang membedakan kita dengan binatanng yang lain spesies kita sebagai manusia adala bahwa kerja kita mewujudkan suatu hal di dalam realitas yang sebelumnya hanya ada di dalamimajinasi. Produksi kita merefleksikan tuujuan kita.

Marx menyebut proses dimana kita menciptakan obyek-obyek eksternal di luar pikiran internal kita dengan obyktifitasi. Kedua, kerja ini bersifat material. Ia bekerja dengan alam material untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan material kita. Ketiga, dan terakhir, marx mempercayai bahwa kerja ini tidak hanya mengubah alam, tetapi juga mengubah kita termasuk kebutuhan, kesadaran, dan sifat dasar kita. Kerja, oleh karena itu, pada saat yang sama merupakan :

  1. obyektivikasi tujuan kita,
  2. pembentukan suatu relasi yang esensial antara kebutuhan manusia dengan obyek obyek material kebutuhan kita, dan
  3. transformasi sifat dasar kita.

Peggunaan istilah kerja oleh marx tidak dibatasi untuk aktifitas ekonomi belaka, meainkan mencangkup seluruh tindakan tindakan produktif dimana kita mengubah dan mengolah alam material untuk tujuan kita. Apapun yang diciptakan melalui aktifitas bertujuan bebas ini merupakan suatu eksprresi dan transformasi hakikat kemanusiaan kita . karya seni merupakan obyektifitas seniman.namun, benar juga bahwa proses penciptaan kkarya seni mengubah seniman. Melalui proses produksi seni ide ide seniman tenntanng seni berubah atau seniman mungkin menjadi sadar akan sebuahvisi baru yang membutuhkan obyektivitas selanjutnya.

Kerja bahkan kerja artistic, merupakan respon terhadap kebutuhan, dan transformasi yang di bawa kerja itu juga mentransformasikan kebutuhan kita. Pemenuhan kebutuhan bisa membawa kita padapenciptaan kebutuhan baru (marx dan engels, 1845-46/1970).

Misalnya saja mobil memenuhi kebutuhan transportasi, walaupun pada awalnya sebagian orang menganggap dahulu membutuhkan mobil, tapi sekarang kebanyakan orang membutuhkanya. Kita bekerja sebagai respons terhadap kebutuhan kita, akan tetapi kerja itu sendiri mentransformasikan kebutuhan-kebutuhan kita, yang bisa membawa kita kepada bentuk bentuk aktifitas produktif baru.

Menurut marx, transformasi kebutuhan kebutuhan kita melalui kerja inilah yang menjadi mesin sejarah manusia.

Tidak hanya syarat-syarat obyektif yang berubah di dalam tindakan produksi, tetapi para produserpun berubah, mereka menghasilkan kualitas kualitas baru di dalam diri mereka sendiri, mengembangkan diri mereka di dalam produksi,mentransformasikan,mengembangkan kekuatan, kekuatan, ide-ide, berbagai bentuk hubungan kebutuhan-kebutuhan dan bahasa baru. (Marx, 1857-58/1974)

kata kata bijak karl marx

Pandangan Materialisme Historis

Pandangan materialisme historis adalah pandangan tentang faktor-faktor yang menentukan perkembangan sejarah. Pandangan materialisme historis menurut Marx, “Materialisme” dalam Marx berarti bahwa kegiatan dasar manusia adalah kerja sosial. Di sini dia menerima pengandaian Feurbach bahwa kenyataan akhir adalah obyek indrawi, dan dalam Marx objek indrawi itu harus dipahami sebagai kerja atau produksi. Istilah “Sejarah” mengacu pada Hegel yang pengandaian-pengandaiannya tentang sejarah diterima oleh Marx. Tetapi, sejarah di sini bukan menyangkut perwujudan dari Roh, melainkan perjuangan kelas-kelas untuk mewujudkan dirinya mencapai kebebasan/emansipasi.

Hukum dasar perkembangan masyarakat ialah bahwa produksi kebutuhan-kebutuhan material manusia menentukan bentuk masyarakat dan pengembangannya. Fakta sederhana itu ialah bahwa manusia pertama-tama harus makan, minum, bertempat tinggal, dan berpakaian. Setelah itu baru mereka melakukan kegiatan politik, ilmu pengetahuan, seni, agama, dan seterusnya. Jadi, produksi nafkah hidup material bersifat langsung. Dengan demikian tingkat perkembangan ekonomis sebuah masyarakat atau jaman menjadi dasar dari bentuk-bentuk kenegaraan, pandangan-pandangan hukum, seni, dan bahkan perkembangan pandangan-pandangan religius orang-orang yang bersangkutan.

Keadaan sosial menyangkut produksi masyarakat, pekerjaan masyarakat. Manusia ditentukan oleh produksi mereka: apa yang mereka produksi dan cara mereka berproduksi. Pandangan ini disebut materialis. Disebut materialis karena sejarah manusia dianggap ditentukan oleh syarat-syarat produksi material. Jadi Marx memakai kata materialisme bukan dalam arti filosofis, yakni sebagai pandangan/kepercayaan bahwa seluruh realitas adalah materi, melainkan ia ingin menunjuk pada faktor-faktor yang menentukan sejarah.

Faktor-faktor tersebut bukanlah pikiran melainkan keadaan material manusia dan keadaan material adalah produksi kebutuhan material manusia. Cara manusia menghasilkan apa yang dibutuhkan untuk hidup itulah yang disebut keadaan manusia dan cara ia bekerja. Jadi, untuk memahami sejarah dan arah perubahannya, manusia tidak perlu memperhatikan apa yang dipikirkan oleh manusia, melainkan bagaimana ia bekerja dan bagaimana ia berproduksi. Sejarah tidak ditentukan oleh pikiran manusia, melainkan oleh cara ia menjalankan produksinya. Maka, perubahan masyarakat tidak dapat dihasilkan oleh perubahan pikiran, melainkan oleh perubahan dalam cara produksi.

Menurut Doyle Pual Johnson dalam bukunya Teori Sosiologi Klasik dan Modern konsep materialis Marx yang diterapkan pada perubahan sejarah untuk pertama kalinya dijelaskannya dalam The German Ideology, disusun bersama Engels. Tema pokok dalam karya ini adalah bahwa perubahan-perubahan dalam bentuk-bentuk kesadaran, ideologi-ideologi, atau asumsi-asumsi filosofis mencerminkan, bukan menyebabkan perubahan-perubahan dalam kehidupan sosial dan materil manusia.

Manusia masuk dalam hubungan-hubungan sosial dengan orang lain dalam usaha mencoba memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya (makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan seterusnya). Hubungan-hubungan produksi yang pokok ini menimbulkan pembagian kerja. Sangat erat hubungannya dengan pembagian kerja itu adalah munculnya hubungan-hubungan pemilikan yang mencakup pemilikan dan penguasaan yang berbeda-beda atas sumber-sumber pokok dan berbagai alat produksi. Pemilikan dan penguasaan yang berbeda-beda atas barang milik ini merupakan dasar yang asasi untuk munculnya kelas-kelas sosial.

Masyarakat Kapitalis

Di Eropa pada zaman Marx, industrialisasi sedang meningkat. Orang dipaksa meninggalkan pertanian dan ketrampilan tangan dan bekerja di pabrik – pabrik dengan kondisi – kondisinya yang seringkali sangat keras. Pada 1840-an, ketika Mark sedang memasuki periode yang paling produktifnya, Eropa sedang mengalami krisis sosial yang tersebar luas (Seigel, 1978 : 106).

Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi dengan sejumlah besar pekerja yang menghasilkan sedikit komoditi demi keuntungan sejumlah kecil kapitalis yang memiliki segala hal berikut ini : komoditi, alat-alat produksi komoditi, dan waktu kerja kaum pekerja, yang dibeli melalui upah (H.Wolf).

Salah satu dari wawasan sentral Marx ialah bahwa kapitalisme jauh lebih dari sekedar sistem ekonomi.

1. Komoditas

Dasar dari semua karya Marx mengenai struktur sosial, dan letak keterikatannya yang paling jelas dengan panangan-pandangannya mengnai potensi manusia, adalah di dalam analisisnya mengenai komoditas atau produk-produk pekerjaan yang terutama dimaksudkan untuk pertukaran. Seperti dinyatakan Georg Lukacs (1922/1968).

Masalah komoditas adalah masalah struktural yang sentral bagi masyarakat kapitalis.”

2. Pemberhalaan Komoditas

Komoditas adalah produk-produk pekerjaan manusia, tetapi komoditas bisa jadi terpisah dari kebutuhan-kebutuhan dan maksud-maksud para penciptanya. Didalam kapitalisme yang berkemang sepenuhnya, kepercayaan seperti itu menjadi realitas ketika objek-objek dan pasar-pasarnya bener-bener menjadi fenomena nyata yang independen. Komoditas menerima realitas eksternal indepenen yang nyaris mistis (Mark,1867/1967). Marx menyebutkan proses itu sebagai pemberhalaan komoditas (fitishism of comodity) (Dant, 1996; Sherlok, 1997).

3. Modal, Kaum Kapitalis, dan Kaum Proletariat

Marx menemukan inti masyarakat di dalam komoditas. Masyarakat yang didominasi oleh benda-benda dengan nilai utamanya adalah pertukaran mnghasilkan kategori-kategori manusia terentu. Dua tipe utama yang di perhatikan Marx adalah kaum proletariat dan kapitalis. Mari kita mulai dengan kaum proletariat.

Para pekerja yang menjual tenaga kerja mereka dan tidak memiliki alat-alat produksi sendiri adalah anggota kaum poletariat. Mereka tidak memiliki pralatan sendiri atau pabrik-pabrik. Marx (1867/1967).

Percaya bahwa kaum poletariat pada akhirnya kehilangan kahliannya sendiri ketika mereka semakin melayani mesin-mesin yang sudah menggantikan keahlian mereka. Kaum poletariat bergantung sepenuhnya pada upahnya. Hal itu membuat kaum poltariat tergantung kepada orang-orang yang membayar upah. Orang-orang yang membayar upah adalah kaum kapitalis. Kaum kapitalis adalah orang-orang yang memiliki alat-alat produksi. Di dalam suatu sirkulasi kapitalis komoditas (M,-C-M) tujuan utama ialah menghasilkan uang yang lebih banyak. Komoditas-komoditas di beli untuk menghasilkan keuntungan, tidak harus untuk penggunaan.

4. Konflik Kelas

Kelas, bagi Marx, selalu ddidefinisikan dari segi potensinya untuk konflik. Para individu membentuk kelas sejauh mereka berada dalam konflik bersama dengan orang-orang lain mengenai nilai surplus. Di dalam kapitalisme ada konflik kepentingan yang mendasar di antara orang-orang yang membayar buruh upahan dan orang-orang yang bekerja diubah menjadi nilai surplus. Konflik alami itulah yang menghasilkan kelas-kelas (Ollmann,1976).

Bagi Marx, suatu baru ada bila orang-orang menjadi sadar atas hubungan mereka yang berkonflik dengan kelas-kelas lainnya. Tanpa kesadaran itu mereka hanya membentuk apa yang oleh Marx disebut suatu kelas dalam dirinya sendiri.

Didalam kapitalise, analisis Mark menemukan dua kelas utama: borjuis dan proletariat. Borjuis adalah nama yang di berikan Mark untuk kaum kapitalis di dalam ekonomi modern. Kaum borjuis memiliki alat-alat produksi dan kaum poletariat adalah contoh lain kontradiksi material yang nyata.

5. Kapitalisme Sebagai Hal Yang Baik

Mark, melihat kapitalisme terutama sebagai hal yang baik. Marx tidak ingin kembali kenilai-nilai tradisional prakapitalisme. Generasi-generasi masalampau benar-benar dieksploitasi; perbedaannya hanyalah eksploitasi lama tidak terselubung di balik uatu sistem ekonomi. Kelahiran kapitalisme membuka kemungkinan-kemungkinan baru untuk kebebasan para pekerja. Meskipun ada eksploitasi, sistem kapitalis memberikan kemungkinan untuk kebebasan dari tradisi-tradisi yang mengikat masyarakat sebelumnya. Meskipun para pekerja belum benar-benar bebas sepenuhnya. Marx percaya bahwa kapitalisme adalah akar yang menyebabkan ciri-ciri penentuan zaman modern. Perubahan terus menerus modernitas dan kecondongannya untuk menentang segala tradisi yang di terima di dorong oleh kompetisi yang tidak dapat dipisahkan dalam kapitalisme.

kata kata bijak karl marx

Ekonomi Kapitalis

Ekonomi kapitalis berjalan menurut serangkaian karakteristik yang khas. Di antaranya akan kita sebutkan di bawah ini:

  1. Pada dasarnya, produksi terdiri dari produksi komoditi yaitu, produksi yang bertujuan untuk di jual di pasar. Jika komoditi yang di produksi tidak terjual di atas harga yang ada, perusahaan kapitalis dan borjuis secara keseluruhan tidak akan mendapat keuntungan atau nilai lebih dari pekerja.

  2. Produksi dijalankan dalam kondisi di mana alat produksi dimiliki secara pribadi.
    Kepemilikan pribadi ini bukanlah kategori legal, tetapi pada intinya adalah kategori ekonomi. Hal tersebut berarti bahwa kekuasaan untuk mengatur tenaga produktif (alat produksi dan alat kerja) bukan milik kolektif, melainkan terbagi-bagi antara perusahaan-perusahaan yang di kontrol oleh kelompok-kelompok dan kelompok-kelompok finansial).

  3. Produksi di jalankan untuk sebuah pasar yang tidak terbatas.
    Produksi di atur oleh printah kompetisi. Semenjak produksi tidak di batasi oleh kebiasaan (seperti dalam komunitas priitif), atau oleh hukum dan peraturan (seperti dalam perusahaan Abad Pertengahan), setiap individu kapitalis (setiap pemilik pribadi, tiap perusahaan atau kelompok kapitalis) berusaha untuk mendapatkan keuntungan terbesar, untuk mendapat bagian terbesar dari pasar.

  4. Tujuan produksi kapitalis adalah memaksimalkan keuntungan.
    Kelas pemilik para kapitalis hidup dari produk surplus sosial,uumnya mengkonsumsi dalam cara yang tidak produktif. Kelas kapitalis juga mengkonsumsi secara tidak produktif sebagian dari surplus sosial, sebagian dari keuntungan yang di dapatkanya. Jalan yang paling efisien menurunkan biaya produksi (harga biaya) adalah, untuk memperbesar basis produksi dengan kata lain, untuk memproduksi lebih, dengan bantuan mesin-mesin yang makin cangih. Tetapi hal tersebut membutuhkan jumlah kapitalis yang besar. Karenanya, di bawah cambukan kompetisi, kapitalisme di wajibkan untuk mencari maksimalisasi keuntungan, agar mengembangkan investasi produktif hinggga maksimal.

  5. Produksi kapitalis muncul menjadi produk yang tidak hanya untuk memperoleh keuntungan tetepi juga untuk akumulasi kapital.
    Sesungguhnya logika kapitalisme membutuhkan sebagian besar nilai lebih yang di akumulasikan secara produktif (di rubah menjadi kapital tambahan, dalam bentuk mesin-mesin dan bahan-bahan baku tambahan, dan pekerja tambahan) dan di konsumsi secara tidak produktif.

    Produksi yang bertujuan untuk akumulasi kapital ternyata menuju pada hasil yang kontradiktif. Di satu sisi, meningkatnya perkembangan mekanisasi mengakibatkan perluasan tenaga produktif dan kenaikan dalam produktivitas kerja, menciptakan dasar material bagi pembebasan umat manusia dari kebutuhan “bekerja banting tulang”. Itulah fungsi sejarah progresif dari kapitalisme.

Berjalannya Ekonomi Kapitalis

Dalam rangka mendapatkankeuntungan maksimum dan mengembangkan akumulasi kapital sebesar mungkin, kapitalis di paksa mengurangi hingga minimum bagian nilai baru yang di hasilkan oleh tenaga kerja yang di kembalikan kepadanya dalam bentuk upah. Nilai baru ini, “nilai yang di tambahkan” atau ”pendapatan nasional”, pada dasarnya di tentukan dariproses produktif itu sendiri,terlepas dari faktor apapun dalam sisi distribusi.

Dua cara esensial dimana kapitalis mencoba untuk meningkatkan bagian mereka yaitu, nilai lebih adalah:

  1. Menambah jam kerja tanpa meningkatkan upah harian (yang terjadi sejak Abad Keenambelas sampai Abad Kesembilanbelas di Barat, dan masih berlangsung hingga hari ini di berbagai negeri-negeri kolonial dan semi-kolonial), pengurangan upah riil, penurunan “kebutuhan hidup minimum”. Ini yang di sebut oleh marx dengan pertumbuhan dalam nilai lebih absolut.

  2. Peningkatan produktifitas kerja dalam bidang barang-barang konsumen (ini mendominasi di barat dari paruh dua abad Kesembilan belas hingga sekarang). Setelah kenaikan produktivitas kerja dalam industri barang-barang konsumen dan pertanian, rata-rata pekerja industri menghasilkan nilai barang yang sudah di tentukan jumlahnya selama katakan saja tiga jam kerja yang sebelumnya lima jam.

Setiap kapitalis mencoba mendapatkan keuntungan maksimum. Tapi untuk mendapatkanya, mereka harus berusaha untuk meningkatkan produksi secara maksimum, dan tanpa henti menurunkan harga biaya dan eceran (diekspresikan dalam unit moneter stabil). Karena hal itu, kompetisi beroprasi sebagai proses selektif di antara perusahaan kapitalis dengan syarat-syarat yang sedang. Hanya yang paling produktif dan paling aktif bertahan hidup. Mereka yang menjual terlalu mahal tidak akan mendapat keuntungan sama sekali.

Kapital, Kapitalis dan Ploretariat

Marx menemukan inti masyarakat kapitalis didalam komoditas. Suatu masyarakat didominasi oleh objek-objek yang nilai utamanya adalah pertukaran yang memproduksi kategori-kategori masyarakat tertentu. Dua tipe utama yang menjadi perhatian Marx adalah proleariat dan kapitalis.

Proletariat adalah para pekerja yang menjual kerja mereka dan tidak memiliki alat-aat produksi sendiri. Mereka tidak memilik sarana-sarana sendiri dan pabrik-pabrik sendiri, tetapi marx percaya bahwa ploretariat bahkan akan kehilangan keterampilan mereka seiring dengan meningkatnya mesin-mesin yang mengantikan mereka. Karena proletariat hanya memproduksi demi pertukaran, maka mereka juga konsumen. Karena mereka tidak memiliki sarana-sarana untuk memproduksi sarana-sarana untuk memproduksi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri, maka mereka harus menggunakan upah yang mereka peroleh untuk membeli apa yang mereka butuhkan. Maka dari itu proletariat tergantung sepenuhnya pada upahnya untuk bertahan hidup. Hal inilah yang membuat proletariat tergantung pada orang yang memberi upah.

Orang yang memberi upah adalah kapitalis, jelas adalah kapialis adalah orang-orang yang memiliki alat produksi. Kapital adalah uang yang menghasilkan lebih banyak uang. Dengan kata lain, kapital lebih merupakan uang yang di investasikan ketimbang uang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keingginan manusia.

Jadi kapitalisme adalah uang yang menghasilkan lebih banyak uang, namun Marx mengungkapkan kepada kita bahwa kapital bukan hanya itu : kapital juga merupakan sebuah resolusi sosial tertentu. dengan kata lain uang hanya akan menjadi kapital, karena adanya relasi sosial antara proletariat yang bekerja dan harus membeli produk dengan orang yang menginvestasikan upahnya. Kapitalis kapital untuk memperoleh keuntunagan terlihat sebagai kekuatan yang di bantu oleh alam- suatu kekuatan produktif imanen didalam kapital.

Akhir dari Kapitalisme

Marx sering dijuluki sebagai bapak dari komunisme yang berasal dari kaum terpelajar dan politikus. Ia memperdebatkan bahwa analisis tentang kapitalisme miliknya membuktikan bahwa kontradiksi dari kapitalisme akan berakhir dan memberikan jalan untuk komunisme.

Di lain tangan, Marx menulis bahwa kapitalisme akan berakhir karena aksi yang terorganisasi dari kelas kerja internasional.

“Komunisme untuk kita bukanlah hubungan yang diciptakan oleh negara, tetapi merupakan cara ideal untuk keadaan negara pada saat ini. Hasil dari pergerakan ini kita yang akan mengatur dirinya sendiri secara otomatis. Komunisme adalah pergerakan yang akan menghilangkan keadaan yang ada pada saat ini. Dan hasil dari pergerakan ini menciptakan hasil dari yang lingkungan yang ada dari saat ini. – Ideologi Jerman-

Hubungan antara Marx dan Marxism adalah titik kontroversi. Marxism tetap berpengaruh dan kontroversial dalam bidang akademi dan politik sampai saat ini. Dalam bukunya Marx, Das Kapital (2006), penulis biografi Francis Wheen mengulangi penelitian David McLellan yang menyatakan bahwa sejak Marxisme tidak berhasil di Barat, hal tersebut tidak menjadikan Marxisme sebagai ideologi formal, namun hal tersebut tidak dihalangi oleh kontrol pemerintah untuk dipelajari.

Eksploitasi

Bagi Marx, ekploitasi dan dominasi lebih dari sekedar distribusi kesejahteraan dan kekuasaan yang tidak seimbang. Ekspliotasi merupakan suatu bagianpenting dari ekonomi kapitalis. Tentu saja masyarakat memiliki sejarah eksploitasi, tetapi yang unik dalam kapitalisme adalah bahwa eksploitasi dilakukan oleh sistem ekonomi yang impersonal dan “objekti”. Kemudian paksaan jarang dianggap sebagai kekerasan, malah menjadi kebutuhan pekerja itu sendiri, yang biasaterpenuhi hanya melaui upah, secara ironis Marx menggabarkan kebebasan upah kerja ini.

Untuk mengubah uangnya menjadi kapital …pemilik uang harus bertemu di dalam pasar dengan buru-buruh bebas, bebas dalam dua pengrtian, dari satu sisi sebagai seseorang yang bebas dia bisa mengatur tenaganya sebagai komoditasnya sendiri, dan disisi lain sebagai seseorang yang tidak memiliki komoditas lain untuk dijual, dia kekurangan segala sesuatu yang penting untuk merealisasikan tenaganya.

Para pekerja menjadi ”buruh- buruh yang bebas”, membuat kontrak-kontrak bebas dengan para kapitalis. Namun , Marx percaya bahwa para pekerja tidak lagi mampu memproduksi demi kebutuhan mereka sendiri. Hal ini benar khususnyakarena biasanya kapitalisme menciptakan apa yang disebut Marx sebagai”tentara cadangan” dari pengagguran yang mau melakukanya. Inilah misalnya yang ditemukan Barbara Ehrenreich sebagai tujuan iklan lowongan kerja berupah yang rendah.

Kapitalisme membayar para pekerja kurang dari nilai yang mereka hasilkan dan meraup keuntungan untuk diri mereka sendiri. Hal ini membawa kita pada konsep sentral tentang nilai-nilai suplus. Nilai surplus di didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai produksi ketika dijual dan nilai elemen-elemen yang digunakan untuk membuat poduk tersebut (termasuk kerja para pekerja).

Kaptalisme biasanya menggunakan keuntungan ini untuk konsumsi pribadi, akan tetapi hal tersebut belum mengakibatkan ekspansi kapitalisme. Kapitalis melebarkan perusahaa mereka dengan menggubah nilai-surplus itu menjadi modal yang akan menghasilkan nilai-nilai surplus yang lebih banyak. Marx memberikan sebuah ibarat, tentang hal ini

”kapitalisme merupakan kerja mati, seperi vampir, yang hidup dengan menghisap kehidupan kerja, dan makin dia hidup, makin banyak kerja yang dihisapnya”

Marx menggemukakan poin penting lainya tentang kapital ”kapital eksis dan hanya bisa eksis sebagai kapital-kapital". Maksudnya disini adalah bahwa kapitalisme selalu di dorong oleh kompetisi yang tiada henti. Kapitalisme mungkin terlihat terkontrol, meskipun mereka didorong oleh kompetisi yang konstan antara kapital-kapial. Kapital dipaksa untuk memperoleh lebih banyak keuntungan demi mengakumulasikan dan menginvestasikan lebih banyak kapital.

“begitulah, kapitalis sama dengan si kikir dalam sebuah hal yang absolut, yakni memperkaya diri sendiri. Namun yang terlihat pada si kikir sebagai kegilaan individu, maka dalam kapitlis terlihat terliha sebagai efek dari mekanisme sosial yan roda penggeraknya adalah dirinya sendiri."

Keinginan untuk memperoleh lebih banyak keuntungan dan lebih banyak nilai surplus untuk ekspansi, mendorong kapitalisme pada apa yang disebut Marx dengan hukum-hukum akumulasi kapital. Kapitalis berusaha mengesploitasi pekerja semaksimal mungkin: tertendensi konstan kapitalis adalah untuk memaksa ongkos kerja kembali…ke angka Nol”. Marx berpendapat bahwa struktur dan etos kapitalisme mendorong kapitalis dalam mengarahkan akumulasi pada penumpukan kapital yang lebih banyak lagi. Unutk melakukan hal ini, berdasarkan pandangan Marx bahwa kerja merupakan sumber nilai, kapitalis digiring untuk meningkatkan eksploitasi terhadap proletariat. Inilah yang mendorong terjadinya konflik kelas.

Agama

Marx juga melihat agama sebagai sebuah ideologi. Dia merujuk pada agama sebagai candu masyarakat. Marx percaya bahwa agama, seperti halnya ideologi, merefleksikan suatu kebenaran, namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama. Marx dengan jelas menyatakan bahwa dia tidak menolak agama, pada hakikatnya, melainkan menolak suatu sistem yang mengandung ilusi-ilusi agama. Bentuk keagamaan ini mudah di kacaukan dan oleh karena itu selalu berkemungkinan untuk menjadi dasar suatu gerakan revolusioner. Kita juga melihat bahwa gerakan-gerakan keagamaan sering berada garda depan dalam melawan kapitalisme(lihat,misalnya, teologis pembebasan)

Komunisme dan Sosialisme

Istilah sosialisme selalu identik dengan sosok Karl Marx. Padahal pemikiran tentang sosialisme terlampau jauh berkembang sejak abad ke V – sebelum Marx mulai memikirkan recolusi proletariat. Pemikiran Marx sendiri tentang sosialisme sebenarnya sudah termaktub dalam beberapa karya dan budaya Yunani kuno – meskipun terbatas pada objek dari sosialisme itu sendiri. sosialisme untuk semua digagas oleh Jambulos dan Euhemeros. Jambulos mendeskripsikan sebuah ‘negara matahari’ dimana segala-galanya – termasuk para isteri – dimiliki bersama.

Kata ‘sosialisme’ sendiri mucul di Prancis sekitar tahun 1830, begitu juga ‘komunisme’. Kedua kata ini pada awalnya memiliki makna yang selaras, namun ‘komunisme’ segera dipakai oleh golongan sosialis radikal, yang menuntut penghapusan total hak milik pribadi dan kesamaan konsumsi serta mengharapkan keadaan komunis itu dari kebaikan pemerintah, melainkan semata-mata dari perjuangan kaum terhisap sendiri (Frans. 2003). Sosialisme pada abad pertengahan memiliki motif-motif yang erat dengan nilai-nilai religius tertentu, yaitu Kristen. Terutama dalam pertimbanhan tentang penyambutan Kerajaan Allah, Orang harus bebas dari keterikatan.

Sedangkan memasuki zaman pencerahan, perkembangan paham sosialisme tidak mampu berkembang pesat. Hal ini disebabkan dominasi golongan borjuasi yang menuntut kebebasan politik supaya dapat bebas berusaha dan berdagang untuk kepentingan milik pribadi – sebesar dan sebebas mungkin. Sejak bergulirnya Revolusi Prancis (1789-1795), sosialisme memasuki era modern dalam perkembangannya.

Keyakinan dasar para pemimpin sosialis modern adalah, secara prinsipil produk pekerjaan merupakan milik si pekerja. Milik bersama dianggap tuntutan akal budi. Mereka meyakini bahwa masyarakat akan berjalan jauh lebih baik kalau tidak berdasarkan milik pribadi.

Sejalan dengan perkembangan sosialisme, paham komunisme sebagai ‘sosialisme radikal’ pun berkembang mengiringi perkembangan induknya. Sejarah perkembangan kedua pemikiran ini – sampai saat ini – seolah mengerucut pada pergolakan yang terjadi di belahan Eropa, khusunya Uni Soviet – sekarang Rusia. Diantara tokoh-tokoh yang memiliki dominasi penuh atas kedua pemikiran ini adalah Karl Marx, Engels, Stalin, dan George Lukaes. Oleh karena itu, untuk memahami perkembangan pemikiran sosialis dan komunis, penulis menitik beratkan kajian pada perkembangan pemikiran Marx, Engels, dan Stalin. Sedangkan untuk memperkuat pengaruh pemikiran sosialisme dan komunisme modern, tulisan George Lukaes yang berjudul History and Class Conciousness (1923) tentunya tidak dapat ditinggalkan.

Sosialisme-nya Marx

Pandangan Marx tentang sosialisme bertentanngan dengan konsepsi-konsepsi sosialisme yang diciptakan Fourier dan Owen – yang menciptakan ‘dunia baru’ dimana setiap orang hidup bahagia. Marx berasumsi bahwa konsepsi tersebuat hanya angan-angan belaka, karena tidak menunjukkan jalan bagaimana mencapainya. Semua itu utopia, kata Marx, hanya impian belaka. Disisi lain, Marx sendiri selalu menolak memberi gambaran sosialisme. Menurutnya, sosialisme – ilmiah – tidak dapat “membuat resep bagi dapur umum dimasa datang”.

Sementara itu, untuk membedakan ajaran dari gagasan sosialisme utopis, Marx menyusun suatu teori sosial yang menurutnya didasari hukum-hukum ilmiah dan karena itu pasti terlaksana. Marx meyakini adanya ‘hukum-hukum gerak’ dalam masyarakat yang dijalankan dengan prinsip ‘kebutuhan yang mutlak’ didasarkan pada penjelasan naïf dari kemajuan ilmu pengetahuan alam (Elster. 2000).

Pertimbangan moral, menurut Marx, bukanlah dasar bagi sosialisme. Penilaian bahwa kapitalisme itu jahat dan sosialisme itu baik tidak berlaku mutlak, melainkan jika syarat-syarat objektif pengahpusan hak milik pribadi atas sesuatu itu terpenuhi. Hal ini berarti klaim Marx terhadap sosialisme-nya yang bersifat ilmiah bisa diterima, karena berdasarkan pengetahuan hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat – yang kemudian tersohor dengan istilah ‘Pandangan Materialis Sejarah’ (Frans. 2003).

Sosialisme yang akan datang menggantikan kapitalisme adalah buah dari pada perkembangan masyarakat dalam sejarah dibawah pengaruh hokum dialektik. Menurut Marx, menggunakan jalan ilmiah, sosialisme tidak dapat ditentukan sekarang bentuk dan rupa masa yang akan datang – artinya susunan baru pada masyarakat tidak dibuat, melainkan dilahirkan. Melihat realita sejarah, menurut penulis, sosialisme yang berorientasi pada terbentuknya ‘masyarakat tidak berkelas’ adalah bagian dari hegemoni dan upayah manusia mencapai sebuah kesetaraan. Meskipun realita yang berkembang kini tidak berjalan horizontal, melainkan vertikal.

Konsep sosialisme Marx memang lebih kompleks daripada filsuf lainnya. Tujuan sosialisme dalam pandangn Marx bukanlah membuat suatu konstruksi masyarakat dalam suatu sistem yang selesai bentuknya, melainkan menyelidiki suatu perkembangan sejarah yang melahirkan dua kelas yang bertentangan, dan kemudian mempelajari betapa berpengaruhnya faktor-faktor kelas tersebut terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang akan melenyapkan pertentangan tersebut.

Pendapat Marx diatas dikuatkan oleh Engels dalam bukunya “Perkembangan Sosialisme dari Utopia sampai ke Ilmu.”Ajarannya adalah bahwa komunisme merupakan ajaran tentang syarat-syarat yang mesti dipenuhi untuk mencapai kemerdekaan kaum buruh. Dalam menyusun teori mengenai perkembangan masyarakat, Marx sangat tertarik oleh gagasan filsuf Jerman George Hegel mengenai dialektika karena di dalamnya terdapat unsur kemajuan melalui konflik dan pertentangan. Dan unsur inillah yang dia perlukan menyusun teorinya mengenai perkembangan masyarakat melalui revolusi. Untuk melandasi teori sosial, maka dia merumuskan terlebih dahulu teori mengenai materialisme dialektik (dialectical materialism).

Kemudian konsep-konsep itu dipakainya untuk menganalisa sejarah perkembangan masyarakat yang dinamakannya materialisme historis (historical materialism). Dan karena materi oleh Marx diartikan sebagai keadaan ekonomi, maka teori marx juga sering disebut ’analisa ekonomis terhadap sejarah’. Dalam menjelaskan teorinya Marx menekankan bahwa sejarah (yang dimaksud hanyalah sejarah Barat) menunjukkan bahwa masyarakat zaman lampau telah berkembang menurut hukum-hukum dialektis yaitu maju melalui pergolakan yang disebabkan oleh kontradiksi-kontradiksi intern melalui suatu gerak spiral ke atas sampai menjadi masyarakat dimana Marx berada. Atas dasar analisa terakhir ia sampai pada kesimpulan bahwa menurut hukum ilmiah dunia kapitalis akan mengalami revolusi -yang disebutnya revolusi proletariat- yang akan menghancurkan sendi-sendi masyarakat kapitalis tersebut, dan akan meratakan jalan untuk timbulnya masyarakat komunis.

Alienasi

Marx menggunakan konsep alienasi untuk menyingkapkan efek produksi kapitalis yang bersifat menghancurkan terhadap manusia dan terhadap masyarakt. Yang sangat signifikan di sini adalah sistem dua kelas yaitu kaum kapitalis mempekerjakan karyawan (dengan demikian mereka memiliki waktu para pekerja) dan para kapitalis memiliki alat-alat produksi (alat-alat dan bahan-bahan mentah) dan juga memiliki produk-produk hasil akhirnya. Agar dapat bertahan hidup, para pekerja dipaksa menjual waktu kerja mereka kepada kaum kapitalis.

Alienasi dapat dilihat mempunyai empat komponen mendasar.

  1. Para pekerja di dalam masyarakat kapitalis dialienasi dari kegiatan produktifnya. Mereka tidak menghasilkan objek-objek menurut ide-ide mereka sendiri atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri secara langsung. Malah, para pekerja bekerja bagi kaum kapitalis, yang memberi upah sekadar untuk mnyambung hidup sebagai balasan untuk pemakaian mereka dalam cara yang dianggap cocok oleh sang kapitalis. Karena kegiatan produktif adalah milik kaum kapitalis, dan karena mereka yang memutuskan apa yang harus dilakukan, dapat dikatakan bahwa para pekerja teralienasi dari kegiatan-kegiatan itu.

  2. Para pekerja di dalam masyarakat kapitalis teralienasi bukan hanya melalui kegiatan-kegiatan itu-produk. Produk pekerjaan mereka bukan milik para pekerja, tetapi milik para kapitalis, yang mungkin memakainya dengan cara apa pun yang mereka inginkan karena merupakan hak milik pribadi para kapitalis. Kaum kapitalis akan menggunakan kepemilikannya agar dapat menjual produk demi mendapatkan keuntungan.

  3. Para pekerja di dalam masyarakat kapitalis teralienasi dari para rekan kerjanya. Asumsi Marx ialah bahwa pada dasarnya orang butuh dan ingin bekerja sama agar dapat mengambil dari alam apa yang mereka perlukan untuk dapat bertahan hidup. Akan tetapi, di dalam kapitalisme kerja sama itu diganggu, dan orang, kerap orang-orang asing, dipaksa bekerja berdampingan untuk sang kapitalis. Bahkan, para pekerja di lini perakitan yang terdiri dari teman-teman dekat pun, sangat banyak yang terisolasi karena sifat dasar teknologinya.

  4. Para pekerja di dalam masyarakat kapitalis teralienasi dari potensi manusianya sendiri. Para individu semakin sedikit bekerja sebagai manusia karena mereka semakin tersusutkan di dalam pekerjaan mereka menjadi berfungsi sebagai mesin.

Sumber : Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta