Bagaimana pembangunan sosial masyarakat?

Pembangunan sosial

Pembangunan sosial adalah suatu proses perubahan sosial terencana yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, dimana pembangunan dilakukan saling melengkapi proses pembangunan ekonomi.

Bagaimana cara yang efektif dalam pembangunan sosial masyarakat?

Pembangunan sosial memiliki arti yang berbeda dengan Kesejahteraan sosial, meskipun sering juga dijumpai istilah ”Pembangunan Kesejahteraan Sosial”.

Pembangunan sosial merupakan konsep yang menunjuk pada suatu proses perubahan sosial terencana yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, sejalan dengan proses pembangunan ekonomi.

Artinya, pembangunan sosial diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia, yaitu terpemenuhinya kebutuhan fisik dan sosialnya. Program yang menjadi pusat pehatian pembangunan sosial sejauh ini, antara lain mencakup pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, pe-rumahan, dan pengentasan kemiskinan.

Pembangunan sosial yang selama ini dibangun dan dikembangkan oleh negara-negara berkembang, biasanya mengadopsi program pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara maju, seperti Inggris, Amerika, Australia dan negara maju lainnya. Di negara-negara maju tersebut, kesejahteraan sosial sangat identik dengan jaminan sosial (social security), seperti public assistance dan social insurance, yang diselenggarakan negara terutama untuk masyarakat yang kurang beruntung atau miskin.

Sementara itu, pembangunan kesejahteraan sosial berorientasi pada peningkatan pranata sosial dan keberfungsian sosial yang mencakup kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, melaksanakan peran sosial dan menghadapi goncangan dan tekanan kehidupan. Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial mencakup individu dan masyarakat dari berbagai kelas ekonmi, tetapi sasaran utama pelayanan kesejahteraan sosial adalah kelompok masyarakat yang tergolong kurang beruntung.

Sedangkan, kesejahteraan sosial dalam arti luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Atau jika dirumuskan secara berbeda, kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks sosialnya.

Pembangunan sosial bukanlah persoalan yang sederhana dan tidak dapat direduksi dalam kebijakan parsial seperti subsidi pemerintah. Kebijakan ini sangat jelas terlihat sejak terjadinya reformasi politik, karena Indonesia pada saat itu dihadapkan dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Perhatian pemerintah yang sudah berganti-ganti sangat terfokus pada penyelematan ekonomi dan program subsidi untuk orang miskin. Program pembangunan sosial sangat lemah baik dari segi konsep, topangan instisusi pelaksana, per- hatian politik,dan sumber daya.

Saat ini, ketika krisis ekonomi sudah mulai teratasi semestinya pemerin- tah lebih menaruh perhatian pada pembangunan sosial, agar tidak kembali terpuruk dalam krisis ekonomi, jika tetap berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tanpa pemerataan yang memadai. Pembangunan sosial di samping akan menumbuhkan kesiapan bangsa ini agar dapat bertahan dan terus membangun, juga meningkatkan kemampuan dalam mengelola sumber daya yang terbatas, dengan inovasi unggul di tengah keterbatasan dan persaingan.

Menurut Midgley, pembangunan sosial memiliki tiga strategi besar yaitu

  • Pertama, pembangunan sosial oleh individu, yang dikenal juga sebagai pende- katan individualis atau perusahaan. Pendekatan ini memiliki akar ideologi liberal atau individualis, yang menekankan pada pentingnya kebebasan individu dalam memilih. Pendekatan individualis atau perusahaan memang saat ini tidak populer dalam pembangunan sosial. Pendekatan ini dipromosikan melalui peningkatan fungsi sosial individu dan hubungan antarpribadi.

    Dalam strategi ini, individu-individu dalam masyarakat secara swadaya memben- tuk usaha pelayanan guna memberdayakan masyarakat.

  • Kedua, pembangunan sosial oleh komunitas yang juga dikenal seba- gai pendekatan komunitarian. Pendekatan komunitarian dipengaruhi oleh ideologi populis. Strategi ini percaya bahwa antara masyarakat dan komunitas memiliki kemampuan yang saling terkait untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar dan teratasinya masalah sosial komunitas tersebut.

  • Ketiga, pembangunan sosial oleh pemerintah yang lebih dikenal sebagai pendekatan statis. Pendekatan statis didasari oleh ideologi kolektivis atau sosialis yang lebih menekankan pada pentingnya kolektivitas, yang dibangun dari asosiasi masyarakat yang memiliki sumber daya secara kolektif dan membagi wewenang untuk membuat keputusan. Melalui strategi ini pembangunan sosial dilakukan oleh lembaga-lembaga atau organisasi dalam pemerintahan.

Salah satu determinan (penentu) yang paling kritis dari keberhasilan mencapai tujuan pembangunan sosial terletak pada jenis pendekatan yang digunakan oleh suatu negara. Tentu saja terdapat rentangan alternatif pendekatan pembangunan sosial yang dapat dipilih oleh negara mana pun. Namun pendekatan pembangunan sosial apa pun tampaknya jatuh pada suatu titik di antara kedua kutub sepanjang suatu kontinum pendekatan.

Di satu ujung kontinum terdapat pendekatan pembangunan “top-down” terhadap pembangunan sosial bangunan sosial yang berdasar pengelolaan sumber yang bertumpu pada komunitas.” Pembangunan sosial apa pun akan ditandai baik oleh salah satu, atau gabungan dari dua pendekatan tersebut (Korten, 1980; Korten 1986).

1. Pendekatan Pembangunan Sosial Atas-Bawah, Cetak Biru (Top_Down, Blueprint Approach to Sosial Development).

Pendekatan ini elitis sifatnya, seperti mimiliki ciri “charity strategy”. Pendekatan ini berkaitan dengan konsep pembangunan sosial yang diinterpretasikan sebagai usaha terencana untuk memberikan pelayanan dan fasilitas sosial yang lebih baik kepada rakyat. Keputusan-keputusan tentang pelayanan dan fasilitas sosial yang diberikan, siapa yang memberi, kapan, di mana serta bagaimana diberikan, sepenuhnya merupakan kebijaksanaan birokrasi pemerintah. Kelompok sasarannya tidak mempunyai bentuk pasti karena mereka ditentukan secara terpusat tanpa mempertimbangkan kebutuhan subyektif mereka dan kemampuan mereka untuk memberikan respons.

Rakyat diharapkan menerima secara pasif apa pun pelayanan sosial dan fasilitas sosial yang dipilih birokasi pemerintah untuk ditawarkan sesuai dengan kebijaksanaannya. Pelayanan dan fasilitas sosial yang ditawarkan cenderung sudah ditentukan dan seragam. Pendekatan ini berkaitan dengan meminjam pepatah

” memberi ikan kepada rakyat yang siap dimakan pada hari ini, dan bukan mengajari mereka memancing sehingga mereka bisa memakannya setiap hari.”

Meskipun mekanisme menyalurkan pelayanan melalui pendekatan atas bawah (top-down) tersebut dapat efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan sosial dan fasilitas sosial kepada rakyat, namun terdapat beberapa kelamahan serius yang inheren dalam pendekatan ini:

  • Pendekatan ini menghilangkan nilai kemanusiaan karena penerima manfaat itu jarang memiliki peranan apa pun kecuali sebagai pemanfaat pelayanan dan fasilitas sosial yang ditentukan secara sepihak oleh birokrasi pemerintahan.

  • Pendekatan tersebut sering melemahkan kemampuan kreatif rakyat untuk tradisional telah mereka lakukan untuk diri mereka sendiri serta menggantinya dengan campur tangan pemerintah dan penyediaan sumber. Hal ini pasti menghilangkan keswaspadaan yang telah mereka miliki dan mengubah mereka menjadi tergantung sepenuhnya pada pemerintah.

  • Kecenderungan pendekatan tersebut mengabaikan pembentukan kemampuan dan proses pembinaan institusi sehingga akan membahayakan kemampuan proyek untuk tumbuh dengan kekuatan sendiri. Proyek tersebut segera akan berakhir setelah campur tangan pemerintah dan bantuan pemerintah berakhir.

  • Karena sumber pembangunan publik (pemerintah) selalu langka, maka tanpa partisipasi rakyat jangkauan pelayanan pemerintah akan sangat terbatas. Pendekatan yang mengabaikan potensialitas partisipasi dan kontribusi rakyat terhadap pemberian pelayanan sosial dan fasilitas sosial akan membatasi kemampuannya untuk menjangkau mereka yang ada pada lapisan bawah dari piramida sosial.

  • Kecenderungan pendekatan cetak-biru dan atas-bawah untuk merumuskan proyek yang bersifat stereotipe dan seragam di samping ketidak pekaan mereka terhadap variasi-variasi daerah, mengurangi adaptabilitasnya terhadap situasi daerah. Akibatnya, terdapat kecocokan yang sangat kecil antara kebutuhan subyektif dan aspirasi masyarakat yang telah ada, dan sifat pelayanan yang diberikan mengakibatkan pemanfaatan sumber yang kurang serta mengakibatkan pemborosan sumber (Korten, 1981, pp. 182-183).

2. Pendekatan Pengelolaan Sumber yang Bertumpu pada Masyarakat terhadap Pembangunan Sosial.

Pendekatan pengelolaan sumber yang bertumpu pada masyarakat terhadap pembangunan sosial, menempati ujung yang lain dari kontinum tersebut. Pendekatan ini mencoba mengembangkan rasa keefektivan politis yang akan mengubah penerima pasif dan reaktif menjadi peserta aktif yang memberikan kontribusinya dalam proses pembangunan, warga yang aktif dan berkembang yang dapat turut serta dalam memilih isyu kemasyarakatan.

Kendatipun pendekatan pembangunan sosial ini memadai untuk meraih tujuan-tujuan sosial seperti dipaparkan dalam kategori kedua dan ketiga dari pengertian pembangunan sosial, namun juga dapat diterapkan pada kategori pertama pengertian pembangunan sosial seperti dibahas sebelumnya.

Ciri pokok pendekatan ini ialah (Korten, 1986):

  • Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan rakyat dibuat di tingkat lokal, yang didalamnya rakyat memiliki identitas dan peranan yang dilakukan sebagai partisipan yang dihargai;

  • Fokus utamanya adalah memperkuat kemampuan rakyat miskin dalam mengawasi dan mengarahkan aset-aset untuk memenuhi kebutuhan yang khas manurut daerah mereka sendiri.

  • Pendekatan ini mempunyai toleransi terhadap perbedaan dan karenanya mengakui arti penting pilihan nilai individual dan pembuatan keputusan yang terdistribusi.

  • Pendekatan ini mencapai tujuan pembangunan sosial melalui proses belajar sosial (social learning) yang dalam proses tersebut individu berinteraksi satu sama lain menembus batas-batas organisatoris, dan tuntutan oleh kesadaran kritis individual.

  • Budaya kelembagaan ditandai adanya organisasi yang mengatur diri sendiri dan lebih terdistribusi, yeng menandai unit-unit lokal yang mengelola diri sendiri, yang berinteraksi satu sama lain guna memberikan umpan balik pelaksanaan yang cepat dan kaya kepada semua tingkat organisasi yang membantu tindakan koreksi diri. Dengan demikian keseimbangan yang lebih baik antara struktur vertikal dan horisontal dapat diwujudkan.

  • Jaringan koalisi dan komunikasi pelaku (aktor) lokal dan unit-unit lokal yang mengelola diri sendiri, yang mencakup kelompok-kelompok penerima manfaat lokal, organisasi pelayanan daerah, pemerintah daerah, bank-bank pedesaan dan lain-lain akan menjadi basis tindakan-tindakan lokal yang diarahkan untuk memperkuat pengawasan lokal yang mempunyai dasar yang luas atas sumber-sumber dan kemampuan lokal untuk mengelola sumber mereka.

3. Pendekatan Pembangunan Sosial dengan Melibatkan NGO (Non Governmental Organization).

Pendekatan ini mempertimbangkan keterlibatan struktur pembangunan daerah nonpemerintah dalam proses mencapai tujuan pembangunan sosial. Dengan demikian pendekatan ini telah mengintegrasikan satu ciri penting pendekatan pengelolaan sumber bertumpu pada masyarakat dalam pembangunan sosial. Namun, prinsip timbal balik yang memadai pendekatan pengelolaan sumber yang bertumpu pada masyarakat itu terlambat oleh peranan pemerintah yang dominan. Ciri utama pendekatan ini ialah:

  • NGO diberi kesempatan untuk melaksanakan rencana pembangunan sosial.
    Dalam proses pelaksanaan proyek tersebut, mereka mendorong rakyat untuk ikut serta dalam semua tahapan pelaksanaan, dari identifikasi masalah, perumusan dan pelaksanaan proyek juga pemeliharaan terus menerus proyek tersebut.

  • Rakyat yang ada dalam komunitas tersebut menjadi penggerak utama pelaksanaan proyek. Dengan melibatkan rakyat di dalam setiap tahapan aksi pembangunan, mereka akan terlibat dan bertanggung jawab demi kelangsungan proyek tersebut.

  • Di dalam pendekatan ini peranan pemerintah adalah:

    1. Memperkanankan NGO melaksanakan proyek.

    2. Menugasi NGO untuk bekerja di suatu proyek atau di kawasan yang belum dijangkau pemerintah. Sekali NGO itu diperkenankan, seterusnya dapat menjalankan proyek itu tanpa terlalu banyak campur tangan pemerintah.

  • Kerja sama antara pemerintah dan NGO-NGO dapat dilembagakan dengan mengundang wakil-wakil NGO menjadi anggota badan provinsi atau subprovinsi.