Bagaimana pandanganmu terhadap fenomena LGBT?

Banyak sekali masyarakat beranggapan bahwa LGBT adalah kaum yang menyimpang, kaum berdosa, dan bahkan ada negara yang melarang adanya LGBT. Sebenarnya apa itu LGBT ? LGBT adalah akronim dari Lesbian, Gay, Bisex, dan Transgender. Lesbian adalah seseorang perempuan yang tertarik dengan perempuan lain; Gay adalah seorang pria yang tertarik dengan pria lain atau sering dipakai untuk menggambarkan homoseksual; Bisex adalah orang tertarik baik kepada pria dan perempuan; dan Transgender adalah orang yang identitas gendernya bukan laki-laki dan perempuan atau berbeda dengan yang biasa ditulis dokter di sertifikat. Istilah tersebut digunakan untuk mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.

Bagaimana pandanganmu terhadap salah satu fenomena yang masih terus menjadi perdebatan di masyarakat? Apakah kamu menerima atau menolak fenomena ini?

Summary

https://www.kompasiana.com/jovian_057/56f67229c4afbd1508a2ac16/pandangan-masyarakat-indonesia-tentang-lgbt-bagaimana

1 Like

Aku menghargai mereka apa adanya karena kita adalah sesama manusia. Bahkan agama pun mengajarkan tentang kasih sayang dan kedamaian, jadi kita gak punya hak untuk menghakimi mereka dan bukan porsi kita juga untuk mengurusi dosa. Menurut aku kehidupan ini sangat luas sehingga jalan hidup kita berbeda satu sama lain. Kita gak bisa membenci orang lain hanya karena caranya memandang sesuatu berbeda dengan kita. Gak ada untungnya juga kan kalau kita menghakimi komunitas tersebut? Let’s just be kind to one another.

1 Like

Wah topik ini tentunya sangat bisa mengundang pro dan kontra ya. Kalo dari pendapatku, aku mencoba memandang LGBT dari segi kepercayaan yang aku anut sama hukum yang berlaku di Indonesia. Aku menganut dan mengamalkan kepercayaan agama Islam, dan di agamaku LGBT jelas dilarang dan telah tertulis jelas kalo perilaku ini sangat tidak direstui. Banyak ayat di kitab Al Quran yang menjelaskan bahwa Allah mengutuk perilaku LGBT ini karena dianggap menyimpang. Lebih lanjut lagi, menurut Ketua Kajian Hukum dan HAM PP KAMMI Mira Fajri, tidak ada satu pun agama, nilai kemanusiaan, atau nilai kemanfaatan manapun yang membenarkan perilaku LGBT.

Ditinjau dari hukum yang berlaku di Indonesia, Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa“. Jadi, secara terang, perilaku LGBT sebagaimana halnya pemerkosaan, perzinahan/ perselingkuhan, dan seks bebas sama sekali tidak mendapat tempat dalam payung hukum Indonesia karena tidak sesuai dengan ketentuan Ketuhanan Yang Maha Esa di agama apapun.

Namun, perlu kita cermati juga bahwa orang yang mengamalkan prinsip LGBT tidak terlepas dari perlindungan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Jadi, kita sebagai warga negara yang baik hendaknya tidak bersikap “main hakim sendiri” jika menemukan orang LGBT karena hal tersebut bukanlah kapasitas atau kewenangan kita. Kita berhak melaporkan atau mengedukasi orang terdekat kita namun tetap dengan taat pada aturan, norma, dan etika yang berlaku. Karena tidak sedikit kasus penganiayaan kaum LGBT dan menurutku kasus ini tetap tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Mereka juga masih manusia yang sama dengan kita.

Sumber

LGBT dalam Perspektif Hukum di Indonesia |Republika Online

LGBT DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

Aku pribadi awalnya anti dan berpikir bahwa lgbt adalah perbuatan yang salah dan buruk. Terlebih dalam agama hubungan seperti itu dilarang. Tetapi, setelah dipikir kembali aku mulai berpikir bahwa mereka juga memiliki hak dan kebebasan untuk hidup damai dan tentram. Mereka juga memiliki hati dan perasaan untuk jatuh cinta, memang sedikit berbeda pada pasangan yang mereka sukai. Oleh karena itu, aku mulai merubah cara berpikir aku kalau sudah seharusnya kita tidak menyudutkan hak-hak mereka. Sama seperti kata kak Andin

Menghargai keberadaan lgbt menurutku adalah pilihan yang tepat sama seperti kita menghargai perbedaan yang ada di lingkungan sekitar kita. Aku menghargai hanya untuk menerima dan memahami keadaan yang emang berbeda dari aku.

Kalau dari saya pribadi, saya lebih cenderung memandangnya secara netral. Di satu sisi, berdasarkan keyakinan yang saya anut, saya tidak sepenuhnya menyetujui hal ini. Namun, saya tetap menghargai mereka selayaknya manusia. Saya tidak akan menghakimi dan menganggap para LGBTQ seperti suatu hal yang benar-benar hina. Bagi saya, manusia itu begitu unik dan beragam. Dari banyaknya populasi di bumi ini, tidak semuanya mesti setuju pada satu pandangan/pemikiran. Justru perbedaan itulah yang mengajarkan kita tentang keberagaman dan pentingnya toleransi antar sesama. Prinsip saya sekarang, saya berusaha agar selalu menghormati apapun bentuk preferensi/selera orang lain selama itu tidak menganggu diri saya maupun orang ramai.

Barangkali saya tidak akan membawa argumen religi kemari supaya perspektifnya bisa lebih netral.

Saya pribadi tidak mempermasalahkan keberadaan mereka. Adalah hak setiap orang untuk mencintai dan dicintai. Saya paham bahwa cinta adalah emosi yang universal. Ia tidak memandang batas-batas usia, suku, agama maupun gender karena pada dasarnya kita semua adalah manusia. Identitas yang manusia ciptakan sendiri lah yang mengkotak-kotakkan mereka.

Lagipula masalah relationship adalah ranah urusan pribadi. Setiap orang bebas untuk menentukan ingin berpasangan dengan siapapun, tentu saja dengan consent dari kedua pihak agar tidak ada yang merasa haknya dirampas.

Gender pun juga sebenarnya merupakan sebuah konsep yang fluid. Ia adalah identitas yang diciptakan oleh masyarakat yang mengacu pada peran, perilaku dan ekspresi seseorang berdasarkan jenis kelamin. Ia mendikotomikan manusia menjadi dua sisi, yaitu maskulinitas dan femininitas. Biar kata ada 64 gender di dunia ini saya pun tidak masalah, karena gender itu merupakan hal yang relatif.

Tapi…kita tidak bisa memaksakan ini dalam dunia biologis. Sejatinya dalam dunia biologis hanya ada dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Ini adalah hal yang tidak terbantahkan karena sudah merupakan bawaan lahir. Adakah manusia yang memiliki jenis kelamin ketiga selain jantan dan betina? Alam pun sudah merancang sedemikian rupa manusia untuk tertarik kepada lawan jenis, bukan sesamanya.

Jadi menurut saya, secara sosial ini masih bisa dibenarkan. Karena kultur merupakan hal yang relatif, demikian juga gender. Namun dari kacamata biologi, saya rasa belum bisa dibenarkan. Homoseksualitas menentang kodrat alam manusia untuk bereproduksi, karena hasilnya akan infertil bukan?

1 Like

Berbeda dari negara lain, Indonesia yang masih memegang teguh budaya timur menolak secara tidak langsung keberadaan kaum LGBT ini karena hal tersebut sangat menentang kodrat alam, sehingga individu yang masuk dalam kategori ini tidak bisa secara bebas dalam mengekspresikan diri merekase. Hal ini disebabkan lingkungan yang belum sepenuhnya mendukung akan aktivitas mereka. Namun seiring brjalannya waktu, semakin banyak masyarakat yang sudah berpikir idealis membuat kaum LGBT mulai diterima di beberapa kalangan masyarakat.

Maka dari itu, dari pendapat teman-teman di atas hampir seluruhnya memiliki pandangan yang berbeda. Namun itu adalah hal yang wajar, terlebih ketika membahas fenomena yang satu ini. Tetapi perlu diingat bahwasanya kita sebagai sesama manusia hendaknya saling menghargai dan respect akan hal-hal apapun yang menyangkut kehidupan orang lain, karena setiap orang meiliki pilihannya masing-masing terkhususnya dalam hal mencintai dan dicintai.

aku nanggepin topik ini dari sudut pandang sosial dan tidak ada unsur religi. Menurutku fenomena LGBT ini tidak ada masalah karena setiap manusia mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing dan apabila hak serta kewajiban tersebut dilarang maka akan melanggar hak asasi manusia. Lesbian, Gay, Bisex, dan Transgender ini merupakan hak mereka. Perasaan cinta, suka, sayang, rasa memiliki, dan sebaginya itu sudah menjadi pilihan mereka, walau sebagian masyarakat menganggap hal tersebut tidak normal, akan tetapi sebagai masyarakat atau individu yang melihat fenomena ini dari berbagai sudut pandang yang harus kita lakukan adalah saling menghormati dan menghargai selama mereka para LGBT tidak merugikan sekitar.

1 Like

Masih menganggap LGBT sebagai penyakit, namun ketika diminta menggambarkan ciri perilaku dari kelompok LGBT, mereka tidak dapat menggambarkannya dengan baik. Kurangnya pengetahuan mengenai LGBT ini menimbulkan banyak persepsi tentang LGBT seperti, perilaku LGBT bisa menular jika bergaul terlalu dekat dengan LGBT dan pemberitaaan media yang tidak seimbang menimbulkan stigmatisasi pada kelompok ini sebagai ancaman bagi lingkungan. Identitas gender dan orientasi seksual LGBT dapat dijelaskan dengan baik. Infroman mahasiswa menganggap LGBT disebabkan oleh perasaan dari dalam diri sendiri, dan juga lingkungan sekitar yang mungkin bisa mempengaruhi mereka. Terkait pemulihan informan menyatakan, pemulihan untuk LGBT dapat dilakukan dengan cara memberikan support kepada mereka agar dapat kembali menjadi heterogen, dan juga ada yang menganggap upaya pemulihan sebaiknya muncul dari dalam masyarakat sendiri agar dapat lebih menerima keberadaan LGBT.

Studi ini menggambarkan masyarakat di Indonesia masih melakukan tindakan diskriminatif terhadap LGBT, terutama dari golongan kelas menengah kebawah dan yang kebanyakan beragama Islam, hal ini dikarenakan adanya norma dan ajaran-ajaran agama yang masih berlaku di dalam masyarakat mengenai orientasi seksual dan LGBT dianggap sebagai orientasi seksual yang menyimpang. Hal ini menunjukkan pendidikan dan tingkat religiusitas sangat
mempengaruhi penerimaan LGBT di masyarakat, mahasiswa sebagai intelektual sangat terbuka menerima keberadaan LGBT namun ketika sampai kepaa hal prinsipil yang bertentangan dengan ajaran agama kelompok ini tetap menolak, khususnya pada orientasi seksualnya. Namun ada juga yang merasa hal tersebut tergantung bagaimana sikap masyarakat terhadap LGBT itu sendiri, ada masyarakat yang tidak memperdulikan keberadaan mereka karena sudah terbiasa dan ada juga masyarakat yang memang peduli terhadap keberadaan LGBT, maka biasanya mereka akan dirangkul dan diajak untuk menjadi bagian di dalam masyarakat.

Penerimaan masyarakat terhadap keberadaan LGBT di berbagai setting lingkungan masih dibayangi dengan stigma, seperti menjadi bahan omongan, kekhawatiran akan muncul pelecehan seksual, dan ketakutan dari dalam masyarakat terhadap keberadaan mereka. Pengalaman kelompok mahasiswa melaporkan ada LGBT yang kerap terlibat tindakan tidak menyenangkan, seperti tindakan asusila di kendaraan umum dan premanisme yang muncul dari kelompok Transgender ketika mereka sedang mengamen, dan pemberitaan mengenai perilaku asusila oleh kelompok penyuka sejenis yang menyasar anak kecil menambah trauma bagi banyak orang.

Saya Tidak Mendukung! Tetapi, saya juga tidak bisa menghakimi mereka, saya mencoba untuk menghargai mereka. Menurut saya fenomena ini semakin terangkat karena adanya sosial media seperti Instagram, youtube dan tiktok. Bagian dari mereka sudah banyak speak up, mengekspos diri dan berbagi cerita menurut saya secara tidak langsung media memperkenalkan mereka kepada kita semua dari kalangan berbagai usia banyak yang menonton karena hal ini lama kelamaan banyak masyarakat yang mulai menerima. Kalau di Indonesia fenomena ini menjadi hal yang tidak wajar menjadi wajar, seperti yang kita ketahui Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam dengan budaya yang condong ketimuran

1 Like

Saya secara pribadi, terlepas dari pandangan agama maupun etika tidak setuju dengan fenomena LGBT. Tetapi sebagai manusia saya juga tidak bisa menghakimi penganutnya. Intinya saya menghargai keputusan mereka ketika masuk dalam dunia tersebut, tetapi saya tidak membenarkannya.

Meskipun menurut beberapa pakar LGBT bukanlah sebuah penyakit, tetapi menurut saya itu tidak lebih dari sebuah pembenaran atas dasar kebebasan berekspresi. Saya yakin bahwa setiap penderita LGBT punya alasan yang melatarbelakangi mengapa mereka menjadi seperti itu. Banyak diantaranya mengalami trauma fisik maupun psikologis dimasa lalu. Kemudian mengalami krisis percaya diri terhadap hubungan lawan jenis.

Kecuali jika ia memang terlahir dengan kelainan genetik, fisik atau hormonal, dan ini bisa dibuktikan dengan diagnosa dokter.