Bagaimana pandangan Islam tentang akal?

Nomer 1 itu alat menjadi orang Islam itu bukan Al-Quran
Bukan Syariat…
Bukan Fiqih…
Bukan Kitab…
Bukan Hadits…

Alat utama AKALMU… PIKIRANMU…

Quran Hadits itu alat… Dia bukan subjek
Subjeknya akalmu… Pikiranmu… Logikamu… Analisismu…

Quran Hadits itu alat… Bahan…
Untuk mencari pedoman dari Allah

Jadi pendidikan Islam nomer satu itu penggunaan Akal
Maka Allah SWT mengatakan Afala Ta’qilunAfala Tatafakkarun

Untuk apa kamu pakai Quran tapi tidak pakai Hati
Untuk apa kamu pakai Syariat Islam tapi tidak pakai Akal

Emha Ainun Najib


Bagaimana menurut anda ?

Akal merupakan alat pengontrol atau sebuah navigasi bagi kemanusiaan agar senantiasa berjalan sealur dan seirama bersama pesan-pesan yang telah disampaikan dalam Alquran sebagai sumber pengetahuan bagi manusia agar dapat memaknai hakekat ciptaan-Nya
sebagai salah satu bentuk penyempurnaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang melekat pada dirinya sendiri.

Salah satu sebab diturunkannya ayat ini, berkenaan dengan kebiasaan orang-orang Yahudi yang selalu menyimpang dari ajaran yang benar, yang disebabkan mereka takut kehilangan kedudukan dan martabat di mata manusia, sehingga mereka disindir oleh Q.S Al-Baqarah: 170, dengan bentuk “laa ya’qiluun”.

Dalam konteks ayat tersebut, Allah SWT. menyerukan kepada orang-orang yang beriman (mau menggunakan akalnya) untuk menasehati orang-orang yang sesat (tidak mau memfungsikan akalnya) dengan mengatakan: “ikutilah Alquran maupun petunjuk yang diturunkan oleh Allah SWT.” mereka tetap saja tidak mau mengiktui apa kata seruan Ilahiah, namun yang mereka ikuti adalah tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya, kendatipun nenek moyang mereka tidak mengetahui tentang Allah sedikitpun dan tidak pula mengerti tentang kebenaran.

Kata ‘akal’ menurut Abdurrahman Saleh Abdullah mengandung pengertian pengetahuan, atau juga berarti kemampuan mengontrol diri. Seseorang yang lisannya tidak berfungsi disebut juga dengan “u’tuqil lisaanuhu”. Penggunakan kata aqal di dalam Alquran, tidak menggunakan kata isim atau mashdar, maupun amar, melainkan kata jadiannya hanya menggunakan fi’il mudhari atau madhi.

Orang yang dikatakan seperti la ya’qiluun ditakdirkan untuk masuk neraka, karena orang yang semacam ini tuli dan hatinya membatu, meskipun mereka tidak mempunyai cacat secara fisik melainkan mereka cacat secara moral.

Antara akal (rasio), roh (jiwa), dan apetit (nafsu/kecenderungan) merupakan bentuk rangkaian urgens dalam sisi kemanusiaan, karena setiap bagian dari ketiga mempunyai peran dan fungsinya masing-masing.

Pembagian ini didasarkan pada konflik batiniah dalam setiap diri manusia. Sedikitnya ada tiga macam aktivitas yang tertanam dalam setiap individu, yaitu :

  1. Adanya kesadaran akan nilai dan tujuan dan ini adalah tugas dari aktivitas akal (reason).

  2. Adanya suatu rangsangan atau semangat yang bersifat netral dan memberikan respons serta membimbing kinerja akal dan inilah tugas dari roh (jiwa).

  3. Adanya keinginan yang cendrung lebih menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat material. Kecenderungan yang semacam ini banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai apetit (nafsu).

Dengan demikian, jiwa adalah prinsip hidup yang dapat menggerakkan segala aktivitas tubuh. Oleh karena itu level lebih rendah menguasai level lebih tinggi, akan muncul kejahatan. Manusia tidak akan mungkin mendapatkan kebahagiaan manakala lebih mengutamakan sifat apetit ketimbang akalnya, atau dengan kata lain manusia tak akan pernah bahagia kalau ia menggantikan realitas dengan yang tampak dan yang rasional dengan irrasional. Jika terjadi demikian, maka manusia akan kehilangan harmoni batiniah dalam hidupnya.