Bagaimana pandangan iri dan dengki dalam Islam?

Tidak ada perasaan iri dan dengki dalam hati umat Islam merupakan salah satu ciri orang beriman, seperti tertulis dalam AlQuran, Surah Al-Hashr [59] : 10,

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”.

Bagaimana pandangan Islam dalam melihat penyakit iri dan dengki dalam hati umatnya ?

Menurut Al-Ghozali, dalam bukunya “Penyelamat Jalan Sesat”,Dengki adalah sikap mental yang melahirkan rasa sakit hati apabila orang lain mendapatkan kesenangan dan kemuliaan itu hilang dari pada orang itu dan pekerjaan hanya berusaha menghilangkan kesenangan dan kemulyaan itu beralih ketenangan dirinya

Sungguh merugi orang yang hati sudah terjangkit dengki, sebab waktu yang berharga bukan untuk ketaatan kepada Allah serta untuk memperbaiki diri karena hanya memperturutkan hawa nafsunya akan menghancurkan akal, dan mengaburkan pandangan hati, menutup jalan kebaikan dan menyesatkan pada jalan yang lurus.

Seorang hamba jika mengikuti perasaan dengkinya, maka hati dan pandangan telah rusak, jiwanya akan memperlihatkan suatu yang jelek dalam bentuk yang indah, dan hal yang indah dalam bentuk yang jelek. Maka akan bercampur antara yang benar dan yang bathil.

Menurut Socrates, orang dengki melewatkan hari-harinya sambil menghancurkan dirinya sendiri dengan merasa sedih atas apa yang tidak dapat dicapainya. Ia merasa sedih dan menyesal dan menghasratkan semua manusia hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan sambil membuat rencana jahat untuk merenggut kebahagiaan mereka, bahkan ada yang berpendapat bahwa jiwa manusia itu seperti sebuah kota ditengah gurun tanpa benteng atau tembok untuk melindunginya. Angin kecilpun dapat merusak jiwa kita.

Allah membenci sifat dengki ini, maka Dia memerintahkan kita untuk mohon perlindungan pada-Nya darinya

dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki".(QS. Al-Falaq / 113:5).

Sifat dengki dapat diobati dengan membiasakan rasa syukur, apapun dan berapapun yang telah diperoleh. Syukur kepada Allah dan kepada orang lain. Sifat dengki bisa diarahkan kepada ighthibat, yakni suatu kekaguman terhadap prestasi atau kesuksesan orang lain, ingin menirunya tapi tanpa mengganggu orang lain.

William James (psikolog dari Amerika Serikat), menyatakan bahwa “terapi terbaik bagi keresahan jiwa adalah keimanan kepada Tuhan”.

Imam Ali (a.s.) berkat: “Orang yang menjauhkan hasad dicintai orang banyak.” (Al-Majlisi, Bihar al-Anwar)

Abu `Abd Allah (al-Imam al-Shadiq) (a.s.) berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda bahwa Allah Swt. berfirman kepada Musa bin Imran as.: “Wahai putra Imran, jangan sekali-kali engkau dengki pada manusia karena karunia yang Aku anugerahkan kepada mereka; jangan pandang dengan amarah pada mereka, serta jangan kau turuti prasangka dengki. Sungguh orang yang dengki berarti jengkel pada nikmat-Ku dan menggugat pembagian anugerah yang Aku tetapkan di antara hamba-hamba-Ku. Siapa yang demikian, Aku tidak berhubungan dengannya dan dia tidak berhubungan dengan-Ku.” (Al-Kulayni, Usul al-Kafi)

Nabi Muhammad saw. bersabda: “Hati-hatilah! Jangan menanggung permusuhan dengan karunia Allah.” Ketika ditanya apa maksudnya, beliau saw. menjawab: “Mereka para pendengki.” (Al-Mu`tazali, Syarh Nahj al-Balaghah)

Imam Ali as. berkata: “Dengki adalah perangkap besar dari setan.” (Al-Amadi, Gharar al-Hakam wa darar al-Kalam)

Imam Ali as. berkata: “Pendengki adalah orang yang sakit meskipun ia (mungkin) secara fisik terlihat sehat.” (Gharar)

Muhammad bin Muslim meriwayatkan bahwa Imam Baqir as. berkata: “Seseorang bisa dimaafkan karena melakukan sesuatu dalam keadaan marah, tapi hasad memakan iman seperti api membakar kayu.” (Al-Kulayni, Usul al-Kafi)

Imam Jafar al-Shadiq as. diriwayatkan berkata: “Setan berkata pada tentaranya: “Tanamkan hasad dan ketidaktaatan kepada Allah di antara mereka (anak Adam) karena ia setara dengan syirik di mata Allah.”(Al-Kulayni, Usul al-Kafi)

Imam Jafar al-Shadiq as. berkata bahwa Lukman as. berkata kepada putranya: “Tiga tanda seorang pendengki: (1) Dia memfitnah di belakang (2) Dia penjilat di depan dan (3) Dia senang ketika kemalangan menimpa (target dengkinya). (Al-Saduq, Al-Khisal)

Rasulullah SAW bersabda,

“Melepaskan dua ekor srigala lapar di kandang kambing tidak lebih besar bahayanya di bandingkan dengan seorang muslim yang rakus terhadap harta dan dengki terhadap agama. Sesungguhnya dengki itu memakan habis kebaikan, seperti api melalap habis kayu”. (HR. At-Tirmidzi).

Seorang pendengki hidupnya tidak akan mulia di dunia. Malaikat pun akan muak kepadanya. Jika kelak mati, ia akan mendapatkan kedudukan yang teramat hina di hadapan Allah. Demikian pula di Yaumul Hisab timbangannya akan terbalik, sehingga neraka Jahanam pun siap menerkamnya. Itulah nasib malang yang akan Allah timpakan kepada seorang pendengki.

Apakah dengki itu?

Secara garis besar sifat ini terbagi ke dalam dua bagian.

  • Pertama, dengki yang diharamkan, dimana seseorang merasa tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain dan merasa bahagia kalau orang lain mendapat musibah. Atau setidaknya, ia menginginkan nikmat yang ada pada orang lain tersebut hilang. Ini dengki yang diharamkan, karena sifat seperti ini termasuk ke dalam tingkatan ketiga dari penyakit hati.

  • Kedua, dengki yang diperbolehkan, berupa rasa iri kepada kenikmatan orang lain, tapi tidak ingin menghilangkan kenikmatan tersebut darinya. Melihat orang lain memiliki rumah bagus, kita merasa iri ingin pula memiliki hal yang sama dan tidak dengan cara menjadikan orang tersebut jatuh miskin. Keinginan seperti ini wajar-wajar saja selama tidak bergeser menjadi perasaan tidak enak, yang berlanjut pada hasrat ingin melenyapkan kenikmatan orang tersebut.

Bahkan, “kebolehan” merasa dengki seperti ini insya Allah akan berpahala bila kita berbuat.

  • Pertama, ketika melihat orang berilmu dan gemar mengamalkan ilmunya, giat berdakwah dengan penuh keikhlasan, dan kita pun menginginkan untuk berbuat seperti itu.

  • Kedua, ketika melihat orang kaya yang gemar membelanjakan hartanya di jalan Allah, lantas kita menginginkan berbuat hal serupa.

Referensi: http://insanmadanijambi.org/hati-hati-dengan-dengki/