Mitigasi risko pembiayaan (kredit) adalah sejumlah teknik dan kebijakan dalam mengelola risiko kredit untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya atau dampak dari kerugian pembiayaan. Teknik yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1. Melakukan Analisis Pembiayaan
Melakukan analisis pembiayaan merupakan salah satu mitigasi risiko pembiayaan yang wajib hukumnya dilakukan guna meminimalisir terjadinya risiko pembiayaan. Menurut Rivai (2007) analisa pembiayaan atau analisa kredit adalah penelitian yang dilakukan oleh bagian Account officer (AO) terhadap kelayakan perusahaan, kelayakan usaha nasabah, kebutuhan pembiayaan, kemampuan menghasilkan laba, sumber pelunasan pembiayaan serta jaminan yang tersedia untuk meng-cover permohonan pembiayaan.
Tujuan dari analisa pembiayaan adalah untuk memperoleh keyakinan apakah usaha nasabah layak, nasabah mempunyai kemauan dan kemampuan memenuhi kewajibannya kepada bank secara baik.
2. Model Pemeringkatan Untuk Pembiayaan Perorangan
Pembiayaan yang diberikan bank syari’ah dapat menjadi bermasalah, kecuali bank syari’ah mengimplementasikan kebijakan pemberian pembiayaan yang sehat. Sebagai langkah awal, perlu dikreasikan model pemeringkatan pembiayaan sebagai sarana untuk menetapkan kemungkinan terjadi default. Model pemeringkatan pembiayaan diharapkan memberikan gambaran terjadinya probability of default (PD= peluang suatu pembiayaan menjadi macet). Model pemeringkatan ini akan memberikan keyakinan kepada bank syari’ah untuk tidak mengkonsentrasikan portofolionya pada pembiayaan yang berkualitas rendah. Selain itu, model pemeringkatan ini merupakan sebuah upaya untuk menanggulangi pembiayaan macet.
Pemeringkatan pembiayaan ini adalah seuatu kategori yang sistematis umumnya berbentuk rangkaian alphabet (seperti AAA, AA dll.) yang diberikan kepada debitur berdasarkan pada tingkat kemungkinan kegagalan debitur tersebut dalam memenuhi kewajiban yang timbul atas fasilitas pembiayaan yang ia terima. Tujuan pemeringkatan ini adalah menfasilitasi keputusan pembiayaan yang lebih baik dan objektif.
Metodologi pemeringkatan dapat memakai pendekatan judgement, pendekatan kuantitatif atau kombinasi keduanya. Pemeringkatan pembiayaan ini, setidaknya dapat digunakan untuk penetapan hal-hal berikut:
- Penetapan harta (pricing)
- Kecukupan agunan
-
Covenant (perjanjian)
- Tingkat kewenangan memutus pembiayaan
-
Regulatory capital maupun economic capital (Basel II)
3. Manajemen Portofolio Pembiayaan
Manajemen portofolio pembiayaan adalah mekanisme atau teknik pengelolaan berbagai aset dalam suatu portofolio untuk mencapai diversifikasi yang optimal. Manajemen portofolio ini di lakukan dengan melakukan suatu peroses yang melibatkan penetapan target market targeted customer, pembatasan limit, dan pemantauan. Tujuan utama manajemen portofolio ini adalah untuk mengkreasikan portofolio pembiayaan yang berkualitas melalui diversifikasi optimal dengan debitur terbaik dalam industrinya.
Implementasi manajemen portofolio pembiayaan ini dapat dilakukan dengan melakukan analisis cohort untuk pembiayaan individu maupun perorangan. Adapun manfaatnya adalah agar terpenuhi syarat– syarat sebagai berikut:
- Pembiayaan tidak terlalu terkonsentrasi pada satu jenis industri saja atau pada suatu daerah tertentu saja.
- Portofolio pembiayaan terdiversifikasi
- Risiko systematic default rendah
Manajemen portofolio akan mampu menghindarkan bank syari’ah dari konsentrasi pinjaman pada bidang bisnis, geografis, ataupun peringkat pembiayaan tertentu yang di kenal sebagai risiko konsentrasi pembiayaan. Risiko ini dapat dianalisis dengan analisis cohort misalnya pengelompokan berdasarkan pada industri, geografis. Konsentrasi pembiayan adalah eksposur signifikan yang terkait dengan hal–hal sebagai berikut:
-
Counterparty individual, maupun kelompok counterparty yang saling berkaitan.
- Sektor ekonomi atau wilayah geografis.
- Kebergantungan pada aktivitas atau komoditas tertentu.
- Jenis agunan atau counterparty tunggal
4. Agunan
Agunan adalah hak dan kekuasaan atas benda berwujud dan/atau benda tidak berwujud yang diserahkan debitur dan/atau pihak ketiga sebagai pemilik agunan kepada bank sebagai second way out guna menjamin pelunasan pembiayaan apabila pembiayaannya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang diperjanjikan dalam akad atau adendumnya.
Dari banyak mitigasi yang dilakukan perbankan syari’ah, model yang paling umum diterapkan adalah meminta agunan untuk menjamin aspek keuangan (Rivai, 2013).
Agunan adalah aset yang diberikan oleh nasabah untuk menjamin pembiayaan yang akan menjadi milik bank jika terjadi macet. Agunan ini dapat beragam sekali, namun yang paling aman adalah cash collateral berupa uang tunai atau yang paling banyak dijaminkan aset property seperti tanah, bangunan dan lain-lain.
Oleh karena itu, agunan sering dikenal sebagai second way out. untuk mitigasi ini, perlu dipertimbangkan secara cermat legalitas agunan, marketabelitas, kecukupan agunan, asuransi agunan, dan pengikatan agunan. Kriteria agunan yang bisa diserahkan biasa adalah sebagai berikut:
- Marketable
- Mempunyai nilai ekonomis
- Aman secara yuridis.
Lebih lanjut, jenis agunan yang bisa diterima oleh bank ada yang berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Agunan yang berupa benda bergerak seperti agunan tunai (deposito dll.), kendaraan bermotor, piutang dagang. Sedangkan agunan yang berupa benda tak bergerah seperti bangunan, rumah, tanah dan lain sebagainya.
5. Pengawasan Arus Kas
Salah satu cara yang cukup efektif dalam memantau kondisi keuangan nasabah adalah dengan melihat kondisi arus kas perusahaan atau perorangan yang dibiayai melalui mutasi aktivitas rekeningnya di bank syari’ah sehingga pembiayaan yang memburuk dapat dideteksi oleh bank.
Reaksi cepat terhadap pembiayaan yang makin memburuk kualistasnya dapat memperkecil masalah bagi bank. Bank melakukan pemantauan arus kas risiko kredit yang diturunkan dengan menjaga exposure at default (EAD) dan memastikan nasabah pada kesempatan pertama melakukan aksi-aksi perbaikan terhadap situasi yang terjadi.
6. Manajemen Pemulihan
Banyak pakar menyatakan bahwa pengelolaan pembiayaan macet yang efisien akan mempu mengurangi kerugian yang timbul. Oleh karena itu, bank syari’ah banyak yang membentuk bagian khusus untuk menangani penagihan sebagai bagian penting dari proses manajemen risiko pembiayaan/kredit (Bambang, 2013).
Loss given defau l t (LGD) adalah estimasi dari kerugian yang masih tak tertagih yang dipikul oleh bank syari’ah sebagai akibat pembiayaan macet yang terjadi. Pembentukan LGD dan pengelolaan yang dilakukan merupakan dua poin penting dalam metode internal rating based (IRB) untuk menghitung modal yang dicadangkan untuk risiko pembiayaan/kredit. Nilai LGD dalam advanced IRB dipengaruhi oleh estimasi bank syari’ah terhadap berapa besar penagihan yang dapat dilakukan pada pembiayaan macet.
7. Asuransi
Salah satu alat mitigasi risiko pembiayaan yang biasanya dipakai adalah asuransi baik dari sisi asuransi pembiayaannya, dari sisi jiwa yang menerima pembiayaan atau dari sisi objek agunan dari penerima pembiayaan.
8. Restrukturisasi Pembiayaan
Tak bisa dipungkiri bahwa pembiayaan merupakan sumber utama pendapatan perbankan syari’ah dan sumber dana untuk mendukung ekspansi usaha. Oleh karena itu, pengelolaan bank yang optimal dalam aktivitas pembiayaan senantiasa diharapkan dapat meminimalisasi potensi kerugian yang akan terjadi akibat pembiayaan macet yang pada akhirnya akan memicu peningkatan NPF ( Non-Performing Financing ).
Mengingat pentingnya peranan pembiayaan tersebut, untuk menghindari risiko kerugian yang lebih besar, kualitas pembiayaan haruslah dijaga dengan baik. Berangkat dari ini, BI telah menerbitkan perubahan regulasi restrukturisasi pembiayaan syari’ah yang lebih sering dikenal dengan Financing Restructuring sebagai salah satu strategi efektif dalam manajemen pemulihan ( recovery management ).
9. Menaikan Margin
Pembiayaan Risiko suku bunga dalam konteks perbankan syariah bisa terjadi pada pembiayaan murabahah yang diambil dari rekening investasi. Dimana nasabah mengharapkan tingkat keuntungan yang sama dengan tingkat keuntungan suku bunga di perbankan konvensional.
Sehingga kenaikan suku bunga investasi di perbankan kompetitor akan menyebabkan investor menarik dananya ketika perbankan syariah tidak menaikan nisbah bagi nasabah. Hal ini menjadi dilematis bagi perbankan syairah, disatu sisi nasabah penabung mengharapkan keuntungan yang meningkat sesuai dengan kondisi suku bunga, di sisi lain perbankan tidak mungkin mengubah harga jual pada akad murabahah yang telah disepakati bersama dengan nasabah pembiayaan. Hal ini bisa dimitigasi dengan menaikan margin pembiayaan murabahah diatas rata-rata rate suku bunga.