Bagaimana metode penelitian dengan menggunakan pendekatan Fenomenologi?

Fenomenologi

Fenomenologi merupakan filsafat yang menempatkan kembali esensi-esensi dalam eksistensi; bahwa manusia dan dunia tak dapat dimengerti kecuali dengan bertitik tolak pada aktivitasnya.

Bagaimana metode penelitian dengan menggunakan pendekatan Fenomenologi ?

Fenomenologi merupakan upaya pemberangkatan dari metode ilmiah yang berasumsi bahwa eksistensi suatu realitas tidak orang ketahui dalam pengalaman biasa. Fenomenologi membuat pengalaman yang dihayati secara aktual sebagai data dasar suatu realitas.

Menurut What dan Berg (1995),

Phenomenologist, . . ., are not at all in the bussiness of trying to to explain why pepople do what they do. Rather, they interested in explain- ing how people do what they do; according to costructs they manage to organize their daily lives, especially their communications between each other.

Jadi, peneliti dalam studi fenomenologi tidak tertarik mengkaji aspek-aspek kausalitas dalam suatu peristiwa, tetapi berupaya menggeledah tentang bagaiamana orang melakukan sesuatu pengalaman beserta makna pengalaman itu bagi dirinya.

Fenomenologi juga mempelajari dan melukiskan ciri-ciri intrinsik dari gejala sebagaimana gejala itu menyingkapkan dirinya pada kesadaran (Bagus, 2002). Metode yang digunakan adalah deskriptif, dan bertujuan mengungkap intensionalitas, kesadaran, dan “dunia-kehidupan” (Kuper dan Kuper, ed., 1996). Sebagai metode, fenomenologi merupakan persiapan bagi setiap penyelidikan di bidang filsafat dan bidang ilmu pengetahuan positif. Satu-satunya alat untuk itu adalah bahasa.

Di lain pihak, menurut Brouwer (1984), fenomenologi itu merupakan suatu cara berpikir khas yang berbeda dengan seorang ahli suatu ilmu. Jika ilmuwan positivis meyakinkan orang dengan menunjukkan bukti, maka fenomenolog menunjukkan orang lain mengalami seperti fenomenolog mengalaminya. Atas dasar ini, maka fenomenologi dapat dikatakan sebagai lukisan gejala dengan menggunakan bahasa. Seorang positivis, terbiasakan hanya melihat objek-objek yang tampak, dapat dilihat, didengar, dibayangkan, atau dipikirkan. Tetapi, seorang fenomenolog harus belajar tidak lagi melihat benda-benda, melainkan fenomena.

Fenomenologi menjelaskan fenomena dan maknanya bagi individu dengan melakukan wawancara pada sejumlah individu. Temuan ini kemudian dihubungan dengan prinsip-prinsip filosofis fenomenologi. Studi ini diakhiri dengan esensi dari makna (Creswell, 1998). Fenomenologi menjelaskan struktur kesadaran dalam pengalaman manusia. Pendekatan fenomenologi berupaya membiarkan realitas mengungkapkan dirinya sendiri secara alami. Melalui “petanyaan pancingan”, subjek penelitian dibiarkan menceritakan segala macam dimensi pengalamannya berkaitan dengan sebuah fenomena/peristiwa. Studi fenomenologi berasumsi bahwa setiap individu mengalami suatu fenomena dengan segenap kesadarannya. Dengan kata lain, studi fenomenologi bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam para subjek mengenai pengalamannya dalam suatu peristiwa.

Dalam memahami fenomena, fenomenologi memiliki metode atau langkah. Pertama , melihat fenomena sebagai esensi, sebagai fenomena murni. Fenomenolog melakukan reduksi. Yakni semacam abstraksi, melihat sesuatu dan menutup mata untuk hal lain. Reduksi yang pertama adalah menghadap sesuatu fenomena sebagai hal yang menampakkan diri dan tidak melihat hal itu sebagai hal yang ada. Reduksi yang kedua adalah kita melihatnya sebagai sesuatu yang umum. Kita melihat esensi. Kita tidak melihat orang sedang mengajar di kelas, misalnya, tetapi memandangnya sebagai dunia pendidikan. Reduksi ketiga adalah kita menutup mata untuk hal yang berhubungan dengan kebudayaan. Reduksi terakhir, reduksi transendental, adalah bahwa fenomena dilihat dari segi supra individual sebagai objek untuk suatu subjek umum.

Persoalan Objektivitas. Suatu fakta yang diteliti dalam perspektif fenomenologi bersifat subjektif, yakni berdasarkan penuturan para subjek yang mengalami fakta atau fenomena yang bersangkutan. Bagaimana mengatasi subjektivitas si subjek yang diteliti atau peneliti itu sendiri ?

Objektivitas dalam fenomenologi berarti membiarkan fakta berbicara untuk dirinya sendiri. Hal ini bisa dilakukan melalui epoche dan eiditik. Epoce adalah proses di mana si peneliti menangguhkan atau menunda penilaian terhadap fakta/fenomena yang diamatinya walaupun ia telah memiliki prakonsepsi atau penilian tertentu sebelumnya terhadap fenomena itu. Biarkanlah fenomena itu berbicara apa adanya, tanpa intervensi penilaian baik-buruk, positif-negatif, bermoral-tidakbermoral, dsb. dari si peneliti. Eiditik adalah memahami fenomena melalui pemahaman atas ungkapan-ungkapan atau eksspresi-ekspresi yang digunakan subjek. Dalam hal ini, peneliti melakukan empati, mencoba memasuki wilayah pengalaman pemikiran subjek melalui proses imajinatif.

Prosedur dan Fokus Penelitian


Studi fenomenologi mencari jawaban tentang makna dari suatu fenomena (Denzin dan Lincoln, 1988)

Pada dasarnya, ada dua hal utama yang menjadi fokus dalam penelitian fenomenologi, yakni:

  • Textural description : apa yang dialami oleh subjek penelitian tentang sebuah fenomena. Apa yang dialami adalah aspek objektif, data yang bersifat faktual, hal yang terjadi secara empiris.

  • Structural description : bagaimana subjek mengalami dan memaknai pengalamannya. Deskripsi ini berisi aspek subjektif. Aspek ini menyangkut pendapat, penilaian, perasaan, harapan, serta respons subjektif lainnya dari subjek penelitian berkaitan dengan pengalamannya itu.

Dengan demikian, pertanyaan penelitian dalam studi fenomenologi mencakup pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

  • Apa pengalaman subjek tentang sutu fenomena/ peristiwa?
  • Apa perasaannya tentang pengalaman tersebut?
  • Apa makna yang diperoleh bagi subjek atas fenomena itu?

Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data utama dalam studi fenomenologi adalah wawancara mendalam dengan subjek penelitian. Untuk memperoleh hasil wawancara yang utuh, maka wawancara itu harus direkam. Kelengkapan data dapat diperdalam dengan menggunakan teknik lain, seperti observasi partisipan, penelusuran dokumen, dan lain-lain.

Analisis Data


Terdapat prosedur penting dalam melaksanakan studi fenomenologis — sebagai hasil adaptasi dari pemikiran Stevick, Colaizzi, dan Keen — sebagai berikut :

  1. Menetapkan lingkup fenomena yang akan diteliti: Peneliti berusaha memahami perspektif filosofis di balik pendekatan yang digunakan, terutama konsep mengenai kajian bagaimana orang mengalami sebuah fenomena. Peneliti menetapkan fenomena yang hendak dikaji melalui para informan.

  2. Menyusun daftar pertanyaan: Peneliti menuliskan pertanyaan penelitian yang mengungkap makna pengalaman bagi para individu, serta menanyakan kepada mereka untuk menguraikan pengalaman penting setiap harinya.

  3. Pengumpulan data: Peneliti mengumpulkan data dari individu yang mengalami fenomena yang diteliti. Data diperoleh melalui wawancara yangcukup lama dan mendalam dengan sekitar 5 – 25 orang. Jumlah ini bukan ukuran baku. Bisa saja subjek penelitiannya hanya 1 orang. Teknik pengumpulan data lain yang dapat digunakan: observasi (langsung dan partisipan), penelusuran dokumen.

  4. Analisis data: Peneliti melakukan analisis data fenomenologis.

    • Tahap awal: peneliti mendeskripsikan sepenuhnya fenomena yang dialami subjek penelitian. Seluruh rekaman hasil wawancara mendalam dengan subjek penelitian ditranskripsikan ke dalam bahasa tulisan.

    • Tahap Horizonalization: dari hasil transkripsi, peneliti menginventarisasi pernyataan- pernyataan penting yang relevan dengan topik. Pada tahap ini, peneliti harus bersabar untuk menunda penilaian ( bracketing/ epoche ); artinya, unsur subjektivitasnya jangan mencampuri upaya merinci point-point penting, sebagai data penelitian, yang diperoleh dari hasil wawancara tadi.

    • Tahap Cluster of Meaning: Selanjutnya peneliti mengklasifikasikan pernyataan- pernyataan tadi ke dalam tema-tema atau unit- unit makna, serta menyisihkan penyataan yang tumpang tindih atau berulang-ulang. Pada tahap ini, dilakukan:

      • Textural description (deskripsi tekstural): Peneliti menuliskan apa yang dialami, yakni deskripsi tentang apa yang dialami individu;

      • Structural description (deskripsi struktural): Penulis menuliskan bagaimana fenomena itu dialami oleh para individu. Peneliti juga mencari segala makna yang mungkin berdasarkan refleksi si peneliti sendiri, berupa opini, penilaian, perasaan, harapan subjek penelitian tentang fenomena yang dialaminya.

    • Tahap deskripsi esensi : peneliti mengonstruksi (membangun) deskripsi menyeluruh mengenai makna dan esensi pengalaman para subjek.

  5. Peneliti melaporkan hasil penelitiannya. Laporan ini memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pembaca tentang bagaimana seseorang mengalami sesuatu fenomena. Laporan penelitian menunjukkan adanya kesatuan makna tunggal dari pengalaman, di mana seluruh pengalaman itu memiliki “struktur” yang penting.

Salah satu contoh penelitian fenomenologi yang baik adalah penelitian yang berjudul “The Essential Structure of a Caring Interaction: Doing Phenomenology” yang dilakukan oleh Doris J. Riemen.


Sumber : O. Hasbiansyah, Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi

Mulyana menyebutkan pendekatan fenomenologi termasuk pada pendekatan subjektif atau interpretif (Mulyana, 2001) Lebih lanjut Maurice Natanson mengatakan bahwa istilah fenomenologi dapat digunakan sebagai istilah generik untuk merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menempatkan kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial (lihat Mulyana, 2001). Sebagai suatu metode penelitian, fenomenologi, menurut Polkinghorne (Creswell,1998) adalah:

a phenomenological study describes the meaning of the lived experiences for several individuals about a concept or the phenomenon. Phenomenologist explore the structure of cosciousness in human experiences “.

Menurut Watt dan Berg (1995), fenomenologi tidak tertarik mengkaji aspek-aspek kausalitas dalam suatu peristiwa, tetapi berupaya memahami tentang bagaimana orang melakukan sesuatu pengalaman beserta makna pengalaman itu bagi dirinya.

Kuswarno (2009), lebih lanjut menggambarkan sifat dasar penelitian kualitatif, yang relevan menggambarkan posisi metodologis fenomenologi dan membedakannya dari penelitian kuantitatif:

  1. Menggali nilai-nilai dalam pengalaman kehidupan manusia.

  2. Fokus penelitian adalah pada keseluruhannya, bukan pada per bagian yang membentuk keseluruhan itu.

  3. Tujuan penelitian adalah menemukan makna dan hakikat dari pengalaman, bukan sekedar mencari penjelasan atau mencari ukuran-ukuran dari realitas.

  4. Memperoleh gambaran kehidupan dari sudut pandang orang pertama, melalui wawancara formal dan informal.

  5. Data yang diperoleh adalah dasar bagi pengetahuan ilmiah untuk memahami perilaku manusia.

  6. Pertanyaan yang dibuat merefleksikan kepentingan, keterlibatan dan komitmen pribadi dari peneliti.

  7. Melihat pengalaman dan perilaku sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, baik itu kesatuan antara subjek dan objek, maupun antara bagian dari keseluruhan.

Fenomenologi berupaya mengungkapkan dan memahami realitas penelitian berdasarkan perspektif subjek penelitian. Hal ini menuntut bersatunya subyek peneliti dengan subyek pendukung obyek penelitian. Keterlibatan subyek peneliti di lapangan menghayatinya menjadi salah satu ciri utama penelitian dengan pendekatan fenomenologi.

Aplikasi fenomenologi dalam ranah kualitatif secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Fokus Penelitian

Penelitian fenomenologi pada hakekatnya adalah berhubungan dengan interpretasi terhadap realitas. Fenomenologi mencari jawaban tentang makna dari suatu fenomena. Pada dasarnya, ada dua hal utama yang menjadi fokus dalam penelitian fenomenologi yakni:

  • Textural description : apa yang dialami oleh subjek penelitian tentang sebuah fenomena. Apa yang dialami adalah aspek objektif, data yang yang bersifat faktual, hal yang terjadi secara empiris.

  • Structural description : bagaimana subjek mengalami dan memaknai pengalamannya. Deskripsi ini berisi aspek subjektif. Aspek ini menyangkut pendapat, penilaian, perasaan, harapan, serta respons subjektif lainnya dari subjek penelitian berkaitan dengan pengalamannya itu (Hasbiansyah. 2008).

2. Penentuan Informan dan lokasi penelitian

Penentuan informan dalam penelitian fenomenologi bergantung pada kapabilitas orang yang akan diwawancarai untuk dapat mengartikulasikannya pengalaman hidupnya (lihat Creswell, 1998). Lebih lanjut Creswell (1998) persyaratan informan yang baik adalah: “… all individuals studied represent people who have experienced the phenomenon ”.

Sedangkan lokasi penelitian bisa di suatu tempat tertentu atau tersebar, dengan memperhatikan individu yang akan dijadikan informan. Masalah jumlah bukanlah hal yang utama walaupun Creswell mengatakan bahwajumlah informan cukup sebanyak 10 orang (Cresswell, 1998), yang paling penting adalah terjadinya kejenuhan data (redudansi data).

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data utama dalam studi fenomenologi adalah wawancara mendalam dengan informan untuk menguak arus kesadaran. Pada proses wawancara, pertanyaan yang diajukan tidak berstruktur, dan dalam suasana yang cair.Walaupun bisa diperdalam dengan menggunakan teknik lain seperti observasi partisipatif, penelusuran dokumen, dll.

4. Teknik Analisis data

Creswell (1998), menjelaskan tentang teknik analisis data dalam kajian fenomenologi sebagai berikut:

  • Peneliti mendeskripsikan sepenuhnya fenomena/pengalaman yang dialami subjek penelitian.

  • Peneliti kemudian menemukan pernyataan (hasil wawancara) tentang bagaimana orang-orang menemukan topik, rinci pernyataan-pernyataan tersebut dan perlakuan setiap pernyataan memiliki nilai yang setara, kemudian rincian tersebut dikembangkan dengan tidak melakukan pengulangan.

  • Pernyataan-pernyataan tersebut kemudian dikelompokkan dalam unit-unit bermakna, peneliti merinci unit-unit tersebut dan menuliskan sebuah penjelasan teks tentang pengalaman yang disertai contoh dengan seksama.

  • Peneliti kemudian merefleksikan pemikirannya dengan menggunakan variasi imajinatif (imaginative variation) atau deskripsi struktural (structural description), mencari keseluruhan makna yang memungkinkan dan melalui perspektif yang divergen (divergent perspectives), mempertimbangkan kerangka rujukan atas gejala (phenomenon), dan mengkonstruksikan bagaimana gejala tersebut dialami.

  • Peneliti kemudian mengkonstruksi seluruh penjelasan tentang makna dan esensi pengalamannya.