Bagaimana Metode dan Strategi Menghafal Al-Qur'an yang Efektif untuk Mahasiswa?

Menjadi hafidz/hafidzah merupakan cita-cita mulia bagi seorang muslim. Untuk mewujudkannya, tentu membutuhkan proses yang cukup lama. Bagaimana cara atau metode yang efektif agar mahasiswa dapat menghafalkan Al-Qur’an di sela-sela kesibukannya?

Pengertian Hafalan


Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pengertian menghafal adalah berusaha meresapkan kedalam fikiran agar selalu ingat

Tahfidz Qur‟an terdiri dari dua suku kata, yaitu Tahfidz dan Qur‟an, yang mana keduanya mempunyai arti yang berbeda. yaitu tahfidz yang berarti menghafal. Menghafal dari kata dasar hafal yang dari bahasa arab hafidza-yahfadzu-hifdzan , yaitu lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Sedangkan menurut Abdul Aziz Abdul Rauf definisi menghafal adalah “ proses mengulang sesuatu baik denganmembaca atau mendengar.” Pekerjaan apapun jika seringdiulang, pasti menjadi hafal.

Seseorang yang telah hafal Al-Qur‟an secara keseluruhan di luar kepala, bisa disebut dengan juma‟ dan huffazhul Qur‟an . Pengumpulan Al-Qur‟an dengan cara menghafal ( Hifzhuhu) ini dilakukan pada masa awal penyiaran agama Islam, karena Al-Qur‟an pada waktu itu diturunkan melalui metode pendengaran. Pelestarian Al- Qur‟an melalui hafalan ini sangat tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, mengingat Rasulullah SAW tergolong orang yang ummi .4Allah berfirman QS. Al a‟raf 158 :

“ *Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".

Rasulullah amat menyukai wahyu, Ia senantiasa menunggu penurunan wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya, persis seperti dijanjikan Allah.

Allah berfirman QS. Al-Qiyamah 17 :

Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya ”.

Oleh sebab itu, Ia adalah hafidz (penghafal) Qur‟an pertama merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya. Setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati, sebab bangsa arab secara kodrati memang mempunyai daya hafal yang kuat. Hal itu karena pada umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syair-syair dan silsilah mereka dilakukan dengan catatan hati mereka.

Definisi Al Qur’an

Secara etimologi, lafadz Al-Qur‟an berasal dari bahasa arab, yaitu akar kata dari qara‟a, yang berarti membaca, Al-Qur‟an isim masdar yang diartikan sebagai isim maful , yaitu maqru‟ berarti yang dibaca. Pendapat lain menyatakan bahwa lafadz Al-Qur‟an yang berasal dari akar kata qara‟a tersebut, juga memiliki arti al-jamu‟ yaitu mengumpulkan dan menghimpun. Jadi lafadz Qur‟an dan qira‟ah berarti menghimpun dan mengumpulkan sebagai huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya.

Sementara itu Schwally dan weelhousen dalam kitab dairoh al-ma‟arif menulis bahwa lafadz Al-Qur‟an berasal dari kata Hebrew, yakni dari kata keryani yang berarti yang dibacakan. Secara terminologi ( secara istilah ) Al-Qur‟an diartikan sebagai kalam Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat, disampaikan dengan jalan mutawatir dari Allah SWT sendiri dengan perantara Malaikat Jibril dan membaca Al-Qur‟an dinilai ibadah kepada Allah SWT . Al-Qur‟an adalah murni wahyu dari Allah SWT, bukan dari hawa nafsu perkataan Nabi Muhammad SAW. Al- Qur‟an memuat aturan-aturan kehidupan manusia di dunia. Al-Qur‟an merupakan petunjuk bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Didalam Al-Qur‟an terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang- orang yang beriman. Al-Qur‟an merupakan petunjuk yang dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang.9

Terdapat perbedaan pandangan dikalangan para ulama‟ berkaitan dengan asal mula lafadz ( word ) Al-Qur‟an. Pendapat pertama bahwa penulisan lafadz Al-Qur‟an dibubuhi dengan huruf hamzah ( mahmuz ). Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa lafadz tersebut tidak dibubuhi huruf hamzah ( ghairu mahmuz ). Mengenai yang terakhir ini akan diuraikan beberapa argumen dari para ulama‟ di antaranya:

Menurut As-Syafi‟i lafadz Al-Qur‟an bukanlah musytaq (tidak terambil dari akar kata apapun) dan buakan pula mahmuz (tidak dibubuhidengan huruf hamzah di tengahnya). Dengan kata lain, lafadz Al-Qur‟an itu adalah ismu jamid ghairu mahmuz, yaitu suatu isim yang berkaitan dengan nama yang khusus diberikan Al-Qur‟an, sama halnya dengan nama taurat dan injil. Jadi, menurut As-Syafi‟i, lafadz tersebut bukan akar dari kata qara‟a, yang berarti membaca sebagaimana disebutkan diatas. Sebab menurutnya kalau Al-Qur‟an diambil dari akar kata qara‟a, maka semua yang dibaca tentu dapat dinamakan Al-Qur‟an.

Menurut Al-Farra‟, lafadz Al-Qur‟an tidak berhamzah dan merupakan pecahan musytaq dari kata qara‟a (jamak kata dari kata qarinah ), yang berarti kaitan, indicator,petunjuk. Hal ini disebabkan sebagian ayat-ayat Al-Qur‟an serupa dengan ayat-ayat lain. Maka seolah-olah sebagian ayat-ayatnya merupakan indikator (petunjuk) dari apa yang dimaksud oleh ayat-ayat yang lainnya.

Tingkat Hafalan Al Qur’an


Murabbi membuatkan daftar muraja‟ah dari yang paling rendah kekuatan hafalannya hingga yang tertinggi :

  • Tingkatan pertama
    Muraja‟ah hafalan seluruh Al-Qur‟an untuk tahap awal dan menyelesaikannya dalam jangka waktu tiga bulan.
  • Tingkatan kedua
    Muraja‟ah hafalan seluruh Al-Qur‟an untuk tahap kedua dan menyelesaikannya dalam jangka waktu satu setengah bulan.
  • Tingkatan ketiga
    Muraja‟ah hafalan seluruh Al-Qur‟an untuk tahap ketiga dan menyelesaikannya dalam jangka waktu satu bulan.
  • Tingkatan keempat
    Muraja‟ah hafalan seluruh Al-Qur‟an untuk tahap keempat dan menyelesaikannya dalam jangka waktu setengah bulan.
  • Tingkatan kelima
    Muraja‟ah hafalan seluruh Al-Qur‟an untuk tahap kelima dan menyelesaikannya dalam jangka waktu tujuh hari.

Metode Menghafal Al-Qur’an


Dalam menghafal Al-Qur‟an memiliki beberapa metode diantaranya :

  1. Metode (Thariqah) Menghafal Al-Qur’an

    Ada beberapa metode yang mungkin bisadikembangkan dalam rangka mencari alternatif terbaik untukmenghafal Al-Qur‟an, dan bisa memberikan bantuan kepadapara penghafal dalam mengurangi kepayahan dalammenghafal Al-Qur‟an. Metode itu diantaranya :

    1. Metode Wahdah
      Yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali, atau dua puluh kali atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya. Dengan demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya bukan saja dalam bayangannya, akan tetapi hingga benar-benar membentuk gerak refleks pada lisannya. Setelah benar- benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga mencapai satu muka.

    2. Metode kitabah
      Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternatif lain daripada metode yang pertama. Pada metode ini penulis terlebih dahulu menulis ayat- ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah disediakan untuknya. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya hingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya.

    3. Metode sima‟i
      Sima‟i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini ialah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang punya daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih dibawah umur yang belum mengenal tulis baca Al-Qur‟an. Metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif :

      • Mendengar dari guru pembimbingnya, terutama bagi para penghafal tunanetra, atau anak-anak.
      • Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkannya kedalam pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Kemudian kaset diputar dan didengar secara seksama sambil mengikuti secara perlahan.
    4. Metode Gabungan
      Metode ini merupakan metode gabungan antara metode pertama dan metode kedua, yakni metode wahdah dan metode kitabah. Hanya saja kitabah (menulis) disini lebih memiliki fungsional sebagai uji coba terhadap ayatayat yang telah dihafalnya.

    5. Metode Jama‟
      Yang dimaksud dengan metode ini, ialah cara menghafal yang dilakukan secara, yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama- sama, dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama, instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa menirukan secara bersama-sama. Kedua, instruktur membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti bacaan dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf ) dan demikian seterusnya sehingga ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam bayangannya.

Metode Menghafal Al-Qur’an


  1. Metode klasik dalam menghafal Al-Qur‟an

    • Talqin
      Yaitu cara pengajaran hafalan yang dilakukan oleh seorang guru dengan membaca satu ayat, lalu ditirukan sang murid secara berulang-ulang sehingga nancap di hatinya.

    • Talaqqi
      Presentasi hafalan sang murid kepada gurunya

    • Mu‟aradhah
      Saling membaca secara bergantian, dalam praktiknya, tidak ada perbedaan diantara ketiga cara tersebut. Tergantung instruksi sang guru yang biasanya lebih dominan menentukan metode. Barangkali, teknik mengajar dengan metode talqin lebih cocok untuk anak-anak. Adapun talaqqi dan mu‟aradhah , lebih cepat untuk orang dewasa (sudah benar dan lancar membaca).

  2. Metode modern dalam menghafal Al-Qur‟an

    • Mendengar kaset murattal melalui tape recorder, MP3/4, handphone. Komputer dan sebagainya.
    • Merekam suara kita dan mengulangnya dengan bantuan alat-alat modern
    • Menggunakan program software Al-Qur‟an penghafal
    • Membaca buku-buku Qur‟anic Puzzle (semacam teka teki yang diformat untuk menguatkan daya hafalan kita).

Demikian beberapa metode menghafal Al-Qur’an, tidak ada cara yang lebih efektif selain cara yang sesuai untuk diri kita masing-masing. Sebab tidak semua orang cocok dengan semua metode menghafal. Jadi pilihlah metode yang paling nyaman dan cocok dengan diri masing-masing, termasuk untuk seorang mahasiswa yang sibuk.

Referensi :
  • Amaly Baihirul Herry,metode metode menghafal Al Qur‟an
  • Prima Tim Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia .(Jakarta: Gita Media Press,1999)
  • Yunus Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: HidakaryaAgung, 1990)
  • Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur‟an (Yogyakarta,press, 1999)
  • Nor Muhammad Ichwan, Memasuki Dunia Al-Qur‟an, (Semarang:Effhar Offset Semarang, 2001),
  • Khalil Manna‟ Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, Pent:Mudzakir, (Surabaya: Halim Jaya, 2012),
  • Noor Muhammad Ichwan, memasuki dunia Al-Qur‟an , (Semarang : Lubuk Karya 2001)
  • Yahya Abdul Fatah Az-Zamawi, Revolusi Menghafal Al-Qur’an ,Pent: Dinta (Surakarta: Insan Kamil, 2010)

Setelah mengetahui metode dalam menghafal Al-Quran, alangkah baiknya jika kita juga mengetahui strategi dalam menghafalAl-Quran, agar metode yang digunakan terlaksana dengan baik.

Strategi atau cara dalam menghafal pada dasarnya yang terpenting adalah keaktifan santri dalam men takrir hafalannya, serta dapat mengatasi kendala baik yang bersumber dari diri penghafal (intern) maupun dari luar diri penghafal (ekstern) itu sendiri. Ada beberapa strategi dalam menghafal Al-Qur’an, yaitu:

  1. Strategi Pengulangan Ganda

Untuk mencapai tingkat hafalan yang baik tidak cukup dengan sekali proses menghafal saja. Salah besar apabila seseorang menganggap dan mengharap dengan sekali menghafal saja kemudian ia menjadi seorang yang hafal Al-Qur‟an dengan baik. Persepsi ini adalah persepsi yang salah dan justru mungkin akan menimbulkan kekecewaan setelah menghadapi kenyataan yang berbeda dengan anggapannya. Posisi akhir tingkat kemapanan suatu hafalan itu terletak pada pelekatan ayat-ayat yang dihafalnya pada bayangan, serta tingkat keterampilan lisan dalam mereproduksi kembali terhadap ayat-ayat yang telah dihafalkan. Semakin banyak pengulangan maka semakin kuat pelekatan hafalan itu dalam ingatannya, lisan pun akan membentuk gerak refleks sehingga seolah-olah ia tidak berpikir lagi untuk melafalkannya, sebagaimana orang membaca surat al- Fatiḥah. Karena sudah terlalu seringnya ia membaca maka surat al-Fatiḥah itu sudah menempel pada lisannya sehingga mengucapkannya merupakan gerak reflektif.

  1. Menggunakan Satu Jenis Muṣḥaf

Di antara strategi menghafal yang banyak membantu proses menghafal Al-Qur‟an ialah menggunakan satu jenis mu ṣḥaf . Memang tidak ada keharusan menggunakan satu jenis mu ṣḥaf tertentu, mana saja jenis mu ṣḥaf yang disukai boleh dipilih asal tidak berganti-ganti. Hal ini perlu diperhatikan, karena bergantinya penggunaan satu mu ṣḥaf kepada mu ṣḥaf yang lain akan membingungkan pola hafalan dalam bayangannya. Sesungguhnya bentuk dan letak-letak ayat dalam mu ṣḥaf akan dapat terpatri dalam hati disebabkan seorang sering membaca dan melihat dalam mu ṣḥaf yang sama.48

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aspek visual sangat mempengaruhi dalam pembentukan pola hafalan. Seorang yang sudah hafal Al-Qur‟an sekalipun akan menjadi terganggu hafalannya ketika membaca mu ṣḥaf Al-Qur‟an yang tidak biasa dipakai pada waktu proses menghafalkannya. Untuk itu akan lebih memberikan keuntungan jika orang yang sedang menghafal Al-Qur‟an hanya menggunakan satu jenis muṣḥaf saja.

  1. Tidak beralih pada ayat berikutnya sebelum ayat yang sedang dihafal benar-benar hafal

Pada umumnya, kecenderungan seseorang dalam menghafal Al-Qur‟an ialah cepat-cepat selesai, atau cepat mendapat sebanyak-banyaknya. Terkadang semangat dan ambisi yang berkobar untuk menyelesaikan hafalan Al- Qur‟an membuat penghafal berpindah dari satu surat ke surat yang lain, padahal hafalan penghafal belum betul-betul mantap dan kuat. Hal ini menyebabkan proses menghafal itu sendiri menjadi tidak konstan atau tidak stabil. Kenyataannya diantara ayat-ayat Al-Quran itu ada sebagian yang mudah dihafal, dan ada pula sebagian yang sulit menghafalkannya. Sebagai akibat dari kecenderungan yang demikian akan menyebabkan banyak ayat-ayat yang terlewati. Karena itu, memang dalam menghafal Al-Qur‟an diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam mengamati kalimat-kalimat dalam suatu ayat yang hendak difalkannya, terutama pada ayat-ayat yang panjang. Karena itulah, hendaknya penghafal tidak beralih kepada ayat yang lain sebelum dapat menyelesaikan ayat-ayat yang sedang dihafalnya. Biasanya ayat-ayat yang sulit dihafal, dapat kita kuasai dengan pengulangan yang sebanyak-banyaknya, sehingga akan memiliki pelekatan hafalan yang baik dan kuat.

  1. Menghafal urutan-urutan ayat yang dihafalnya dalam satu kesatuan jumlah setelah benar-benar hafal ayat-ayatnya

Untuk mempermudah proses ini, maka memakai Al-Qur;an yang biasa disebut dengan Al-Qur;an pojok akan sangat membantu. Jenis muṣḥaf Al-Qur‟an ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  • Setiap juz terdiri dari sepuluh lembar.
  • Pada setiap muka/halaman diawali dengan awal ayat, dan diakhiri dengan akhir ayat.
  • Memiliki tanda-tanda visual yang cukup membantu dalam proses menghafal Al-Qur’an.
  1. Memahami (pengertian) ayat-ayat yang dihafalnya Memahami pengertian, kisah atau asbab an-nuzul

yang terkandung dalam ayat yang sedang dihafalnya merupakan unsur yang sangat mendukung dalam mempercepat proses menghafal Al-Qur’an. Pemahaman itu sendiri akan lebih memberi arti bila didukung dengan pemahaman terhadap makna kalimat, tata bahasa dan struktur kalimat dalam suatu ayat. Dengan demikian maka penghafal yang menguasai bahasa Arab dan memahami struktur bahasanya akan lebih banyak mendapatkan kemudahan dari pada mereka yang tidak mempunyai bekal penguasaan bahasa Arab sebelumnya. Dan dengan cara seperti ini, maka pengetahuan tentang 'ulum Al-Qur’an akan banyak sekali terserap oleh para penghafal ketika dalam proses menghafal Al-Qur’an.

  1. Memperhatikan ayat-ayat yang serupa

Ditinjau dari aspek makna, lafal dan susunan atau struktur bahasanya di antara ayat-ayat dalam Al-Qur‟an banyak yang terdapat keserupaan dan kemiripan antara satu dengan yang lainnya. Ada yang benar-benar sama, ada yang hanya berbeda dalam dua, atau tiga huruf saja, ada pula yang hanya berbeda susunan kalimatnya saja. Oleh sebab itu, seorang penghafal Al-Qur‟an harus memberikan perhatian khusus tentang ayat-ayat yang serupa (mutasyabihat).

  1. Disetorkan pada seorang pengampu

Menghafal Al-Qur’an memerlukan adanya bimbingan yang terus menerus dari seorang pengampu, baik untuk menambah setoran hafalan baru, atau untuk takrir, yakni mengulang kembali ayat-ayat yang telah disetorkannya terdahulu. Menghafal Al-Qur‟an dengan sistem setoran kepada pengampu akan lebih baik dibanding dengan menghafal sendiri dan juga akan memberikan hasil yang berbeda.

Metode Menghafal Al-Qur’an


Metode menghafal Al-Qur‟an yang tepat sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode sangat penting digunakan, karena tanpa menggunakan metode yang baik, hafalan tidak akan berjalan maksimal. Ada beberapa pendapat mengenai metode dalam menghafal Al-Qur‟an, antara lain :.

  1. Menurut Ahsin W. Al-Hafidz, dalam bukunya Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an , menyebutkan beberapa metode yaitu :

    • Metode wa ḥdah
      Yang dimaksud dengan metode ini adalah menghafal satu persatu ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali, dua puluh kali atau lebih, sehingga proses ini mampu membentuk pola bayangannya. Dengan demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya, bukan saja dalam bayangannya, akan tetapi hingga benar-benar membentuk gerak refleks pada lisannya. Setelah benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga mencapai satu halaman (muka/kaca).

    • Metode kitabah
      Kitabah yaitu menulis. Pada metode ini penghafal terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas. Kemudian ayat- ayat tersebut dibacanya sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya. Dengan menuliskannya berkali-kali ia dapat sambil memperhatikan dan sambil menghafalkannya dalam hati. Metode ini cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannnya.

    • Metode sima‟i
      Sima‟i yang berarti mendengar. Maksudnya adalah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini sangat efektif bagi penghafal Al-Qur‟an yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra. Metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif, yaitu :

      • Mendengar dari guru yang membimbingnya, terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak- anak. Dalam hal seperti ini, instruktur dituntut untuk lebih berperan aktif, sabar dan teliti dalam membacakan dan membimbingnya, karena ia harus membacakan satu per satu ayat untuk dihafalnya, sehingga penghafal mampu menghafal secara sempurna.
      • Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkannya ke dalam pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Kemudian kaset diputar dan didengar secara seksama sambil mengikutinya secara perlahan-lahan, sehingga ayat-ayat tersebut benar-benar dhafal di luar kepala.
    • Metode gabungan
      Metode ini merupakan gabungan kedua metode, yakni gabungan antara metode wahdah dan metode kitabah. Hanya saja metode kitabah (menulis) di sini lebih memiliki fungsional sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalkannya. Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai menghafal ayat yang telah dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskan dengan bentuk hafalan pula.

    • Metode jama‟
      Yang dimaksud dengan metode ini ialah cara menghafal yang dilakukan secara kolektif, yakni ayat- ayat yang dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama, instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa menirukan secara bersama- sama. Kemudian instruktur membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat dapat mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti bacaan instruktur dengan sedikit demi sedikit tanpa melihat mushaf dan demikian seterusnya.

  2. Metode menghafal Al-Qur‟an menurut Sa‟dulloh al- Hafizh dalam bukunya 9 Cara Cepat Menghafal Al- Qur‟an , yaitu :

    • Bin-na ẓar
      Yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat Al- Qur‟an yang akan dihafal dengan melihat mushaf Al- Qur‟an secara berulang-ulang. Bin-na ẓar hendaknya dilakukan sebanyak mungkin atau sebanyak 40 kali seperti yang dilakukan oleh ulama‟ terdahulu. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang lafaẓ maupun urutan ayat- ayatnya.38

    • Metode tahfi
      Yang dimaksud dengan metode ini adalah menghafalkan sedikit demi sedikit ayat-ayat Al- Qur‟an yang telah dibaca berulang-ulang. Misalnya menghafal satu halaman yaitu menghafalkan ayat demi ayat dengan baik, kemudian merangkaikan ayat- ayat yang sudah dihafal dengan sempurna dimulai dari ayat awal, ayat kedua dan seterusnya.39

    • Metode talaqqi
      Metode talaqqi adalah menyetorkan atau mendengarkan hafalan yang baru dihafal kepada seorang guru atau instruktur. Proses talaqqi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hasil hafalan seorang calon tahfizh serta untuk mendapatkan bimbingan secara langsung dari guru atau instruktur.

    • Metode takrīr
      Metode takrir adalah mengulang hafalan yang sudah pernah dihafalkan atau sudah pernah disima‟kan kepada seorang guru atu instruktur. Takrir dimaksudkan agar hafalan yang pernah dihafal tetap terjaga dengan baik, selain itu juga untuk melancarkan hafalan sehingga tidak mudah lupa.

    • Metode tasmī‟
      Metode tasmi‟ adalah mendengarkan hafalan kepada orang lain, baik kepada perseorangan maupun kepada jama‟ah. Dengan melakukan tasmi‟ seorang penghafal Al-Qur‟an akan diketahui kekurangan dalam hafalannya dan agar lebih berkonsentrasi.

  3. Metode menghafal menurut Agus Sujanto dalam bukunya

    Psikologi Umum , yaitu:

  • Metode G ( Ganzlern )
    Metode ini digunakan untuk menghafal sesuatu yang hanya sedikit. Caranya dengan menghafalkan semuanya dan dilakukan secara berulang-ulang.

  • Metode T ( Teillern )
    Metode ini digunakan untuk menghafal sesuatu yang banyak. Caranya dengan menghafalkan sebagian demi sebagian, baru nanti digabungkan.

  • Metode V ( Vermittelen )
    Metode ini menggabungkan antara metode ganzlern dan metode teillern , yaitu mengamati secara keseluruhan dan memperhatikan kesukaran-kesukaran terlebih dahulu, kemudian baru dihafalkan semuanya.

Pada prinsipnya semua metode di atas baik untuk dijadikan pedoman menghafal Al-Qur‟an, baik salah satu di antaranya atau dipakai semua sebagai alternatif atau selingan dari mengerjakan suatu pekerjaan yang bersifat monoton. Sehingga dengan demikian akan menghilangkan kejenuhan dalam proses menghafal Al-Qur‟an.

Strategi Menghafal Al-Qur’an


Strategi atau cara dalam menghafal pada dasarnya yang terpenting adalah keaktifan santri dalam mentakrir hafalannya, serta dapat mengatasi kendala baik yang bersumber dari diri penghafal (intern) maupun dari luar diri penghafal (ekstern) itu sendiri. Ada beberapa strategi dalam menghafal Al-Qur‟an, yaitu :

  • Strategi pengulangan ganda
    Untuk mencapai tingkat hafalan yang baik tidak cukup dengan sekali proses menghafal saja. Salah besar apabila seseorang menganggap dan mengharap dengan sekali menghafal saja kemudian ia menjadi seorang yang hafal Al-Qur‟an dengan baik. Persepsi ini adalah persepsi yang salah dan justru mungkin akan menimbulkan kekecewaan setelah menghadapi kenyataan yang berbeda dengan anggapannya. Posisi akhir tingkat kemapanan suatu hafalan itu terletak pada pelekatan ayat-ayat yang dihafalnya pada bayangan, serta tingkat keterampilan lisan dalam mereproduksi kembali terhadap ayat-ayat yang telah dihafalkan. Semakin banyak pengulangan maka semakin kuat pelekatan hafalan itu dalam ingatannya, lisan pun akan membentuk gerak refleks sehingga seolah-olah ia tidak berpikir lagi untuk melafalkannya, sebagaimana orang membaca surat al- Fatiḥah. Karena sudah terlalu seringnya ia membaca maka surat al-Fatiḥah itu sudah menempel pada lisannya sehingga mengucapkannya merupakan gerak reflektif.

    • Menggunakan satu jenis mu ṣḥaf
      Di antara strategi menghafal yang banyak membantu proses menghafal Al-Qur‟an ialah menggunakan satu jenis mu ṣḥaf . Memang tidak ada keharusan menggunakan satu jenis mu ṣḥaf tertentu, mana saja jenis mu ṣḥaf yang disukai boleh dipilih asal tidak berganti-ganti. Hal ini perlu diperhatikan, karena bergantinya penggunaan satu mu ṣḥaf kepada mu ṣḥaf yang lain akan membingungkan pola hafalan dalam bayangannya. Sesungguhnya bentuk dan letak-letak ayat dalam mu ṣḥaf akan dapat terpatri dalam hati disebabkan seorang sering membaca dan melihat dalam mu ṣḥaf yang sama.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aspek visual sangat mempengaruhi dalam pembentukan pola hafalan. Seorang yang sudah hafal Al-Qur‟an sekalipun akan menjadi terganggu hafalannya ketika membaca mu ṣḥaf Al-Qur‟an yang tidak biasa dipakai pada waktu proses menghafalkannya. Untuk itu akan lebih memberikan keuntungan jika orang yang sedang menghafal Al-Qur‟an hanya menggunakan satu jenis mu ṣḥaf saja.

  • Tidak beralih pada ayat berikutnya sebelum ayat yang sedang dihafal benar-benar hafal.
    Pada umumnya, kecenderungan seseorang dalam menghafal Al-Qur‟an ialah cepat-cepat selesai, atau cepat mendapat sebanyak-banyaknya. Terkadang semangat dan ambisi yang berkobar untuk menyelesaikan hafalan Al- Qur‟an membuat penghafal berpindah dari satu surat ke surat yang lain, padahal hafalan penghafal belum betul-betul mantap dan kuat. Hal ini menyebabkan proses menghafal itu sendiri menjadi tidak konstan atau tidak stabil. Kenyataannya diantara ayat-ayat Al-Quran itu ada sebagian yang mudah dihafal, dan ada pula sebagian yang sulit menghafalkannya. Sebagai akibat dari kecenderungan yang demikian akan menyebabkan banyak ayat-ayat yang terlewati. Karena itu, memang dalam menghafal Al-Qur‟an diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam mengamati kalimat-kalimat dalam suatu ayat yang hendak difalkannya, terutama pada ayat-ayat yang panjang. Karena itulah, hendaknya penghafal tidak beralih kepada ayat yang lain sebelum dapat menyelesaikan ayat-ayat yang sedang dihafalnya. Biasanya ayat-ayat yang sulit dihafal, dapat kita kuasai dengan pengulangan yang sebanyak-banyaknya, sehingga akan memiliki pelekatan hafalan yang baik dan kuat.

  • Menghafal urutan-urutan ayat yang dihafalnya dalam satu kesatuan jumlah setelah benar-benar hafal ayat-ayatnya.
    Untuk mempermudah proses ini, maka memakai Al-Qur‟an yang biasa disebut dengan Al-Qur‟an pojok akan sangat membantu.50 Jenis muṣḥaf Al-Qur‟an ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

    1. Setiap juz terdiri dari sepuluh lembar.
    2. Pada setiap muka/halaman diawali dengan awal ayat, dan diakhiri dengan akhir ayat.
    3. Memiliki tanda-tanda visual yang cukup membantu dalam proses menghafal Al-Qur‟an.
  • Memahami (pengertian) ayat-ayat yang dihafalnya
    Memahami pengertian, kisah atau asbab an-nuzul yang terkandung dalam ayat yang sedang dihafalnya merupakan unsur yang sangat mendukung dalam mempercepat proses menghafal Al-Qur‟an. Pemahaman itu sendiri akan lebih memberi arti bila didukung dengan pemahaman terhadap makna kalimat, tata bahasa dan struktur kalimat dalam suatu ayat. Dengan demikian maka penghafal yang menguasai bahasa Arab dan memahami struktur bahasanya akan lebih banyak mendapatkan kemudahan dari pada mereka yang tidak mempunyai bekal penguasaan bahasa Arab sebelumnya. Dan dengan cara seperti ini, maka pengetahuan tentang „ulum Al-Qur‟an akan banyak sekali terserap oleh para penghafal ketika dalam proses menghafal Al-Qur‟an.

  • Memperhatikan ayat-ayat yang serupa
    Ditinjau dari aspek makna, lafal dan susunan atau struktur bahasanya di antara ayat-ayat dalam Al-Qur‟an banyak yang terdapat keserupaan dan kemiripan antara satu dengan yang lainnya. Ada yang benar-benar sama, ada yang hanya berbeda dalam dua, atau tiga huruf saja, ada pula yang hanya berbeda susunan kalimatnya saja. Oleh sebab itu, seorang penghafal Al-Qur‟an harus memberikan perhatian khusus tentang ayat-ayat yang serupa (mutasyabihat).

  • Disetorkan pada seorang pengampu
    Menghafal Al-Qur‟an memerlukan adanya bimbingan yang terus menerus dari seorang pengampu, baik untuk menambah setoran hafalan baru, atau untuk takrir, yakni mengulang kembali ayat-ayat yang telah disetorkannya terdahulu. Menghafal Al-Qur‟an dengan sistem setoran kepada pengampu akan lebih baik dibanding dengan menghafal sendiri dan juga akan memberikan hasil yang berbeda.

Referensi :
  • Muh. Hambali, Cinta Al-Qur‟an Para Hafizh Cilik , (Jogjakarta: Najah, 2013),
  • Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an
  • Sa‟dulloh, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur‟an
  • Agus Sujanto, Psikologi Umum
  • Raghib As-Sirjani dan Abdurrahman Abdul Khaliq, Cara Cerdas Hafal Al-Qur‟an, (Solo: Aqwam, 2007)
  • Al-mutasyabihat adalah ayat-ayat yang memiliki kesamaan atau kemiripan lafadz. Ayat-ayat tersebut sering menyebabkan penghafal merasa kesulitan dan butuh konsentrasi yang lebih untuk melanjutkan lafadz selanjtnya. Yahya Fattah az-Zawawi, Revolusi Menghafal Al-Qur‟an, (Surakarta: Insane Kamil, 2010)