Bagaimana Menghindari Bekas Luka Hipertrofi?

bekas-jerawat-keloid

Ketika kulit melakukan proses penyembuhan pada luka, terdapat kemungkinan adanya bekas luka. Salah satu jenis scar atau bekas luka yang dapat ditemui adalah hypertrophic scar. Bagaimana cara menghindari agar tidak mendapatkan bekas luka jenis ini ya?

3 Likes

Kulit merupakan pertahanan terluar dari keseluruhan anggota tubuh. Ketika bagian dari kulit berubah bentuk jaringannya atau biasa disebut dengan terluka, maka kulit akan melakukan proses penyembuhan luka. Hasil penyembuhan luka bisa kembali seperti semula, namun juga bisa menjadi bekas luka. Terdapat berbagai jenis bekas luka. Bekas luka hipertrofis merupakan bekas luka yang terjadi dikarenakan adanya penyebuhan berlebihan dari kuit sehingga jaringan kulit yang tumbuh lebih dari ukuran asli (Shirakami, dkk 2020). Bekas luka jenis ini bisa dikatakan cukup mengganggu karena terdapat tonjolan lebih tinggi dari permukaan kulit biasa dan warna kulit berbeda.

hs.PNG
Sumber: Shirakami, dkk (2020)

Berdasarkan penelitian berjudul Strategies to prevent hypertrophic scar formation: a review of therapeutic interventions based on molecular evidence oleh Shirakami, dkk (2020) terdapat 3 proses dalam penyembuhan luka yaitu peradangan, proliferasi, dan regenerasi.

wound heal

Munculnya bekas luka hipertrofi dapat terjadi apabila terdapat kejadian abnormal ketika proses penyembuhan. Berikut beberapa penyebab bekas luka hipertrofi:

1. Adanya trauma fisik pada kulit yang tidak segera disterilkan

Penyebab utama bekas luka pada tubuh adalah adanya luka atau trauma fisik. Kondisi jaringan kulit yang abnormal seperti robek, tersayat, dll bisa memicu adanya proses penyembuhan luka. Bekas luka hipertrofi dapat terjadi ketika jumlah kolagen dalam kulit terlalu banyak. Intensitas kolagen dapat bertumbuh pesat ketika pada proses peradangan kulit tidak cukup steril.

HS formation is considered a result of the imbalance between ECM synthesis and degradation during wound healing (Shirakami, dkk 2020)

2. Penggunaan produk kosmetik yang terlalu keras

Luka yang ditimbulkan oleh bahan kimia seperti kosmetik yang terlalu keras memiliki bentuk yang berbeda dengan luka hasil trauma fisik. Luka yang disebabkan oleh kosmetik juga bisa menjadi bekas luka hipertrofi. Jaringan kulit yang tertumpuk dan kurang bersihnya bagian kulit dengan luka bisa memicu adanya bekas luka hipertrofi.

7 Likes

Faktor resiko yang memiliki insidens terbesar pada munculnya bekas luka hipertrofik atau keloid adalah gen (Jansen, 2016). Jika terdapat anggota keluarga yang pernah memiliki keloid maka besar kemungkinan dirinya akan mendapatkan keloid juga.

Keloid dapat terjadi pada semua ras, kecuali albino, dan ras kulit hitam memiliki risiko hingga 15 kali lebih besar. Angka kejadian keloid lebih tinggi pada saat masa pubertas dan kehamilan, dan menurun pada masa menopause. Hormon juga diduga menjadi penyebab. Diduga ada peranan sel mast pada terjadinya keloid (Sinto, 2018)

Meskipun terdapat cara untuk menghindari terbentuknya bekas luka hipertrofik atau keloid, cara tersebut masih belum bisa terbukti dapat benar-benar menjamin tidak adanya keloid ketika luka telah sembuh. Oleh karena itu perawatan luka sejak luka pertama kali terbentuk oleh dokter lebih disarankan untuk benar-benar menghindari adanya bekas luka ini. dr. Linda Sinto melalui tulisannya yang berjudul Scar Hipertrofik dan Keloid: Patofisiologi dan Penatalaksanaan memberikan pilihan bagi anda yang ingin menghindari terbentuknya keloid pada luka melalui terapi.

  1. Terapi Tekan

    Sumber: rumahpeka.com

Efektivitasnya masih belum dapat diuji secara pasti. Mekanisme kerja yang dilakukan adalah dengan pemberian tekanan, sehingga sintesis kolagen menurun karena terbatasnya suplai darah dan oksigen, serta nutrisi ke jaringan scar dan apoptosis kemudian meningkat. Tekanan berkelanjutan (15-40 mmHg) diberikan minimal 23 jam dan/atau 1 hari selama minimal 6 bulan atau selama bekas luka masih aktif. Terapi ini masih terbatas dikarenakan dapat menyebabkan maserasi, eksema, ataupun bau tidak sedap karena penggunaan bahan kain. Metode terapi tekan biasanya berhasil lebih baik pada anak-anak.

  1. Silicone Gel Sheeting
    amazon
    Sumber: Amazon.com

Metode ini bekerja dengan cara meningkatkan temperatur parut 1-2 derajat dari suhu tubuh, sehingga dapat meningkatkan aktivitas kolagenase. Penggunaan dianjurkan ≥12 jam dan/ atau 1 hari dimulai sejak 2 minggu pascapenyembuhan luka. Penggunaan silicone sheet ini lebih disukai pada area yang sering bergerak.

  1. Injeksi Kortikosteroid

    Sumber: SehatQ.com

Kortikosteroid bekerja menekan proses inflamasi luka. Kortikosteroid juga mampu; 1. mengurangi sintesis kolagen dan glikosaminoglikan 2. meningkatkan degradasi kolagen dan fibroblas 3. menghambat pertumbuhan fibroblas. Injeksi intralesi menggunakan triamcinolon acetonide (TAC) 10-40 mg/mL diulang setiap 3-4 minggu, dilakukan hingga 6 bulan sampai memberikan hasil yang cukup baik, pada kasus tertentu mungkin dibutuhkan tambahan sesi. Apabila hanya melakukan terapi ini, hasil maksimal hingga rata sepenuhnya hanya pada bekas luka yang masih baru. Untuk bekas luka lama, hasil yang dicapai keloid lebih kecil dan membantu mengurangi gejala. Efek samping pada terapi ini adalah atrofi kulit, telangiektasis, dan rasa nyeri di area penyuntikan.

  1. Cryotherapy
    today.line.me
    Sumber: today.line.me

Dapat digunakan sebagai terapi tunggal maupun kombinasi dengan terapi injeksi kortikosteroid. Efektif untuk bekas luka hipertrofik. Terbatas hanya untuk bekas luka yang kecil. Efek samping yang sering munculpada terapi ini adalah rasa nyeri dan blister.

  1. Laser
    Terapi 585-nm Pulse Dye Laser (PDL) dapat memberikan hasil cukup baik dan sangat dianjurkan untuk terapi bekas luka hipertrofik. Agar mencapai hasil maksimal, sebaiknya terapi diulang hingga 2-6 kali. Terapi ini menggunakan panas yang merusak kolagen, sehingga membentuk kolagenesis baru. Terdapat kemungkinan efek samping hipo- atau hiperpigmentasi serta blister yang bertahan hingga 7-10 hari. Mekanisme kerjan terapi laser adalah dengan menembus jaringan lebih dalam, sangat baik untuk terapi keloid yang tebal.

  2. 5-Fluorouracil (5-FU)
    Terapi ini menggunakan zat kemoterapi kanker. Cara kerja terapi 5-FU dengan meningkatkan apoptosis fibroblas. Injeksi 5-FU intralesi (50 mg/mL) setiap minggu selama 12 minggu berhasil mengurangi ukuran bekas luka hingga 50% pada rata-rata pasien tanpa kegagalan dan rekuren dalam 24 bulan kemudian. Efek samping terapi 5-FU adalah nyeri, ulserasi, dan sensasi terbakar.

  3. Botulinum Toxin A (BTA)
    BTA dapat mengurangi tegangan kulit dan menghambat mobilisasi otot, sehingga mengurangi mikrotrauma dan inflamasi. Pada uji coba injeksi di sepanjang garis operasi 24 jam pasca-penutupan luka didapatkan hasil cukup baik. Terdapat efek samping yaitu risiko asimetri alis. BTA termasuk jenis terapi yang baru sehingga masih dibutuhkan penelitian lanjutan efektivitas dan pertimbangan lain termasuk biaya terapi.

5 Likes

Apakah anda memiliki rekomendasi dokter atau klinik yang membuka praktik perawatan bekas luka hipertrofi?