Bagaimana melakukan Uji Skrining Fitokimia Terpenoid dan Antrakuinon?

Skrining fitokimia atau penapisan kimia adalah tahapan awal untuk mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan, karena pada tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa kimia yang dikandung tumbuhan yang sedang kita uji/teliti.

Bagaimana melakukan Uji Skrining Fitokimia Terpenoid dan Antrakuinon ?

Terpenoid adalah suatu senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis, terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan. Terpenoid ditemui tidak saja pada tumbuhan tingkat tinggi, namun juga pada terumbu karang dan mikroba. Struktur terpenoid dibangun oleh molekul isoprena, kerangka terpenoid terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan unit isoprena.

Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpen dan seskuiterpen yang mudah menguap, diterpen yang lebih sukar menguap, sampai ke senyawa yang tidak menguap, triterpenoid dab sterol serta pigmen karotenoid. Masing-masing golongan terpenoid itu penting, baik pada pertumbuhan dan metabolisme maupun pada ekologi tumbuhan.

Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam sitoplasma sel tumbuhan. Kadang-kadang minyak atsiri terdapat di dalam sel kelenjar khusus pada permukaan daun, sedangkan karotenoid terutama berhubungan dengan kloroplas di dalam daun dan dengan kromoplas di dalam daun bunga. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan tanaman dengan memakai eter minyak bumi, eter atau kloroform dan dapat dipisahkan secara kromatografi pada silika gel atau alumina memakai pelarut di atas. Tetapi, sering kali ada kesukaran sewaktu mendeteksi dalam skala mikro karena semuanya (kecuali karotenoid) tidak berwarna dan tidak ada pereaksi kromogenik semesta yang peka. Sering kali kita harus mengandalkan cara deteksi yang nisbi tidak khas pada plat KLT, yaitu penyemprotan dengan asam sulfat pekat, diteruskan dengan pemanasan.

Senyawa terpenoid berkisar dari senyawa volatil, yakni komponen minyak atsiri, yang merupakan mono dan seskuiterpen, senyawa yang kurang volatil, yakni diterpen, sampai senyawa nonvolatil seperti triterpenoid dan sterol serta pigmen karotenoid.
Baik pada tumbuhan ataupun hewan yang menjadi senyawa dasar untuk biosintesis terpenoid adalah isopentenil pirofosfat.

Sesuai dengan strukturnya, terpenoid pada umumnya merupakan senyawa yang larut dalam lipid, senyawa ini berada pada sitoplasma sel tumbuhan. Minyak atsiri adakalanya terdapat pada sel kelenjar khusus yang berada pada permukaan, sedangkan karotenoid berasosiasi dengan kloroplas pada daun dan dengan kromoplas pada tajuk bunga.

Berdasarkan tingkat kepolarannya, terpenoid pada umumnya diekstraksi dari jaringan tumbuhan dengan petroleum eter, eter dan kloroform, selanjutnya dipisahkan dengan metode kromatografi dengan fase diam silika gel atau alumina dengan fase gerak yang sesuai. Pada umumnya, terpenoid sulit dideteksi dalam skala mikro, karena kebanyakan terpenoid berupa senyawa yang tidak berwarna (kecuali karotenoid). Tidak ada pereaksi kromogenik umum yang dapat mendeteksi semua golongan terpenoid.

Sudah banyak dan bermacam-macam peran terpenoid dalam tanaman yang diketahui. Sifatnya yang dapat mengatur pertumbuhan sudah terbukti, dua dari golongan utama pengatur tumbuh ialah seskuiterpenoid absisin dan giberelin yang mempunyai kerangka dasar diterpenoid.

Karotenoid berperan dalam pemberi warna tanaman dan terlibat dalam pigmen pembantu fotosintesis. Mono dan seskuiterpena berperan dalam memberi bau yang khas. Umumnya masih belum banyak yang diketahui mengenai peranan terpenoid pada antaraksi tanaman dengan hewan, misalnya sebagai alat komunikasi dan pertahanan pada serangga. Namun, bidang ini sekarang sudah bisa menjadi lapangan penelitian yang aktif. Akhirnya, patut disebutkan terpenoid tertentu yang tidak menguap telah diimplikasikan sebagai hormon kelamin pada fungus.

Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi atsiri yang tersuling-uap. Zat inilah yang menyebabkan bau yang khas pada banyak tanaman. Secara ekonomi, senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai senyawa cita-rasa dalam industri makanan.

Secara kimia, terpena minyak atsiri dapat dipilah menjadi dua golongan, yaitu monoterpena dan seskuiterpena, berupa isoprenoid yang titik didihnya berbeda. Untuk mengisolasinya dari jaringan tanaman, dilakukan teknik ekstraksi memakai eter, eter minyak bumi atau aseton. Cara klasik untuk mengisolasi minyak atsiri adalah memisahkannya dari jaringan segar dengan penyulingan-uap. Sekarang langkah ini jarang dilakukan karena ada bahaya terbentuknya senyawa jadian pada suhu yang dinaikkan. Terpena dapat mengalami tata susun-ulang (misalnya dehidrasi pada alkohol tersier) atau polimerisasi. Keatsirian terpena sederhana mempunyai arti bahwa terpena itu merupakan bahan yang ideal untuk pemisahan dengan kromatografi gas. Banyak terpena yang berbau harum dan dengan demikian sering kali dapat dikenali langsung dalam sulingan tanaman bila terdapat sebagai kandungan utama.

Sebagian minyak atsiri merupakan fraksi menguap pada destilasi, senyawa ini bertanggung jawab terhadap rasa dan bau atau aroma berbagai tumbuhan. Minyak atsiri mempunyai manfaat komersial sebagai basis parfum alami, rempah-rempah dan flavor dalam industri makanan.

1. Skrining fitokimia terpenoid dan steroid tak jenuh

Uji skrining senyawa golongan terpenoid dan steroid tak jenuh dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard.

Bahan sampel tanaman sebanyak 5 gram diekstraksi dengan pelarut n-heksana atau petroleum eter sebanyak 10 ml kemudian disaring. Ekstrak yang diperoleh diambil sedikit dan dikeringkan di atas papan spot test, ditambahkan tiga tetes anhidrida asetat dan kemudian satu tetes asam sulfat pekat. Adanya senyawa golongan terpenoid akan ditandai dengan timbulnya warna merah sedangkan adanya senyawa golongan steroid ditandai dengan munculnya warna biru.

2. Skrining fitokimia antrakuinon

Modifikasi uji Borntrager dapat digunakan untuk menguji adanya senyawa golongan antrakuinon.

Bahan tanaman sebanyak 5 gram diuapkan di atas penangas air sampai kering. Bahan kering yang sudah dingin tersebut kemudian dimasukkan ke dalam campuran larutan 10 ml KOH 5N dan 1 ml H2O2 3% dan dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit, kemudian disaring. Ke dalam filtrat yang diperoleh setelah penyaringan ditambahkan asam asetat glasial sampai larutan bersifat asam, kemudian diekstraksi dengan benzena. Ekstrak benzena yang diperoleh kemudian diambil 5 ml dan ditambah dengan 5 ml amonia, lalu dikocok. Jika terbentuk warna merah pada lapisan amonia, maka bahan tanaman tersebut mengandung senyawa golongan antrakuinon.

Sumber :
Lully Hanni Endarini, Farmakognisi dan Fitokimia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan