Bagaimana melakukan Pemilihan Cairan yang baik apabila terjadi gangguan keseimbangan cairan tubuh?

Terapi cairan bukan sekadar memberi cairan tetapi punya sasaran, ukuran dan cara tertentu bergantung pada situasi dan kondisi penderita. Terapi cairan identik dengan pemberian obat punya efek samping dan komplikasi untuk memperkecil dampak negatif ini diperlukan landasan kerja yang legeartis. Yaitu pengertian dasar mengenai keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa.

Hal inilah yang perlu dimiliki oleh personil yang terlibat dalam penanggulangannya.

Bagaimana melakukan Pemilihan Cairan yang baik apabila terjadi gangguan keseimbangan cairan tubuh ?

image

Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Cairan kristaloid memiliki keuntungan antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan murah. Adapun kerugian dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah kemampuannya terbatas untuk tetap berada dalam ruang intravaskular.

Kristaloid

Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan ringer laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstraselular. Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang intersisial.

Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan ringer laktat dengan jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan adanya peningkatan produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat.

Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang rendah atau memiliki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk resusitasi dihindarkan karena komplikasi yang diakibatkan antara lain hiperomolalitas- hiperglikemik, diuresis osmotik, dan asidosis serebral.

Solusi Glucose (mg/dL) Sodium (mEq/L) Chloride (mEq/L) Potassium (mEq/L) Kalsium (mEq/L) Lactate (mEq/L) (mOsmol/L)
5% Dextrose in water 5000 253
D5 ½ NS 5000 77 77 406
D5 NS 5000 154 154 561
0,9% NaCl 154 154 308
Ringer Laktat 130 109 4.0 3.0 28 273
D5 RL 5000 130 109 4.0 3.0 28 525
5% NaCl 855 855 1171

Koloid

Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler.

Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus. Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan intravena, sebagian besar akan menetap dalam ruang intravaskular.
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular, namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma akan menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander plasma, sebab mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang diberikan.

Albumin

Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma manusia. Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 600C dalam 10 jam untuk meminimalisir resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus imunodefisiensi. Waktu paruh albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam, dengan sekitar 90% tetap bertahan dalam intravascular 2 jam setelah pemberian.

Dekstran

Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari sukrose oleh mesenteroides leukonostok strain B 512 dengan menggunakan enzim dekstran sukrose. Ini menghasilkan dekstran BM tinggi yang kemudian dilengketkan oleh hidrolisis asam dan dipisahkan dengan fraksionasi etanol berulang untuk menghasilkan produk akhir dengan kisaran BM yang relatif sempit. Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia dalam dekstran 70 (BM 70.000) dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan garam faal, dekstrosa atau Ringer laktat.

Dekstran 70 6 % digunakan pada syok hipovolemik dan untuk profilaksis tromboembolisme dan mempunyai waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam. Pemakaian dekstran untuk mengganti volume darah atau plasma hendaknya dibatasi sampai 1 liter (1,5 gr/kgBB) karena risiko terjadi perdarahan abnormal. Batas dosis dekstran yaitu 20 ml/kgBB/hari.

Sekitar 70% dosis dekstran 40 yang diberikan akan dieksresikan ke dalam urine dalam 24 jam. Molekul- molekul yang lebih besar dieksresikan lewat usus atau dimakan oleh sel-sel sistem retikoloendotelial. Volume dekstran melebihi 1 L dapat mengganggu hemostasis. Disfungsi trombosit dan penurunan fibrinogen dan faktor VIII merupakan alasan timbulnya perdarahan yang meningkat. Reaksi alergi terhadap dekstran telah dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid mungkin kurang dari 0,02 %. Dekstran 40 hendaknya jangan dipakai pada syok hipovolemik karena dapat menyumbat tubulus ginjal dan mengakibatkan gagal ginjal akut.

Gelatin

Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum dipasaran adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan pelarut NaCL isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin ( Haemaccel ) dengan pelarut NaCL isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L.

Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada koloid yang lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia sampai anafilaksis yang mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan histamine yang mungkin sebagai akibat efek langsung gelatin pada sel mast.

Gelatin tidak menarik air dari ruang ekstravaskular sehingga bukan termasuk ekspander plasma seperti dekstran. Larutan gelatin terutama diekskresikan lewat ginjal dalam urin, sementara itu gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian kecil dieliminasikan lewat usus. Karena gelatin tidak berpengaruh pada sistem koagulasi, maka tidak ada pembatasan dosis.

Namun, bila terlalu banyak infus, pertimbangkan adanya efek dilusi. Gelatin dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal bahkan pada pasien yang menjalani hemodialisis. Indikasi gelatin : Penggantian volume primer pada hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif. Sedangkan kontraindikasi adalah infark miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung kongestif dan syok normovolemik.

Hydroxylethyl Starch (HES)

Senyawa kanji hidroksietil ( HES ) merupakan suatu kelompok koloid sintetik polidisperse yang mempunyai glikogen secara struktural. Kurang dapat diterima kanji hidroksi (HES ) untuk pengantian volume paling mungkin akibat laporan-laporan adanya koagulasi abnormal yang menyertai subtitusi plasma ini. Laporan laporan tentang HES yang memperlihatkan koagulasi darah yang terganggu dan kecenderungan perdarahan yang meningkat sebagian besar berdasarkan pemakaian preparat HES berat molekul tinggi ( HMW-HES ). Waktu paruh dari 90% partikel HES adalah 17 hari.

Seperti semua koloid lainnya, kanji hidroksietil juga berkaitan dengan reaksi anafilaktoid yang ringan dengan kekerapan kira-kira 0,006 %. Indikasi pemberian HES adalah :Terapi dan profilaksis defisiensi volume (hipovolemia) dan syok (terapi penggantian volume) berkaitan dengan pembedahan (syok hemoragik), cedera (syok traumatik), infeksi (syok septik), kombustio (syok kombustio). Sedangkan kontra indikasi adalah : Gagal jantung kongestif berat, Gagal ginjal (kreatinin serum >2 mg/dL dan >177 mikromol/L).Gangguan koagulasi berat (kecuali kedaruratan yang mengancam nyawa). Dosis penggunaan HES adalah 20 ml/kgBB/hari.

Kontroversi kristaloid versus koloid

Pertanyaan apakah kristaloid atau koloid yang terbaik untuk resusitasi terus merupakan bahan diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah dikaji unruk resusitasi, antara lain: NaCl 0,9%, Larutan Ringer laktat, NaCl hipertonik, albumin, fraksi protein murni, plasma beku segar, hetastarch, pentastarch, dan dekstran 70.3,5

Bila problema sirkulasi utama pada syok adalah hipovolemia, maka terapi hendaknya ditujukan untuk restorasi volume darah dengan cairan resusitasi ideal. Cairan ideal adalah yang dapat membawa O2. Larutan koloid yang ada terbatas karena ketidakmampuan membawa O2. Darah lengkap marupakan ekspander volume fisiologis dan komplit, namun terbatas masa simpan yang tidak lama, fluktuasi dalam penyimpanannya, risiko kontaminasi viral, reaksi alergi dan mahal.

Biarpun larutan koloid tidak dapat membawa O2, namun sangat bermanfaat karena mudah tersedia dan risiko infeksi relatif rendah. resusitasi hemodinamik lebih cepat dilaksanakan dengan koloid karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskular dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya ¼ bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus. Larutan kristaloid juga mengencerkan protein plasma sehingga TOK menurun, yang memungkinkan filtrasi cairan ke interstisiel.

Resusitasi cairan kristaloid dapat pula berakibat pemberian garam dan air yang berlebihan dengan konsekuensi edema interstitial. Pada kasus perdarahan yang cukup banyak, tetapi yang tidak memerlukan transfusi, dapat dipakai koloid dengan waktu paruh yang lama misalnya : Haes steril 6 %.

Bila pasien memerlukan transfusi, selama menunggu darah, kita dapat memberi koloid dengan BM sekitar 40.000 misalnya : Expafusin, Plasmafusin, Haemaccel, Gelafundin atau Dextran L. Dengan begitu, manakala darah siap untuk ditransfusikan sekitar 2 -3 jam kemudian, kita dapat melakukannya langsung, tanpa khawatir terjadi kelebihan cairan dalam ruang intravaskular.

image
Tabel Perbandingan Kristaloid dan Koloid

Berikut ini tabel beberapa jenis cairan kristaloid dan kandungan masing- masing :slight_smile:

Berikut ini tabel yang menunjukkan pilihan cairan pengganti untuk suatu kehilangan cairan yaitu ;

Sumber :

Syamsul Hilal Salam, Dasar-dasar terapi cairan dan elektrolit