Bagaimana Manajemen Risiko Perspektif Islam?

Manajemen Risiko Perspektif Islam

Tujuan yang hendak dicapai dengan manajemen risiko adalah untuk menghindari perusahaan dari kegagalan, mengurangi pengeluaran, menaikkan keuntungan, menekan biaya produksi, dan sebagainya.

Bagaimana Manajemen Risiko Perspektif Islam ?

Manajemen Risiko Perspektif Islam


Tujuan yang hendak dicapai dengan manajemen risiko adalah untuk menghindari perusahaan dari kegagalan, mengurangi pengeluaran, menaikkan keuntungan, menekan biaya produksi, dan sebagainya.

Dalam perspektif Islam, manajemen risiko merupakan usaha untuk menjaga amanah Allah akan harta kekayaan demi untuk kemaslahatan manusia. Berbagai sumber ayat al-Qur’an telah memberikan kepada manusia akan pentingnya pengelolaan risiko ini. Keberhasilan manusia dalam mengelola risiko, bisa mendatangkan maslahat yang lebih baik. Dengan timbulnya kemaslahatan ini maka bisa dimaknai sebagai keberhasilan manusia dalam menjaga amanah Allah.

Perspektif Islam dalam pengelolaan risiko dapat dikaji dari kisah Nabi Yusuf dalam mentakwilkan mimpi sang raja pada masa itu. Kisah mimpi sang raja termaktub dalam al-Qur’an Surat Yusuf ayat 43 yang artinya sebagai berikut:

“Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemukgemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.” Hai orangorang yang terkemuka: “Terangkanlah kepadaku tentang ta’bir mimpiku itu jika kamu dapat mena’birkan mimpi.”

Sedangkan kisah Nabi Yusuf mentakwilkan mimpi sang raja dijelaskan dalam al-Qur’an Surat Yusuf ayat 46-47 yang artinya sebagai berikut:

“(setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf Dia berseru): “Yusuf, Hai orang yang Amat dipercaya, Terangkanlah kepada Kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.” Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.”

Dalam tafsir al-Mis}bah, M. Quraish Shihab menafsirkan bahwa Nabi Yusuf memahami tujuh ekor sapi sebagai tujuh tahun masa pertanian. Boleh jadi karena sapi digunakan membajak, kegemukan sapi adalah lambang kesuburan, sedang sapi kurus adalah masa sulit dibidang pertanian, yakni masa paceklik. Bulir-bulir gandum lambang pangan yang tersedia. Setiap bulir sama dengan setahun. Demikian juga sebaliknya.

Dari kisah tersebut, bisa dikatakan bahwa pada tujuh tahun kedua akan timbul kekeringan yang dahsyat. Ini merupakan suatu risiko yang menimpa negeri Yusuf tersebut. Namun dengan adanya mimpi sang raja yang kemudian ditakwilkan oleh Yusuf, maka kemudian Yusuf telah melakukan pengukuran dan pengendalian atas risiko yang akan terjadi pada tujuh tahun kedua tersebut. Hal ini dilakukan Yusuf dengan cara menyarankan kepada rakyat seluruh negeri untuk menyimpan sebagian hasil panennya pada panenan tujuh tahun pertama demi menghadapi paceklik pada tujuh tahun berikutnya. Dengan demikian maka terhindarlah bahaya kelaparan yang mengancam negeri Yusuf tersebut. Sungguh suatu pengelolaan risiko yang sempurna. Proses manajemen risiko diterapkan Yusuf melalui tahapan pemahaman risiko, evaluasi dan pengukuran, dan pengelolaan risiko.

Secara filosofi, demi melihat kisah Yusuf atas negerinya itu maka sejatinya manusia itu akan selalu menginginkan suatu kepastian, bukan suatu kemungkinan. Manusia akan selalu menginginkan kestabilan, bukan fluktuatif. Dan hanya ada satu dzat yang maha pasti dan maha stabil, yaitu Allah SWT. Ketika manusia berusaha untuk memperoleh kepastian sejatinya dia sedang menuju Allah SWT. Ketika manusia berusaha untuk menjaga kestabilan, sesungguhnya dia sedang menuju Allah SWT. Hanya Allah SWT yang stabil, tetap, abadi dan pasti, mutlak. Oleh karena itu, ketika manusia berusaha memenuhi segala hal dalam manajemen risiko, mengatur semua hal yang terkait dengan risiko, sejatinya manusia itu sedang memenuhi panggilan Allah SWT.

Dengan demikian, jelaslah Islam memberi isyarat untuk mengatur posisi risiko dengan sebaik-baiknya, sebagaimana Al-Qur’an mengajarkan kita untuk melakukan aktivitas dengan perhitungan yang sangat matang dalam menghadapi risiko.

Manajemen risiko adalah merupakan salah satu metode untuk mengelola risiko yang dihadapi dalam menjaga amanah dari stakeholder, dalam ranah keduniawian. Sementara dalam ranah spiritual, manajemen risiko bisa dimaknai sebagai menjaga amanah Tuhan yang dibebankan kepada manusia.
Semakin baik manajemen risiko, maka semakin amanahlah manusia di mata stakehorder dan di mata Tuhan.

Dalam perspektif Islam, manajemen risiko merupakan usaha untuk menjaga amanah Allah akan harta kekayaan demi untuk kemaslahatan manusia. Berbagai sumber ayat Qur’an telah memberikan kepada manusia akan pentingnya pengelolaan risiko ini.

Keberhasilan manusia dalam mengelola risiko, bisa mendatangkan maslahat yang lebih baik. Dengan timbulnya kemaslahatan ini maka bisa dimaknai sebagai keberhasilan manusia dalam menjaga amanah Allah. Tulisan ini mencoba untuk membahas berbagai hal mengenai manajemen risiko dan kemudian mencoba mengungkapkan pandangan Islam dan fondasi dari manajemen risiko dalam perspektif Islam.