Bagaimana Latar Belakang Hubungan China – Amerika Serikat?

Latar Belakang Hubungan China – Amerika Serikat

Hubungan bilateral antara RRT dan Amerika Serikat merupakan salah satu “drama” terbesar dalam arena Internasional. Hubungan antara kedua negara tersebut dinilai memiliki pasang surut.
Bagaimana Latar Belakang Hubungan China – Amerika Serikat?

Hubungan bilateral antara RRT dan Amerika Serikat merupakan salah satu “drama” terbesar dalam arena Internasional. Hubungan antara kedua negara tersebut dinilai memiliki pasang surut. Pasang surut tersebut, terjadi karena adanya sikap pesimistis antara kedua belah pihak. Sikap pesimistis ini muncul dari adanya pemikiran bahwa kebijakan yang dirancang oleh salah satu pihak dapat merugikan pihak yang lainnya.

Amerika Serikat maupun RRT merupakan negara yang besar dengan potensi kekuatan nasional yang terhitung luar biasa. Dari segi ekonomi, kedua negara merupakan negara yang memimpin perekonomian saat ini. Dari segi militer, alutista kedua negara merupakan salah satu yang terbaik didunia. Dari segi budaya, budaya yang dimiliki kedua pihak telah memiliki pengaruh yang besar.

Tetapi, dengan status yang dimiliki kedua negara tersebut, hubungan mereka cenderung bersifat kompetisi dibanding kerjasama. Hal ini dilandasi pemikiran kedua negara untuk saling menjatuhkan dan melebihi negara lainnya melaui berbagai sektor. Layaknya manusia, dalam hubungan kedua negara ini timbul rasa cemburu jika negara lain telah unggul disalah satu sektor. Hubungan kedua negara dipercaya tidak dilatarbelakangi oleh kesamaan budaya melainkan niat kedua negara untuk membangun hubungan diplomatik dan kesamaan kepentingan yang ingin dicapai kedua negara tersebut. Jika kita menelisik lebih kepada kebudayaan yang dimiliki kedua negara, Amerika Serikat dan RRT memiliki perbedaan historis dan kebudayaan yang besar.

Dari segi kebudayaan, Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki populasi terbesar di dunia. Dikatakan sebagai negara yang cukup menerima paham multikultur tersebut, karena budaya – budaya yang ada di Amerika saat ini cukup banyak dipengaruhi oleh imigran – imgran yang masuk kedalamnya.

Tetapi, meskipun budaya Amerika cukup dipengaruhi oleh imigran tersebut. Dalam masyarakat Amerika, terdapat nilai yang dinamakan “ American Way ”. Dalam buku yang berjudul American Way: A Guide for foreigner in the United States yang dikarang oleh Gary Althen menyebutkan bahwa perilaku masyarakat Amerika Serikat sangat dipengaruhi oleh nilai dan budaya individualisme, kebebasan, kompetisi, kesetaraan, dan hal yang berbau privasi.

Jika kita membandingkan dengan nilai – nilai dan budaya yang dipegang oleh masyarakat RRT yang banyak dipengaruhi oleh konfusius, cukup berbeda. Masyarakat RRT digambarkan lebih menjunjung tinggi kolektifitas, melakukan komunikasi yang menghargai sesama, lebih menjunjung hirarki, kuat dengan nilai kekeluargaan dan harga diri yang tinggi.

Perbedaan ini juga tampak pada perilaku sosial masyarakat dimana menurut buku berjudul An Introduction to Confucianism yang dikarang oleh Xinzhong Yao, menggambarkan masyarakat RRT yang taat pada hirarki dimana yang tua harus menghormati yang muda, perilaku suami kepada istrinya dan kedudukan laki – laki diatas perempuan. Sedangkan, bagi Amerika Serikat yang menjunjung tinggi kebebasan, masyarakatnya hidup dengan hak dan kebebasan yang mereka yakini dan paham tradisionalistik yang mengedepankan laki – laki diatas perempuan cukup tidak relevan di masyarakat Amerika Serikat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya gerakan feminism dan LGBT di Amerika Serikat.

Salah satu ilmuwan dan professor sejarah di University of California Irvine, Jefrey Wasserstrom menjelaskan bahwa perbedaan kebudayaan RRT dan Amerika Serikat sangatlah besar. Menurut pendapatnya kebudayaan di Amerika Serikat lebih mengarah kepada aspek – aspek kebudayaan popular yaitu film, musik, makanan dan elemen kebudayaan lainnya. Sedangkan dalam sisi RRT, kebudayaan erat dengan hal – hal yang berbau tradisionalistik.

Perbedaan kebudayaan yang dimiliki kedua negara, tentunya tidak menghalangi kedua negara untuk melakukan hubungan bilateral. Hal ini pastinya didorong oleh kesadaran kedua negara untuk bekerja sama dan mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya imigran di Amerika Serikat utamanya yang berasal dari RRT sejak 1840an pastinya juga menciptakan kedekatan tertentu diantara kedua negara tersebut. Multikultur dan keberagaman yang telah terbangun di masyarakat Amerika Serikat juga mendorong kedekatan tersebut.

Hubungan kedua negara ini bukanlah merupakan hubungan atau isu yang baru. Jean – Marc F. Blanchard melihat bahwa hubungan kedua neara ini telah lama terjadi sejak 1940an meskipun saat itu hubungan RRT dan Amerika serikat condong kearah hubungan yang konfliktual karena banyaknya tindakan koersif yang dilakukan kedua negara saat itu.

Hubungan kedua negara tersebut dianggap bermula ketika menyerahnya Jepang pada tahun 1945. Dalam kejadian tersebut, Amerika menduduki berbagai pelabuhan RRT dan mendanai serta membantu sejumlah pasukan Guomindang (GMD) untuk menduduki RRT daratan saat perang saudara di RRT terjadi. Dukungan dari Amerika Serikat ke pasukan GMD tersebut dilatarbelakangi oleh buruknya hubungan pemerintah Amerika Serikat dan RRT saat perang saudara terjadi.

Hubungan tersebut berlanjut dengan status yang kurang baik hingga 1950 ketika RRT dan Rusia melakukan kerjasama yang dinamakan Sino – Soviet Treaty of Friendship yang bertujuan untuk membuat aliansi dan kerjasama antar kedua negara. Perang Korea yang terjadi antara tahun 1950 – 1953 dan menghasilkan banyaknya korban memperburuk keadaan tersebut dan membuat hubungan antara RRT dan Pyongyang serta Moskow semakin dekat dan hubungan dengan Amerika Serikat semakin jauh.

Setelah rusaknya hubungan antara RRT dan Amerika Serikat, Taiwan kemudian mengambil peran ketiga sebagai aliansi Amerika Serikat saat itu untuk melawan RRT. Mutual Defense Treaty yang merupakan kerjasama pertahanan antara Taiwan dan Amerika Serikat pada tahun 1945 menjadi bukti nyata kuatnya dukungan Amerika Serikat terhadap Taiwan. Hubungan yang terjalin antara Taiwan dan Amerika Serikat dipercaya dilatarbelakangi adanya kesamaan tujuan yaitu menguasai RRT daratan dan juga dilaratbelakangi oleh kesamaan ideology yang dianutnya.

Pertengkaran yang terjadi antara RRT dan Amerika Serikat terus berlanjut hingga 1960an. Dimana selama masa tersebut kedua negara saling melakukan aksi dan reaksi terhadap tindakan yang kedua negara lakukan. Dari sudut pandang Amerika Serikat, Amerika selalu memberikan dukungannya terhadap gerakan separatis yang ada di RRT dan Sekitarnya layaknya Tibet, Amerika juga menolak RRT dalam keanggotaan Dewan Keamanan PBB, membantu beberapa negara Asia Tenggara terhindar dari paham Komunisme dan menolak segala bentuk pertukaran kebudayaan dan kunjungan pariwisata yang berasal dari RRT menuju Amerika Serikat. Dalam sudut pandang RRT, RRT menanggapi tindakan tersebut dengan juga memberikan dukungan kepada negara – negara berkembang untuk melawan kolonialisme Amerika dan membangun hubungan erat dengan negara – negara yang memiliki paham yang sama yaitu Uni Soviet dan beberapa negara berkembang lainnya utamanya negara dunia ketiga.58

Meskipun banyaknya konflik yang terjadi antara RRT dan Amerika pada masa tersebut, Amerika tetap memiliki dorongan untuk menjaga hubungan baik dengan RRT. Hal ini didukung dengan runtuhnya koalisi RRT – Uni Soviet yang membuat hubungan RRT dan Amerika Serikat mengalami kemajuan. Situasi mendorong kedua negara untuk kembali membuka kerja sama dalam bidang kebudayaan dan menghadapi ancaman yang dapat timbul dari Uni Soviet.

Dalam sejarah hubungan bilateral Amerika Serikat dan RRT, momentum paling bersejarah yaitu kunjungan yang dilakukan oleh Presiden Richard Nixon pada tahun 1972. Kunjungan tersebut disambut baik oleh Pemerintah RRT saat itu, Mao Zedong di Beijing. Dalam kunjungannya Nixon berpendapat “ we can find common ground, despite our differences, to build a world structure in which both can be safe to develop in our own ways on our own roads. ” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa meskipun budaya yang dimiliki kedua negara sangatlah berbeda, mereka berkomitmen untuk mencari titik temu yang dapat mempererat hubungan kedua negara.

Kunjungan tersebut tidak hanya memberikan “udara segar” kepada hubungan bilateral kedua negara, juga memberikan harapan bahwa kedua negara dapat menjadi mitra dalam membangun dan mencapai kepentingan masing – masing negara. Dalam pertemuan tersebut, salah satu bukti terjalinnya hubungan bilateral yang baik antara RRT dan Amerika Serikat, ialah Shanghai Communque yang dirumuskan pada tahun 1972.

Dalam Communique tersebut, menjelaskan bahwa Taiwan merupakan bagian dari RRT dan akan dilakukan penurunan pasukan yang berjaga di Taiwan. Perjanjian tersebut juga membuka kesempatan kepada kedua negara untuk saling meningkatkan kerjasama dalam bidang keamanan, perdagangan, ilmu pengetahuan, teknologi dan olah raga. Hal yang menarik dalam kaitannya dengan olah raga ialah dikarenakan pada tahun tersebut, RRT juga dikena l dengan “ Ping – pong Diplomacy ”nya yang menarik perhatian warga Amerika saat itu.

Dalam beberapa tahun berikutnya, Presiden Jimmy Carter secara resmi mengumumkan bahwa RRT dan Amerika Serikat telah menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1979. Hubungan diplomatik tersebut kemudian dibentuk dalam suatu perjanjian bernaman “ Normalization Communique ”. Dalam perjanjian tersebut Taiwan kembali dianggap merupakan bagian dari RRT dan mengakui Partai Komunis Cina sebagai pemerintah resmi di RRT. Tetapi hal yang bebeda ialah, Amerika Serikat memperjelas hubungan bilateralnya dengan Taiwan. Dalam kaitannya dengan Taiwan, Amerika Serikat memutuskan bahwa mereka tetap akan melakukan hubungnan bilateral dengan Taiwan meskipun dengan frekuensi yang lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya.

Di tahun yang sama, Presiden Carter menganggap RRT sebagai negara yang paling baik. Pernyataan tersebut disebabkan karena adanya kesamaan diantara kedua negara tersebut. Kesamaan yang mereka milik meliputi kepentingan keamanan dan militer, pertukaran pelajar dan kerjasama teknologi dan ekonomi.

Dalam perkembangannya, hubungan RRT dan Amerika kembali menunjukkan penurunan. Penurunan ini disebabkan ketika Presiden Ronald Reagan menunjukkan dukungannya terhadap Taiwan berupa penjualan senjata dan terdapat perubahan kebijakan yang dilakukan oleh Reagan terkait isu Uni Soviet dan Perilaku ekonomi kedua negara pada tahun 1980. Penurunan kualitas hubungan bilateral kedua negara kemudian diselesaikan melalui perjanjian bernama Arms Sale Communque pada tahun 1982.66 Pada perjanjian tersebut, Amerika Serikat menyepakati untuk menurunkan kegiatan penjualan senjatanya ke Taiwan.

Perubahan terbesar dalam hubungan bilateral kedua negara terjadi ketika meletusnya Pembantaian Tiananmen pada tahun 1989 yang kemudian membuat Pemerintah Amerika menimbang hubungan mereka. Kejadian tersebut membuat pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan beberapa sanksi kepada RRT. Hubungan mereka semakin melonggar ketika runtuhnya Uni Soviet yang menjadi salah satu landasan hubungan bilateral antara RRT dan Amerika Serikat. Meskipun demikian RRT berusaha untuk memperbaiki hubungan tersebut dengan melakukan reformasi di dalam negerinya dan membantu Amerika Serikat dalam beberapa misi Dewan Keamanan PBB.

Menghadapi isu tersebut, Presiden RRT, Jiang Zemin melakukan kunjungannya ke Amerika Serikat pada tahun 1997 yang kemudian mencairkan ketegangan diatara kedua negara tersebut. Pada pertemuan yang diadakan di tahun yang sama, RRT berjanji akan menghentikan kerjasama nuklirnya dengan Iran. Menanggapi hal tersebut, Amerika juga akan membuka kerjasamanya dengan RRT terkait teknologi dan nuklir.

Langkah historis juga kemudian dilakukan oleh Presiden Clinton pada tahun 1998. Pada tahun tersebut, Clinton mengadakan kunjungan ke RRT dan membuat Clinton sebagai presiden Amerika Serikat pertama yang mengunjungi RRT pasca 1989. Pada kunjungannya, Clinton mengungkapkan keterbukaannya terhadap kerjasama yang ditawarkan oleh RRT. Kerjasama tersebut meliputikesepakatan terkait energy dan lingkungan, militer, budaya, pendidikan dan pertukaran manusia seperti pertukaran pelajar dan pariwisata. Kerjasama tersebut menunjukkan bahwa terdapat perubahan pendekatan yang dilakukan oleh Amerika dan RRT saat itu. Pendekatan yang dilakukan lebih kearah kapasitas Soft Diplomacy kedua negara. Pendekatan tersebut dilatar belakangi oleh munculnya kesadaran kedua negara terkait isu non – tradisional yang telah berkembang saat itu.

Pada awal abad ke- 21, pasang surut hubungan RRT – Amerika Serikat tidak dapat terhindarkan. Pemerintahan Presiden George W. Bush memberikan perspektif negative kepada hubungan bilateral kedua negara. Pesimisme yang muncul pada masa pemerintahan Bush, dilatarbelakangi kuatnya kerjasama Amerika Serikat dengan Jepang dan Taiwan serta adanya anggapan yang menggagap RRT sebagai ancaman dan pesaing Amerika di masa mendatang.

Hubungan kedua negara kembali diuji dengan munculnya berbagai konflik. Konflik tersebut muncul dari adanya ketidaksetujuan Amerika Serikat terhadap kebijakan One China Policy milik RRT pada tahun 2004 dan konflik ekonomi yang terjadi pada tahun 2005. Meskipun banyaknya tantangan yang dialami kedua negara dalam menjaga hubungan bilateralnya. Kedua negara tetap menjalankan usaha – usaha yang dianggap dapat menormalisasi hubungan kedua negara. Bentuk usaha tersebut diantaranya kerjasama RRT dan Amerika Serikat dalam melawan terorisme, proliferasi nuklir dan diadakannya Olimpiade Beijing pada tahun 2008.

Hubungan bilateral antara RRT dan Amerika Serikat memulai babak baru ketika Presiden Obama memimpin. Dalam kepemimpinannya, Obama melihat bahwa kepemimpinan Bush cukup memberikan dampak buruk kepada reputasi Amerika Serikat sehingga tugas pokok yang harus diemban oleh Obama ialah merevitalisasi hubungan tersebut. Meskipun menuai banyak perdebatan dan kontroversi utamanya dengan orang – orang yang pernah bekerja dibawah kepemimpinan Bush, Obama melakukan berbagai terobosan dengan membuka hubungan bilateral dengan beberapa negara Amerika Latin dan Asia.

Salah satu kebijakan Obama ialah “ return to Asia ”. Kebijakan tersebut dimaksudkan adanya perubahan arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat dari Eropa menuju Asia. Kebijakan ini kemudian disusul dengan kunjungan Obama ke RRT pada November 2009. Kunjungan tersebut memaknai bahwa Amerika menerima dengan baik kebangkitan RRT dan sebaliknya, RRT juga meyakinkan bahwa kebangkitannya akan berfokus pada pembangunan harmoni dan perdamaian dunia.

Dalam perkembangannya, RRT tampak melakukan tindakan yang dapat merusak hubungan kedua negara tersebut. Hal ini didukung dengan tindakan aggresif RRT dalam mengklaim Laut Cina Selatan (LCS) dan pulau – pulau di sekitarnya. Menurut New York Times, Obama melihat ketidakinginan RRT untuk mengemban tanggung jawab yang dimilikinya. Sehingga pada tahun 2010, Obama memperkuat hubungannya dengan negara – negara Asia lainnya. Hal ini dibuktikan pada tahun 2015 Amerika dan negara – negara Asia Pasifik lainnya membentuk Trans – Pasific Partnership (TPP) yang meliputi 12 Negara Pasifik tanpa melibatkan RRT.

Hal ini menggambarkan bahwa pada abad ke – 21 ini, hubungan kedua negara tampak mengalami tantangan. Meskipun demikian, kedua negara tetap memiliki komitmen untuk saling memperbaiki hubungannya dengan berbagai metode yang ada. Dalam mencapai hal tersebut meskipun kedua negara memiliki latar belakang yang berbeda, mereka harus menciptakan kesamaan pola pikir dan pemikiran bahwa mereka saling membutuhkan sehingga kerjasama bilateral kedua negara sangatlah penting.