Bagaimana kriteria metode pembelajaran yang baik?

model pembelajaan

Terdapat banyak sekali metode pembelajaan yang ada dalam teori belajar. Menurut kamu, kriteria atau karakteristik model pembelajaran seperti apa yang dapat dikatakan baik ?

Pada dasarnya metode pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang terintegrasi dan saling bekerjasama dengan komponen pembelajaran lainnya dalam kerangka mengefektifkan proses internalisasi pengetahuan dan skill tertentu kepada para anak didik.

Komponen yang tercakup dalam sistem pembelajaran saling terintegrasi tersebut berupa; objectives (tujuan-tujuan pembelajaran), people (pebelajar dan pembelajar), methods (metode pembelajaran), environment (lingkungan), media (media pembelajaran dan equipments (kelengkapan pembelajaran; bahan ajar, silabus, rencana pembelajaran, rubrik penilaian).

Oleh karena itu, metode pembelajaran merupakan salah satu komponen yang turut mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembelajaran.

Lalu bagaimana kriteria metode pembelajaran yang baik ?

Suatu metode pembelajaran dikatakan baik apabila metode tersebut dapat secara efektif membantu para pebelajar memahami atau menguasai materi pembelajaran atau kecakapan tertentu. Berikut beberapa kriteria metode pembelajaran yang baik.

1. Promote Learners’ Curiosity (Membangkitkan Rasa Ingin Tahu Para Pebelajar)

Perasaan ingin tahu pada hakikatnya merupakan sifat bawaan yang melekat dalam diri sesorang. Sadar atau tidak, pengetahuan bahkan juga kecakapan hidup seseorang diinisiasi dari rasa ingin mengetahui sesuatu hal tertentu. Perasaan inilah yang kemudian mendorong seseorang untuk menyelami suatu realitas atau fenomena tertentu dalam rangka memahami realitas atau fenomena dimaksud secara komprehensif.

Suzan Engel dalam bukunya yang berjudul The Hungry Mind , mengungkapkan bahwa

“curiosity represents an urge to explain the unexpected, which leads to exploration and the acquisition of information, it’s easy to see that whatever the internal feeling of curiosity is, it makes us act in certain ways.

Dari pernyataan Suzan tersebut diketahui bahwa curiosity merupakan suatu dorongan untuk memperjelas hal yang tidak jelas yang menuntun pada upaya penyelidikan dan perolehan informasi tertentu. Singkatnya apapun rasa ingin tahu yang timbul, satu hal yang pasti adalah curiosity mendorong kita bertindak melakukan sesuatu. Suzan juga mengatakan bahwa

curiosity is a fragile seed - for some the seed bears fruit, and for others, it shrivels and dies all too soon .

Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa curiosity dipandang sebagai bibit yang mudah rusak; ada bibit-bibit yang dapat menghasilkan buah, ada pula yang mudah layu dan mati terlalu cepat.

Dengan dimilikinya perasaan ingin mengetahui sesuatu; seseorang didorong untuk mempelajari suatu realitas/fenomena tertentu dan kemudian mengkonstruksikan pengetahuan baru dalam kaitannya dengan realitas/fenomena yang dipelajari. Inilah potensi bawaan yang mestinya dapat dimaksimalkan oleh pembelajar untuk membantu para pebelajar memahami materi pembelajaran dan atau menguasai kecakapan tertentu.

Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk membangkitkan Learners’ Curiosity;

  • Delivering Meaningful Warm Up Questions (Mengajukan Pertanyaan Pengantar Yang Bermakna).

    Mengajukan pertanyaan pengantar bermakna merujuk pada upaya untuk mendorong para pebelajar untuk memulai membangun pengetahuan awal tentang topik pembelajaran yang hendak dibahas atau dipelajari bersama melalui proses pre-iedas sharing (sharing pendapat awal) oleh para pebelajar. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan haruslah diformulasikan sedemikian menantang agar para pebelajar tertarik untuk terlibat secara aktif dalam menanggapi pertanyaan yang diberikan.

  • Giving Programed Quiz (Memberikan Quiz Terprogram).

    Pemberian quiz yang terprogram dapat membangkitkan rasa ingin tahu para pebelajar. Quiz selain diyakini dapat membangkitkan rasa penasaran seseorang, quiz dapat pula menggiring dan melatih sesorang untuk berpikir dan memberikan respon terhadap suatu kondisi tertentu secara kritis. Pemberian quiz terprogram juga dapat melatih para pebelajar untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis mereka.

  • Providing Meaningful Curious Story (Menyediakan Ceritera Bermakna Yang Bertujuan Membangkitkan Rasa Ingin Tahu Pebelajar).

    Pada prinsipnya, jika penyajian ceritera bermakna dapat dilakukan secara ekspresif, hal ini sesungguhnya akan dapat membangkitkan rasa ingin tahu para pebelajar. Sebagai contoh; para peserta belajar pada level pendidikan dasar cenderung dapat dihipnotis oleh seorang pembelajar - pendongeng melalui ceritera yang disajikan oleh sang pembelajar dengan intonasi, cara dan atau gaya yang menarik. Pada level pendidikan yang lebih tinggi, ceritera bahkan juga dapat membagkitkan rasa ingin tahu para pebelajar jika rangkaian ceritera yang dibawakan dikonsepkan atau disusun secara menarik dan disajikan dengan cara dan gaya yang menarik pula. Konsep stand up comedy moderen merupakan contoh representatif yang menggambarkan betapa kuatnya sebuah ceritera jika dikonsepkan dan dibawakan dengan intonasi, cara dan atau gaya yang menarik.

  • Providing Meaningful Case Study (Menyediakan Studi Kasus Bermakna Bagi Para Pebelajar).

    Pemberian kesempatan kepada para pebelajar untuk melakukan studi kasus guna membedah dan mengkaji permasalahan tertentu, dapat pula meningkatkan rasa ingin tahu para pebelajar. Suatu studi kasus dapat menjadi sebuah proses pembelajaran yang menarik apabila permasalahan yang dikaji berkaitan langsung dengan konteks kehidupan nyata yang dialami oleh para pebelajar. Walau demikian, hal ini tidak berarti bahwa pokok-pokok kajian di luar dari realitas hidup pebelajar tidak dapat dijadikan bahan kajian.

    Topik kajian lain yang tidak berkaitan langsung dengan realitas pemasalahan hidup pebelajar pun dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran (studi kasus) yang menarik, asalkan pembelajar mampu memformulasikan petunjuk-petunjuk kerja yang mudah dipahami oleh para pebelajar.

Pada umumnya, dinamika pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah diawali dengan proses

  1. pengidetifikaian masalah melalui proses pengumpulan data awal,
  2. perumusan/konstruksi gagasan atau pernyataan permasalahan, dan
  3. pengembangan, penerapan dan evaluasi terhadap solusi yang dikembangkan.

Seringkali, studi kasus yang dilakukan di ruang belajar, hanya sebatas pada pengembangan solusi, oleh karena itu agar proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah menjadi lebih menarik maka pembelajar hendaknya memberikan kesempatan kepada para pebelajar untuk mengevaluasi kualitas solusi yang ditawarkan melalui sesi presentasi dan diskusi bersama.

2. Promote Learners’ Positive Optimism (Membangkitkan Optimisme Positive dalam Diri Para pebelajar)

Bob Muray dan Allicia Fortinberry dalam bukunya yang berjudul “Creating Optimism” mengemukakan bahwa “you can’t be happy or optimistic if you don’t feel good about yourself.” (anda tidak dapat merasa bahagia atau optimis, jika anda tidak merasa bahwa diri/hidup anda adalah sesuatu yang baik/bernilai) . Pernyataan tersebut berarti bahwa, optimisme hanya dapat terbentuk ketika seorang merasa bahwa hidupnya bernilai dan dihargai. Dalam kaitannya dengan penghargaan terhadap diri sendiri (self-esteem) , Bob Muray dan Allicia Fortinberry juga mengemukakan bahwa the real self-esteem comes from the support, praise, and encouragement you get from people around you. Penghargaan terhadap diri sendiri terbentuk ketika adanya pemberian dukungan atau dorongan dan pujian atau penghargaan dari orang lain.

Dengan kata lain, apapun pilihan metode pembelajaran yang digunakan oleh pembelajar dalam proses pembelajaran, metode tersebut haruslah dapat dikemas sedemikian rupa agar di dalamnya ada ruang bagi pemberian dukungan, pujian, dan penghargaan bagi para pebelajar. Berikut beberapa opsi yang dapat digunakan untuk menumbuhkan optimisme positif dalam diri para pebelajar.

  • Sharing Positive and Inspiring Experience (Berbagi Pengalaman Positif dan Inspiratif).

    Dalam kaitannya dengan sharing positive and inspiring experience pembelajar dituntut agar dapat memaknai setiap pengalaman hidupnya secara positif untuk disharingkan kepada para pebelajarnya. Tujuannya adalah agar para pebelajar dapat mengambil nilai-nilai positif yang terkandung dalam pengalaman sang pembelajar. Melalui cara ini, optimisme positif dalam diri para pebelajar diharapkan dapat dibentuk.

  • Providing Inspiring Story (Menghadirkan Cerita Inspiratif).

    Provinding inspiring story merujuk pada upaya pembelajar untuk menghadirkan kisah-kisah inspiratif dari tokoh-tokoh inspiratif yang mana kisah hidupnya dapat dijadikan sebagai sumber penyemangat bagi para pebelajar. Penerapan cara ini menghendaki pembelajar agar terus memperkaya dirinya dengan berbagai ceritra/kisah inspiratif dari berbagai sumber sehingga dapat dibagikan kepada para pebelajarnya.

  • Letting Them Know; They’re Born Jenius (Pastikan Pebelajar Mengetahui Bahwa Mereka Dilahirkan Jenius Adanya).

    Memastikan bahwa para pebelajar mengetahui dan meyakini bahwa mereka dilahirkan jenius adanya merupakan salah satu opsi untuk membangkitkan motivasi bahkan kepercayaan diri para pebelajar. Dalam kaitannya dengan hal ini, menurut Steven Ronald Ahlaro (2019:29), “penting bagi setiap orang untuk memiliki konsep berpikir dalam dirinya bahwa semua orang dilahirkan sebagai pribadi yang kaya akan kemampuan, talenta, bakat, atau apapun sebutan sejenisnya. Hanya dengan memiliki konsep berpikir demikian, kita memperoleh kekuatan, suntikan energi dan juga motivasi untuk berjuang. Dengan dimilikinya pemahaman yang benar tentang kemampuan diri sendiri, hal ini akan turut mempengaruhi kualitas optimisme pebelajar dalam belajar.

    Upaya untuk meyakinkan para pebelajar bahwa mereka memiliki potensi kecerdasan mengandaikan bahwa pembelajar memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang teori kecerdasan manusia. Artinya bahwa pembelajar wajib memiliki pengetahuan yang lengkap tentang sistem dan cara kerja otak manusia dan juga tentang fungsi sel-sel otak (neurologi) manusia. Pembelajar harus mampu menyodorkan fakta-fakta atau contoh konkrit yang dapat menyakinkan para pebelajar bahwa mereka memiliki potensi kecerdasan. Jika hal ini dapat dilakukan setiap pembelajar, maka dapat dipastikan bahwa optimisme positif dalam diri para pebelajar dapat dibentuk dengan mudah.

  • Strengthening Communication and Relationship (Eratkan Komunikasi dan Relasi Antar Pembelajar Dengan Pebelajar).

    Pembentukan optimisme positif dalam diri para pebelajar dapat pula dilakukan melalui proses penguatan hubungan komunikasi (strenghtening communication and relationship) antara pembelajar dengan pebelajar. Penguatan hubungan komunikasi antara pembelajar dengan para pebelajar pada dasarnya dapat memberikan dampak positif terhadap pembentukan optimisme positif dalam diri para pebelajar. Dengan terjalinnya relasi komunikasi yang intensif antara pembelajar dengan para pembelajar, pembelajar dimungkinkan untuk memberikan masukan atau pandangan konstruktif yang dapat memperkuat optimisme positif dalam diri para pebelajar untuk terus berjuang-memperjuangkan serta merealisasikan cita-citanya.

  • Celebrate Smallest Acheivements (Rayakan Setiap Capaian Kecil Pebelajar).

    Merayakan setiap keberhasilan kecil yang ditorehkan setiap pebelajar merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk membangkitkan optimisme positif para pebelajar. Inilah yang dimaksudkan oleh kaum behaviorist sebagai reward/stimulant. Pemberian penghargaan kepada setiap pebelajar atas setiap capaian terkecil yang berhasil dicapainya akan semakin membantu memperkuat optimisme positif dalam diri pebelajar.

  • Netralising Failures (Netralisir Kegagalan Pebelajar).

    Yang dimaksudkan dengan netralizing failures yakni menetralkan perasaan gagal dalam pikiran pebelajar yang ditimbulkan akibat tertundanya keberhasilan pebelajar. Upaya menetralisir perasan gagal dalam diri para pebelajar merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh guna memperkuat optimisme positif dalam diri para pebelajar. Prinsipnya bahwa, sekecil apapun kegagalan seorang pebelajar, pembelajar hendaknya sesegera mungkin menyodorkan bukti-bukti konkrit yang dapat meyakinkan pebelajar bahwa mereka memiliki potensi yang memungkinkan mereka meraih atau mencapai capaian-capaian yang lebih besar dalam hidupnya. Hal ini akan membantu menetralisir perasaan gagal yang terkonsepkan dalam diri para pebelajar dan akan semakin memperkuat optimisme positif dalam diri mereka untuk terus berjuang meraih mimpi-mimpi mereka.

  • Behaving As A Good Model (Jadilah Teladan Yang Baik).

    Pemberian keteladanan yang baik yang ditunjukkan oleh pembelajar sesungguhnya dapat pula membangkitkan optimisme positif dalam diri para pebelajar. Dengan memberikan keteladanan yang baik (behaving as a good model) bagi para pebelajar melalui tindakan dan tutur katanya, seorang pembelajar secara tidak langsung akan turut menciptakan perasaaan nyaman dalam diri para pebelajar. Perasaan nyaman tersebutlah yang pada akhirnya akan menghadirkan optimisme positif dalam diri para pebelajar dan mendorong mereka untuk mengerjakan hal-hal konstruktif demi masa depan mereka.

3. Promote Learners’ Creativity (Mendorong Perkembangan Kreativitas Para Pebelajar).

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mendorong perkembangan kreativitas para pebelajar antara lain :

  • Providing Various Activity Options (Menghadirkan Beragam Pilihan Aktivitas Pebelajaran).

    Menghadirkan beragam aktivitas pembelajaran serta mendorong para pebelajar untuk berpartisipasi secara aktif di dalamnya akan dapat meningkatkan kreativitas para pebelajar. Dengan menghadirkan aktivitas pembelajaran yang variatif, pembelajar memungkinkan para pebelajar untuk berpikir dan bertindak kreatif selama proses pembelajaran berlangsung.

    Sebagai contoh; seorang pembelajar tingkat sekolah dasar yang mengajarkan tentang “Mengenal Keluargaku” dapat memulai pembelajarannya dengan menyajikan suatu ceritera singkat tentang kehidupan keluarga kecil yang bahagia. Setelah menceriterakan tentang ceritera tersebut, para pebelajar dapat diminta untuk memberikan tangggapan tentang ceritera tersebut dengan menggunakan penjelasan sederhana sesuai dengan tingkat kemampuan/pemahaman mereka.

    Selanjutnya pembelajar dapat meminta para pebelajar untuk menceriterakan dan mendeskripsikan tentang anggota keluarga mereka terlebih khusus tentang suasana keharmonisan dalam keluarga mereka secara bergiliran. Setelah para pebelajar melaksankan tugasnya masing-masing, pembelajar dapat meminta para pebelajar untuk menggambar profil anggota keluarganya masing-masing dan mewarnai gambar tersebut sekreatif dan semenarik mungkin. Setelah mewarnai gambar yang telah dihasilkan, pembelajar dapat meminta para pebelajar untuk menempelkan sendiri hasil karanya pada papan kreatif pebelajar yang tersedia di dalam kelas. Sebagai kegiatan penutup, pembelajar dapat mengajak para pebelajar untuk menyanyikan lagu-lagu tertentu yang berkaitan dengan topik pembelajaran hari itu, misalnya Satu Satu Aku Sayang Ibu atau lagu-lagu lainnya yang dipandang memiliki keterkaitan dengan topik pembelajaran yang diajarkan. Guna menghadirkan aktivitas pembelajaran variatif di kelas, seorang pembelajar diharapkan dapat merencanakan proses pembelajaran yang hendak dilaksanakan keesokan harinya. Hal ini patut diperhatikan para pembelajar, sebab hanya dengan adanya perencanaan pembelajaran yang baik, suatu proses pembelajaran yang baik, menarik dan berkualitas dapat dihadirkan.

  • Let The Learners Create Solutions (Biarkan Pebelajar Menciptakan Solusi Sendiri).

    Belajar harus dilihat sebagai sebuah proses memformulasikan dan menguji sejauh mana suatu konstruksi solusi dapat diterima dalam tataran rasio. Dalam konteks pemikiran demikian belajar harus menjadi episentrum gagasan solutif dalam menjawab tanya yang harus dicarikan jawabannya. Hal ini berarti bahwa proses pembelajaran yang dilangsungkan harus memungkinkan para pebelajar untuk berpikir kritis, logis dan kreatif (komprehensif) dalam menyikapi situasi atau kondisi tertentu. Melalui proses pembelajaran yang dilaksanakan, para pebelajar hendaknya diberi ruang seluas-luasnya untuk mengamati dan menganalisis secara kritis situasi (persmasalahan-permasalahan) tertentu serta mengkonstruksikan atau memformulasikan rumusan solusi-solusi logis dan kreatif atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi.

  • Encourage The Learners To Construct Their Knowledge (Mendorong Pebelajar Untuk Mengkonstruksi Pengetahuannya Sendiri).

    Salah satu ciri metode pembelajaran yang baik adalah mampu mendorong pebelajar untuk menciptakan (create) atau membangun (construct) pengetahuannya sendiri. Artinya bahwa, sebuah metode pembelajaran yang baik harus dapat memberikan ruang seluas- luasnya bagi para peserta didik untuk menganalisis kondisi objek kajian tertentu dan mengkonstruksi suatu pengetahuan baru berdasarkan kajian dan analisis yang dilakukannya.

  • Respect and Celebrate Every Singgle Effort (Hargai dan Setiap Usaha Yang Dilakukan Pebelajar)

    Penerapan metode pembelajaran tertentu, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh mengedepankan pemberian “ ruang penghargaan” terhadap setiap usaha yang dilakukan seorang pebelajar. Metode pembelajaran yang diterapkan harus mampu menumbuhkan kesan dalam diri setiap pebelajar bahwa setiap usaha atau proses yang dilakukannya dalam rangka mengembangkan kompetensinya sungguh-sungguh dihargai. Penghargaan terhadap usaha yang telah dilakukan oleh masing-masing pebelajar dapat diwujudnyatakan dalam bentuk penegasan keberpihakan pembelajar terhadap setiap usaha dan gagasan yang ditunjukan oleh setiap pebelajar.

4. Effectively Applicable (Dapat Diterapkan Secara Efektif).

Metode pembelajaran merujuk pada serangkaian cara yang dipakai dalam rangka membantu mengembangkan kompetensi pebelajar secara efektif dan berhasil. Guna memastikan bahwa suatu metode pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan berhasil, maka metode pembelajaran yang digunakan hendaknya juga memenuhi kriteria sebagai berikut;

  • Suitabel With The Instructional Goal Charateristic (Cocok Dengan Karakteristik Tujuan Pembelajaran).

    Pemilihan metode pembelajaran yang baik, mutlak dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui proses pembelajaran yang dilaksanakan. Pemilihan metode pembelajaran yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek tujuan pembelajaran sangat mungkin akan menggiring pembelajar dan pebelajar menuju kegagalan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, jika pemilihan dan penerapan suatu metode pembelajaran dilakukan dengan mempertimbangkan aspek karakteristik tujuan pembelajaran terlebih dahulu, maka sangat mungkin tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dapat tercapai.

    Sebagai contoh; proses pembelajaran yang bertujuan memberikan pengetahuan dan atau pemahaman kepada para peserta belajar tentang cara mengolah nasi goreng yang enak dan sehat, maka metode pembelajaran yang digunakan hendaknya memungkinkan para pebelajar untuk berdiskusi (discuss) dan berbagi pengetahuan (share) tentang prosedur pembuatan nasi goreng yang enak dan sehat. Sebaliknya, jika suatu proses pembelajaran dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan keterampilan (skill) pebelajar dalam membuat nasi goreng yang enak dan sehat, maka metode pembelajaran yang diterapkan hendaknya memungkinkan para pebelajar untuk mempraktekan langsung (practice) cara membuat nasi goreng yang enak dan sehat. Singkatnya, metode pembelajaran digunakan harus disesuiakan dengan tujuan dari suatu proses pembelajaran.

  • Suitable With The Learners’ Characters (Cocok Dengan Karakter Pebelajar).

    Pemilihan metode pembelajaran yang dilakukan oleh pembelajar harus dilakukan dengan mengacu pada pertimbangan terkait kecockan atau kesesuaian metode pembelajaran dengan karakteristik pebelajar. Hal ini penting diperhatikan, sebab pemilihan metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan karakteristik pebelajar akan berdampak terhadap persentasi pencapaian tujuan pembelajaran. Jika metode pembelajaran yang dipilih tidak sesuai dengan karekteristik pebelajar, maka persentasi capaian tujuan pembelajaran pun akan rendah, sebaliknya jika metode pembelajaran yang digunakan sesuai dengan karakteristik pebelajar maka dapat dipastikan bahwa persentasi pencapaian tujuan pembelajaran akan semakin tinggi pula.

    Sebagai contoh; penerapan metode game atau role play pada tingkat pendidikan dasar (Sekolah Dasar) sangat mungkin akan lebih berhasil dibandingkan penerapan metode pembelajaran yang sama pada tingkat Perguran Tinggi. Demikian halnya penerapan metode diskusi sangat mungkin akan lebih berhasil baik jika diterapkan di tingkat Perguruan Tinggi dibandingkan diterapkan di tingkat Sekolah Dasar.

  • Suitable With The Teachers’ Characters (Cocok Dengan Karakter Pembelajar).

    Kesesuaian karakteristik pembelajar dengan metode pembelajaran yang hendak diaplikasikan juga menjadi penentu keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Sebaik-baiknya suatu metode pembelajaran, jika metode tersebut tidak sesuai dengan gaya dan karakteristik pembelajar maka dapat dipastikan bahwa metode yang hendak diterapkan tidak akan berhasil baik.

    Sebagai contoh, seorang pembelajar dengan gaya mengajar yang kaku dan seirus tentu tidak akan cocok menerapkan metode pembelajaran “ game ” yang lebih menuntut guru agar bersikap lebih rileks dalam menghadirkan pembelajaran yang fun melalui aktivitas game. Demikian halnya pembelajar yang tidak memiliki kemampuan dalam mengatur dan menghidupkan jalannya suatu proses diskusi, tidak akan cocok menerapkan metode diskusi. Pembelajar memiliki peran penting dan sangat menentukan seberapa baik dan efektif penerapan suatu metode pembelajaran.

    Bila dari sisi kompetensi, seorang pembelajar tidak memiliki kecakapan dalam mengaplikasikan metode pembelajaran tertentu maka kualitas proses dan hasil pembelajaran pun tidak akan mencapai titik maksimal.

  • Suitable With The Environment (Cocok Dengan Lingkungan Belajar).

    Kesesuaian metode pembelajaran dengan lingkungan pembelajaran juga menjadi aspek penentu keberhasilan suatu proses pembelajaran. Pemilihan dan penerapan metode pembelajaran tertentu harus dilakukan dengan juga mempertimbangkan konteks lingkungan di mana proses pembelajaran dilangsungkan. Bila hal ini diabaikan maka, konsekuensi logisnya adalah, target capaian belajar yang ingin dicapai tidak akan mungkin dicapai secara maksimal.

    Sebagai contoh; penerapan metode game atau role play pada kelas yang sempit namun diisi dengan jumlah siswa yang banyak, sangat mungkin tidak akan berlangsung efektif oleh karena terbatasnya ruang gerak bagi para pebelajar untuk bermain. Demikian halnya penerapan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang banyak dan saling behimpitan dapat dipastikan tidak akan berjalan efektif.


Sebagai kesimpulan, metode pembelajaran merupakan salah satu dari komponen sistem pembelajaran yang turut menentukan kualitas oputput pembelajaran. Meski bukan menjadi satu-satunya penentu keberhasilan pembelajaran, metode pembelajaran tidak dapat diabaikan oleh para pembelajar. Pengambilan keputusan dalam memilih metode pembelajaran yang tepat harus dilakukan dengan mengacu pada kriteria metode pembelajaran yang baik dan efektif.

Sumber : Steven Ronald Ahlaro, Kriteria Metode Pembelajaran Yang Baik Dan Efektif, Jurnal Jumpa Vol. VIII, No. 1, April 2020