Bagaimana Konsep tentang Diplomasi Kuliner?

Konsep tentang Diplomasi Kuliner

Diplomasi kuliner merupakan bentuk diplomasi yang melibatkan hubungan dua arah yang mencapai tujuannya dengan mempengaruhi hati dan pikiran masyarakat asing.

Bagaimana Konsep tentang Diplomasi Kuliner?

Konsep tentang Diplomasi Kuliner


Diplomasi kuliner merupakan bentuk diplomasi yang melibatkan hubungan dua arah yang mencapai tujuannya dengan mempengaruhi hati dan pikiran masyarakat asing. Diplomasi kuliner juga digunakan sebagai bentuk meningkatkan brand dari makanan-makanan khas yang ada setiap Negara. Dalam hal ini, kekuatan daya tarik dari makanan khas suatu Negara dapat menjadi point terpenting untuk menggembangkan soft power .

Diplomasi Kuliner dikategorikan sebagai soft diplomacy , yang dimana berbeda dengan diplomasi yang dilakukan dengan menggunakan suatu instrumen untuk dapat mencapai sebuah kerja sama nyata di atas sebuah kertas. Letak diplomasi ini adalah bagaimana cara agar dapat mengajak masyarakat asing untuk dapat tertarik mencicipi makanan suatu negara dan kemudian menikmati makanan tersebut sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari.

Thailand merupakan negara yang pertama kali menggembangkan diplomasi kuliner sebagai bagian dari diplomasi publik yang pertama kali dipraktekkan melalui program yang bernama "Program Global Thailand” yang dilaksanakan pada tahun 200219 yang kemudian di ikuti oleh Negara-negara lainnya seperti Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, Peru hingga saat ini Indonesia.

Terdapat banyak ahli yang mencoba untuk mendefinisikan kebijakan politik luar negeri dengan penekanan yang berbeda-beda. Dalam jurnal Cocina Peruana Para El Mundo : Gastrodiplomacy , The Culinary Nation Brand, and The Context of National Cuisine in Peru , oleh Rachel Wilson dipaparkan bahwa penggunaan makanan sebagai salah satu alat yang dapat digunakan pemerintah dalam memperluas diplomasi dengan negara lain. Dengan kata lain makanan khas suatu negara tidak hanya bisa di nikmati oleh masyarakatnya tetapi bisa menjadi kekuatan baru suatu Negara.

Kemudian pada Public Diplomacy Magazine di jelaskan bahwa konsep yang dijabarkan oleh Paul S Rockower dengan memahami bahwa praktek gastrodiplomasi digunakan untuk meningkatkan merek makanan suatu bangsa melalui diplomasi budaya yang menyoroti dan mempromosikan kesadaran dan pemahaman tentang budaya kuliner nasional secara meluas kepada publik asing .

Tidak hanya itu, Paul S Rockower juga menjelaskan bahwa dalam menggunakan diplomasi kuliner tidak harus bingung dengan penyelenggaraan kampanye internasional yang dilakukan untuk mempromosikan berbagai produk nasional makanan. Mempromosikan produk makanan asal luar negeri tidak berarti bahwa promosi tersebut merupakan diplomasi kuliner. Sebaliknya, diplomasi kuliner merupakan pendekatan yang lebih efektif untuk meningkatkan kesadaran internasional merek makanan bangsa sebuah negara melalui promosi warisan kuliner dan budaya .

Kemudian Wilson memberikan definisi klasik mengenai diplomasi kuliner yaitu :

Because we experience food through our senses (touch and sight, but especially taste and smell), it possesses certain visceral, intimate, and emotion qualities, and as a result we remember the food we eat and the sensations we felt while eating it. The senses create a strong link between place and memory, and food serves asthe material representation of the experience

Selanjutnya Juyan Zhang menjelaskan diplomasi kuliner ditandai dengan komunikasi yang menggabungkan pemasaran produk, periklanan, hubungan masyarakat dan urusan publik, penggunaan leader opinion serta membangun koalisi dengan negara lain juga strategi lainnya untuk mencari efek yang sinergis .

Lebih lanjut, Mary Jo A. Pham menuliskan dalam Journal of International Service (JIS), School of International Service Gastrodiplomacy menjabarkan bagaimana sebuah makanan mampu berkomunikasi sebagai identitas nasional suatu bangsa atau negara, memiliki peran bersejarah dalam kebijakan luar negeri, kemudian mendefinisikan diplomasi kuliner.

Pham juga menyimpulkan bahwa gastrodiplomasi, bisa menjadi praktek mengekspor warisan kuliner suatu Negara dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran nasional, mendorong investasi ekonomi melalui pariwisata dan perdagangan, dan terlibat dengan budaya yang ada secara pribadi sebagai alat komunikasi yang paling berpotensi menguntungkan bagi negara-negara yang sedang mencari dan kemudian membedakan aset budaya dan kuliner yang mereka miliki untuk meningkatkan masa depan ekspor, pariwisata, dan kesadaran brand nasional .

Dengan demikian dapat di katakan bahwa diplomasi kuliner berusaha untuk meningkatkan citra nasional dengan menggunakan makanan suatu negara sebagai alat untuk mengubah persepsi publik dan mempromosikan dirinya di panggung global. Meskipun ada banyak cara bagi suatu negara untuk menentukan dan memvisualisasikan identitasnya, makanan adalah salah satu instrumen yang sangat nyata dalam mempertegas identitas suatu negara. Pemerintah menggunakan makanan sebagai bagian dari strategi dari diplomasi budaya yang lebih luas. Strategi ini berusaha untuk mengekspor makanan khas yang ada ke dunia yang lebih luas dalam bentuk masakan nasional .

Dengan menggunakan sumber daya kuliner khas bangsa, dunia publik akan menemukan cita rasa istimewa yang berbeda. Diplomasi kuliner dapat digunakan oleh negara untuk menciptakan pengertian lintas budaya dengan harapan dapat meningkatkan interaksi dengan publik atau masyarakat yang menjadi targetnya. Hal ini karena makanan adalah bagian vital bagi kehidupan masyarakat dalam kaitannya sebagai kelompok manusia dan juga makanan dapat mewakili sebuah sejarah, tradisi, dan budaya dalam suatu masyarakat atau dalam suatu negara .

Peran makanan dalam dunia diplomasi juga diakui oleh beberapa para ahli gastronomi, salah satunya Mary Jo A Pham yang menyatakan:

Throughout history, food has played a poignant purpose in moulding a world, figure ancient trade routes and awarding mercantile and domestic energy to those who rubbed cardamom, sugar, and coffee. These pathways speedy discovery—weaving a informative fabric of contemporary societies, tempering large palates, and eventually origination proceed for a globalization of ambience and food culture

Pendapat Pham lainnya juga ada yang mendukung pernyataan Rockower, bahwa gastrodiplomasi adalah kendaraan yang sangat penting dan persuasif bagi negara dengan kekuatan menengah yang berusaha untuk membedakan diri dengan negara lain, dengan menetapkannya sebagai citra positif bagi konsumen kelas menengah. Tindakan ini melibatkan khalayak masyarakat yang lebih luas hingga ke luar negeri, sehingga gastrodiplomasi ini kini berada di bawah payung diplomasi publik.

Rockower mengkarakteristikkan praktek diplomasi kuliner sebagai berikut :

“Berdiplomasi publik yang mencoba berkomunikasi mengenai budaya kuliner dengan publik asing dengan cara yang lebih luas, dan memfokuskan diri pada publik yang lebih luas dari pada level elit saja. Praktek diplomasi kuliner ini berusaha untuk meningkatkan citra merek makanan bangsa melalui diplomasi budaya yang kemudin menyoroti dan mempromosikan kesadaran dan pemahaman budaya kuliner nasional kepada publik asing. Diplomasi kuliner berupa hubungan state to public relations ”.

Praktek diplomasi yang berupaya untuk meningkatkan kesadaran serta pemahaman nasional budaya kuliner dengan publik asing, dan melampaui ranah komunikasi state-to-public . Jadi, ketika makanan digunakan untuk memfasilitasi keterlibatan people-to-people untuk meningkatkan pemahaman budaya, ini dikategorikan sebagai bentuk dari praktek diplomasi kuliner .

Dengan demikian, pengertian dari diplomasi kuliner serta praktek dri diplomasi kuliner itu sendiri dijalankan berdasarkan aturan dari pemerintah suatu Negara. Indonesia memulai diplomasi kulinernya pada tahun 2010 hingga saat ini di Negara-negara besar. Lebih khususnya Indonesia memulai menjalankan diplomasi kulinernya di Amerika Serikat dengan berbagai cara. Indonesia menggunakan kuliner sebagai alat diplomasi dikarenakan Indonesia sudah memiliki bekal yang cukup besar yaitu rempah-rempah berlimpah sebagai bahan utama dalam pembuatan makanan khas Indonesia.