Bagaimana kita dapat yakin terhadap seorang ulama bahwa beliau adalah benar-benar seorang ulama ?

Bagaimana kita dapat yakin, seorang ulama yang memberi nasihat dan melakukan ceramah dalam pekerjaannya memiliki kelayakan sebagai seorang ulama ?

Nabi Saw bersabda:

“Barang siapa yang belajar kepada ahli nya dan mengamalkannya, maka dia adalah orang-orang yang selamat”.

Memang pertanyaan besarnya adalah, bagaimana kita bisa mengetahui bahwa seseorang itu benar-benar layak untuk dijadikan ulama kita ? Apalagi dengan perkembangan teknologi informasi seperti ini, banyak sekalimuncul ulama-ulama baru, yang sebelumnya tidak kita kenal sama sekali.

Nabi Saw telah menjelaskan untuk menentukan kriteria ulama yang kompeten. yaitu ; seorang ulama yang menjaga hawa nafsu dan pembela agama, menentang hawa nafsunya, menaati perintah Allah maka wajib bagi orang-orang awam untuk bertaqlid kepadanya.

Tidak banyak orang-orang yang mempunyai kriteria tersebut, jadi jika siapa saja dari ulama yang melakukan perbuatan jelek dan buruk, dan telah fasik, jangan menerima apa yang dikatakannya dan jangan menghormatinya.

Rasulullah Saw juga bersabda:

"Janganlah kamu bersama orang alim sembarangan, kecuali orang alim tersebut mengajak kamu dari 5 hal yang buruk menuju kepada 5 hal yang baik, yaitu : dari ragu menjadi yakin, dari takabbur kepada tawadhu, dari riya dan pamer kepada keikhlasan, dari bermusuhan dan dengki kepada kebaikan dan dari kecendrungan kepada dunia menjadi berpaling darinya.”

Di dalam al-Qur’an kata ulama disebutkan sebanyak dua kali:

Pertama, disebutkan dalam surat Fāthir ayat 28 dengan kata al-Ulamā, yang diawali alīf lām.

“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam- macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.

Kedua, disebutkan dalam surat asy-Syu’ara ayat 197 dengan kata Ulamā tanpa diawali dengan alīf lām tetapi disandarkan kepada Isrāīl.

“Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?”

Dari kedua ayat tersebut, yang paling sering digunakan untukmenjelaskan tentang ulama adalah ayat yang pertama.

Tafsir Surat Fāthir Ayat 28 menurut Ibn al-Katsīr

Yaitu sesungguhnya orang yang benar-benar takut kepada Allah adalah para ulama

Ulama disini adalah yang mengetahui tentang Allah, karena setiap kali mengetahui ilmu pengetahuan tentang Allah itu paripurna - yang Maha Agung, Kuasa dan Mengetahui yang memeiliki Nama dan Sifat yang agung lagi sempurna- maka rasa takut kepada-Nyapun lebih kuat dan sempurna.

Berkaitan dengan ayat ini Ibnu Abbas pernah berkata:

“Mereka adalah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan hakikat orang yang mengetahui Allah adalah siapa saja yang tidak menyekutukan Allah , menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram, menjaga pesan-pesan ketuhanan-Nya, dan dia yakin akan bertemu Allah dan semua amal perbuatannya akan dievaluasi”.

Imam Sa’ied bin Jubair pernah berkata berkaitan dengan ayat ini:

“Hakiat rasa takut kepada Allah adalah yang dapat menghalangi jiwamu untuk bermaksiat kepada-Nya”.

Sedangkan Imam Hasan al-Bashri pernah mengatakan:

Hakihat iman adalah siapa saja yang takut kepada Allah sedang Dia tidak kelihatan olehnya, dan mencintai apa yang Allah cintai, serta menjauhi apa yang Allah murkai” , kemudian dia membaca firman Allah berikut:

“Sesungguhnya hanyalah yang takut kepada Allah di antara para hamba-Nya adalah ulama.” (Q.S. Fathir [35] : 28)

Ciri-ciri ulama


Ciri-ciri utama seorang ulama adalah apabila seseorang tersebut mempunyai rasa takut kepada Allah swt.Semakin besar rasa takutnya kepada Allah swt, maka semakin baik kualitas ulama tersebut. Oleh karena itu, menurut pendapat saya, untuk melihat apakah ulama tersebut baik atau tidak, yang lebih utama adalah lihatlah perilakunya, bukan omongannya (ilmunya).

Selain ciri utama tersebut diatas, ciri lainnya dapat dilihat melalui sinonim kata ulama itu sendiri. Kata ulama memiliki sinonim tidak sedikit yang disebutkan dalam al-Qur’an. Berikut ini kata-kata yang memiliki makna yang sama dengan ulama dalam al-Quran:

al-’Alimun

Sebagaimana disebutkan dalam surat al-‘Ankabūt ayat: 43.

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu”.

Ulu al-Albab

Disebutkan di beberapa tempat dalam al-Qur’an, di antaranya adalah dalam surat Ali Imran ayat: 190.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal

Ulu al-Abshar

Disebutkan di beberapa tempat dalam al-Qur’an, di antaranya adalah dalam surat Ali Imran ayat: 13.

“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang Muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati”.

Ulu an-Nuha

Sebagaimana disebutkan dalam surat Thāha ayat: 54.

“Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal”.

Ulu al-’Ilm

Disebutkan dalam surat Ali Imran ayat: 18.

“Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Utu al-’ilm

Disebutkan di beberapa tempat dalam al-Qur’an, di antaranya adalah dalam surat ar-Rūm ayat: 56.

“Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): "Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakini(nya)”.

Semua sinonim kata ulama diatas memiliki inti subtansi yang sama dengan makna ulama itu sendiri, walaupun konteksnya berbeda-beda antara satu ayat dengan ayat yang lainnya.