Bagaimana Keterlibatan Perempuan dalam Politik?

image

Bagaimana Keterlibatan Perempuan dalam Politik?

Keterlibatan atau keterwakilan perempuan dalam kehidupan publik memang telah mengalami peningkatan namun partisipasi yang diharapkan seperti keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga pemerintahan tingkat lokal, maupun nasional masih terhitung rendah. Sebutlah tingkat kabupaten yang merupakan lapisan pemerintah paling dekat dengan masyarakat dan bertanggungjawab terhadap pembangunan di daerah serta pelayanan sosial bagi masyarakat. Terbatasnya keterwakilan perempuan di pemerintah kabupaten dapat berujung pada tidak terpenuhinya kebutuhan, tidak teratasinya kekhawatiran perempuan, dan prioritas-prioritas pembangunan dalam rencana pembangunan daerah dan mungkin akan mempertegas marjinalisasi terhadap perempuan dalam mendapatkan pelayanan sosial pada tingkatan lokal.34

Merupakan sebuah pemberian kesempatan dan kedudukan yang sama bagi wanita untuk melaksanakan peranannya dalam bidang eksekutif, yudikatif, legislatif, kepartaian, dan pemilihan umum menuju keadilan dan kesetaraan gender. Demikianlah yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor : 39 Tahun 1999 mengenai apa itu keterwakilan perempuan di dalam ruang lingkup politik. 35

Pada hakekatnya sesuai dengan penjelasan sebelumnya mengenai affirmative action , dimana perempuan mendapatkan kuota 30 persen dalam aktivitas politik, termasuk didalamnya pencalonan dari partai politik dalam mendapatkan kedudukan pada kursi di parlemen, akan tetapi pada kenyataannya keterwakilan perempuan dalam politik hanyalah sebagai pengisi dan pemenuhan syarat agar partai politik tidak di diskualifikasikan dari proses pemilihan umum saja. Padahal secara tidak langsung telah ditegaskan bahwasannya dengan pemberian kuota tersebut para laki-laki tidak dapat secara menyeluruh mendominasi komposisi kepengurusan atau dalam kedudukan di lembaga legislatif, yudikatif, maupun eksekutif.

Untuk menunjang keterwakilan perempuan dalam panggung politik tentunya banyak cara dan hambatan dalam penerapannya. Perempuan seharusnya mendapatkan pendidikan politik dari partai tempatnya bernaung dalam rangka meningkatkan kecerdasan hingga memajukan para perempuan agar mampu tampil seimbang dengan para elite politik dari kaum laki-laki yang sudah mendominasi Secara berkelanjutan. Sehingga para perempuan juga sadar akan hakekatnya dalam berpolitik adalah kemudian untuk menyalurkan aspirasi masyarakat melalui kewenangan yang dimilikinya.

Kuota 30 persen yang dimiliki oleh perempuan harus turut diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber saya manusianya hingga dapat bersaing dengan laki-laki. Jadi tidak ada gunanya jika kemampuan SDM dalam memahami politik rendah dengan adanya pemberian kuota tersebut. Disampaikan dalam Astrid Anugrah (2009) jangan karena telah ditentukannya sistem kuota perempuan lalu kaum perempuan telah merasa puas dengan kesempatan luas tersebut, sementara kualitas SDM yang melekat pada dirinya sendiri adalah rendah. Kaum perempuan hendaknya menyadari sistem kuota pada sejatinya adalah suatu media pencerdasan politik kaum perempuan. Sistem keterwakilan perempuan menjadi proses pembelajaran dalam kerangka partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi, mengerti hak dan kewajibannya sebagai warganegara suatu bangsa.36

Jika telah memutuskan untuk terjun dalam panggung politik, para perempuan harus menyadari bahwa keterwakilannya dalam aktivitas politik dengan tuntutan penyetaraan gender secara alamiah tidak bisa dituntut kembali. Seperti contohnya perempuan yang tidak dapat mewakili atasannya melakukan lobi politik di malam hari karena alasan berjenis kelamin perempuan yang dilarang pulang larut malam. Lantas untuk apa tuntutan penyetaraan gender jika hal demikian masih belum mampu diatasi dan berakhir pada perssembunyian dibalik isu gender. Jika hal tersebut masih terjadi, maka sudah sepatutnya mosi tidak percaya terhadap keterwakilan perempuan dalam panggung politik akan terus ada hingga kedepannya.

Kurangnya keterwakilan perempuan dalam politik tanah air, juga disebabkan turun-temurunnya budaya dan pola pikir patriarki yang mengatakan bawha politik adalah ranah dan ruang lingkupnya laki-laki, serta masih banyaknya perempuan yang kurang tertarik dalam bidang politik akibat doktrin bahwa politik itu kotor. Untuk memperbaiki keadaan dan paradigma tersebut sudah seharusnya kembali lagi kepada pendidikan politik yang lagi-lagi harus diberikan kepada para perempuan dengan penjelasan bahwa perempuan juga memiliki hak dan kewajiban dalam menyuarakan aspirasinya yang kemudian dapat membentuk kebijakan-kebijakan menguntungkan bagi para perempuan.

Keterwakilan Gender Dalam Aktivitas Politik Indonesia

Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki maupun perempuan, atas dasar prinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan keputusan. Platform Aksi Beijing dan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan ( Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women atau CEDAW) merekomendasikan agar semua pemerintah di dunia agar memberlakukan kuota sebagai langkah khusus yang bersifat sementara untuk meningkatkan jumlah perempuan di dalam jabatan-jabatan appointif (berdasarkan penunjukan/pengangkatan) maupun elektif (berdasarkan hasil pemilihan) pada tingkat pemerintahan lokal dan nasional. Pengkajian tentang negara-negara yang memiliki massa kritis kaum perempuan (30 persen) di parlemen, dewan-dewan legislatif dan birokrasi tingkat lokal, membuktikan adanya pemberlakuan sistem kuota itu, baik yang diterapkan secara sukarela oleh partai-partai politik maupun yang digariskan oleh undang-undang.

Beberapa waktu terakhir, isu kesetaraan gender telah menjadi hal menonjol dalam platform pembangunan, tidak saja di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional. Kita tentu memahami bahwa selama ini perempuan secara sosial terpinggirkan. Budaya partriarkis yang tidak ramah pada perempuan.46Ada konstruksi sosial yang menempatkan perempuan seolah-olah hanya boleh mengurus soal-soal domestik saja. Tak ada hak untuk merambah area yang lain.Kenyataan menunjukkan bahwa keyakinan itu masih tertanam kuat. Persoalan perwakilan perempuan menjadi penting manakala kita sadar bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita melihat perempuan tidak secara proporsional terlibat dalam pengambilan keputusan. Padahal jumlah perempuan di Indonesia menurut data statistik lebih banyak ketimbang laki-laki.

Upaya meningkatkan keterwakilan perempuan menjadi begitu penting dalam memberikan keadilan bagi perempuan atas hak politiknya, dengan cara menghasilkan kebijakan yang melindungi hak politik perempuan. Indikator yang ditetapkan Millenium Development Goals atau MDGs bagi kesetaraan gender adalah jumlah keterwakilan perempuan dalam parlemen.

Sejarah tentang representasi perempuan di parlemen Indonesia merupakan sebuah proses panjang, tentang perjuangan perempuan di wilayah publik. Kongres Wanita Indonesia pertama, pada tahun 1928, yang membangkitkan kesadaran dan meningkatkan rasa nasionalisme di kalangan perempuan merupakan tonggak sejarah, karena berperan dalam meningkatkan kesempatan bagi perempuan Indonesia untuk berpartisipasi dalam pembangunan, termasuk dalam politik. Dalam pemilihan umum pertama pada tahun 1955, 6,5 persen dari anggota parlemen adalah perempuan. Kemudian, representasi perempuan Indonesia di parlemen mengalami pasang surut, dan mencapai angka tertinggisebesar 13,0 persen pada tahun 1987. Saat ini, jumlah perempuan mencapai 8,8 persen dari seluruh anggota perwakilan terpilih.

Sejak perubahan UUD 1945 yang dilakukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mulai tahun 1999 hingga 2001 terjadi perubahan substantif pada institusi ketatanegaraan di Indonesia. Salah satunya diwujudkan dengan adopsi parlemen dua kamar (bikameral terbatas) yaitu DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Perubahan tersebut merupakan hasil tuntutan reformasi politik yang menghendaki adanya penguatan terhadap lembaga legislatif sebagai institusi strategis pengemban perwakilan rakyat.Perubahan signifikan terhadap peran dan kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif memiliki dua tujuan strategis. Yaitu untuk membangun mekanisme pengawasan dan keseimbangan (checks and balances) di antara lembaga tinggi negara, juga mendorong lahirnya produk lembaga legislatif (khususnya undang-undang dan anggaran) yang berpihak pada kepentingan rakyat secara umum.

Meskipun secara nasional, sejak pemilu tahun 1955, unsur perempuan selalu terwakili di DPR dan di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), persentase keterwakilan mereka menunjukkan perbedaan. Kongres Wanita Indonesia pertama pada tahun 1928 merupakan tonggak sejarah bagi wanita Indonesia dalam upaya memperluas peran publik mereka, khususnya dalam politik. Dalam forum ini organisasi-organisasi perempuan dari berbagai kelompok etnis, agama dan bahasa dipersatukan. Kemunculan dan perkembangan organisasi-organisasi ini memainkan peranan penting dalam meningkatkan kualitas diri perempuan, seperti meningkatkan kemampuan manajemen, memperluas wawasan, dan mengembangkan jaringan. Organisasi dan gerakan wanita ini meningkatkan posisi tawar perempuan, dalam pemerintah dan institusi lainnya.

1 Like

wah menarik sekali artikelnya kak!
setuju bgt mengenai perempuan harus mendapatkan pendidikan politik dari partai tempatnya bernaung agar meningkatkan kecerdasan dan dapat memajukan perempuan sehingga benar2 dpt berkontribusi dalam menyalurkan aspirasi masyarakat. cukup disayangkan apabila keterwakilan perempuan di dalam politik hanya sebagai pengisi dan pemenuhan syarat saja, representasi perempuan di dalam politik harus bisa menyuarakan persoalan diskriminasi dan kesetaraan terhadap perempuan.

Sebelumnya terimakasih untuk artikel yang menarik dan menambah wawasan ini kak!
Keterlibatan perempuan dalam politik memang sangat penting, terlebih untuk mewakili suara dan hak-hak perempuan serta isu-isu yang berkaitan dg perempuan itu sendiri.
Seperti yg pernah saya dapatkan di kelas penguatan kapasitas pemerintahan, beberapa faktor yang mempengaruhi kurangnya peran perempuan dalam pemerintahan adalah: 1. Pendidikan politik yg dilakukan oleh parpol tidak memilah antara caleg perempuan dan caleg laki-laki, padahal mungkin kebutuhan dan tantangan yg akan mereka hadapi berbeda. 2. Sikap anggota legislatif laki-laki yg kadang menganggap remeh anggota legislatif perempuan. 3. Kurangnya kualitas dan kemampuan dalam menyampaikan gagasan. 4. Kurangnya pemahaman mengenai isu perempuan, dan isu yg bisa ditangani oleh perempuan.

Artikel yang menarik. Keterwakilan perempuan di ranah politik dan pengambilan keputusan memang patut didorong. Hal ini karena selama ini produk kebijakan masih timpang gender, contohnya cuti kerja. Dulu sebelum ada cuti haid, perempuan tidak memiliki hak akan itu. Oleh karena itu perempuan perlu didorong untuk terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan dan produk kebijakan yang sarat akan kesetaraan gender. Pendidikan gender juga perlu didorong di institusi pendidikan mengingat hal ini guna memperbaiki kualitas SDM serta kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender.

Keterwakilan perempuan di lingkup legislatif, juga jangan sampai guna memenuhi syarat administratif. Perlunya menyiapkan perempuan yang tak hanya pelengkap namun juga memiliki SDM yang mumpuni guna mendapatkan kualitas produk kebijakan yang baik dan tepat sasaran.

Hidup perempuan!

Artikelnya menarik banget!.
Saya setuju dengan artikel kamu, perempuan memang sering sekali menjadi korban diskriminasi gender apalagi dalam bidang politik. Namun beruntungnya saat ini, seiring perkembangan zaman perempuan semakin diperlakukan adil dan bahkan sudah ada banyak tokoh perempuan yang menjadi pemimpin saat ini. Semoga kedepannya semakin banyak lagi pemimpin pemimpin perempuan agar dapat menyuarakan hak dan kepentingan perempuan juga.

Zaman sekarang ini perempuan sudah banyak yang terjun ke dunia politik, bahkan beberapa menduduki posisi paling berpengaruh seperti Gubernur dan Walikota, ini memberikan dampak positif tentunya terhadap kesetaraan perempuan dan dunia politik itu sendiri.