Bagaimana Keterlibatan NGO Dalam Diplomasi dan Resolusi Konflik Internasional?

diplomasi publik
Bagaimana Keterlibatan NGO Dalam Diplomasi dan Resolusi Konflik Internasional?

Keterlibatan NGO dalam Diplomasi dan Resolusi Konflik Internasional


Awalnya diplomasi didominasi oleh negara melalui kementerian luar negerinya menerapkan prakti diplomasi yang berkaitan degan masalah kenegaraan, seperti perjanjian internasional, konferensi internasional, dan kerjasama bilateral. Pada era globalisasi sekarang ini, globalisasi dan revolusi teknologi yang terjadi dewasa ini telah membawa konsekuensi langsung pada terbukanya akses informasi dengan mudah yang melewati batas-batas kenegaraan, dimana segala sesuatu yang terjadi dalam wilayah suatu negara bukan menjadi hal yang sulit untuk diketahui oleh masyarakat dunia lainnya. Bukan hanya masalah informasi saja yang mengalami perkembangan pesat di era yang global ini, dalam hal praktik diplomasi pun mengalami kemajuan yang serupa pula.

Revolusi teknologi yang menandai lahirnya abad ke 21 secara mendasar telah merubah tatanan dunia, dimana dalam bidang diplomasi, teknologi telah membuat peran diplomat menjadi kurang signifikan dibandingkan masa sebelumnya. Teknologi transportasi dan informasi menyebabkan waktu dan tempat kehilangan relevansinya sehingga diplomasi tradional sudah harus ditinggalkan. Sehingga akibat adanya itu, muncul aktor non negara yang terlibat dalam kegiatan diplomasi.

NGO ( Non Government Organization ) mengambil bagan penting dalam sistem internasional. Kegiatan diplomasi itu yang dikenal dengan diplomasi publik atau second track diplomacy, yaitu diplomasi yang dilaksanakan oleh aktor di luar negara. Perkembangannya diplomasi publik dipicu oleh kenyataan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam diplomasi jalur pertama (first track diplomacy) dianggap telah gagal mengatasi konflik antar negara. Harold Nicolson mengatakan:

“Perkembangan teknologi komunikasi menyebabkan peran dan fungsi seorang Duta Besar semakin berkurang dan diplomat-diplomat turun statusnya sebagai tenaga administrasi elite”.

Menurut Edmund Gullion, diplomasi publik adalah diplomasi yang dilancarkan tokoh atau kelompok masyarakat untuk memengaruhi opini publik dalam rangka menimbulkan kesadaran (awareness) atau membentuk citra positif tentang diri atau lembaga yang menaunginya dengan menggunakan cara-cara yang menyenangkan dan dapat diterima. Di kalangan para diplomat, diplomasi publik didefinisikan sebagai upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara dengan cara menyebarkan informasi untuk memengaruhi masyarakat di negara asing.

Perbedaan antara diplomasi tradisional dan diplomasi publik terletak pada komponen pelaku (komunikator) dan komponen tujuan (feedback) yang hendak dicapai. Ditinjau dari komponen komunikator, diplomasi tradisional dilakukan satu pemerintah negara terhadap pemerintah negara lain (government to govenment), sedangkan komunikator diplomasi publik adalah para aktor non negara yang terdiri dari kalangan bisnis, kalangan profesional, kaum akademisi (peneliti, pendidik), LSM atau organisasi non pemerintah (NGO), perusahaan multinasional (MNC), lembaga keagamaan, lembaga ekonomi dan keuangan, warga negara biasa, serta media massa.

Ada tiga tujuan utama diplomasi publik:

  • Untuk menghindarkan atau menyelesaikan konflik antara kelompok atau negara dengan cara mengembangkan komunikasi, saling pengertian, dan meningkatkan kualitas hubungan pribadi
  • Untuk mengurangi ketegangan, kemarahan, ketakutan, kesalahpahaman dengan cara memanusiakan “wajah musuh” dan memberikan individu pengalaman-pengalaman khusus ketika saling berinteraksi
  • Sebagai jembatan antara kegiatan diplomasi jalur pertama yang dilakukan oleh pemerintah dengan masyarakat

Jadi, diplomasi publik adalah diplomasi yang dilancarkan oleh tokoh atau kelompok masyarakat atau aktor non negara lainnya, dimana diplomasi yang dilakukan ini adalah untuk menghindarkan atau menyelesaikan konflik antara kelompok atau negara dengan cara mengembangkan komunikasi, saling pengertian, dan dengan menggunakan caracara yang menyenangkan dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Diplomasi yang dilakukan Muhammadiyah termasuk ke dalam diplomasi publik, karena Muhammadiyah adalah aktor di luar negara yang melakukan diplomasi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan Pemerintah Filipina.

Kepedulian terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) telah meningkatkan kepedulian memakai diplomasi untuk mempertahankan HAM. Kepedulian masyarakat internasional (termasuk NGO) ini disebabkan karena banyak negara terlibat dalam pelanggaran berat HAM ketika mempertahankan kekuasaan, menumpas pemberontakan, dan mengatasi perang saudara. Dalam kondisi seperti itu, masyarakat internasional yakin bahwa intervensi dibenarkan jika bertujuan menyelamatkan kemanusiaan dan membela HAM. Meskipun dalam beberapa hal intervensi internasional bertentangan dengan prinsip kedaulatan negara, tetapi masyarakat internasional sepakat bahwa yang menjadi hirauan utama adalah HAM dan kemanusiaan secara universal sehingga tidak dibatasi oleh garis batas formal suatu negara. Keterbukaan dan arus informasi bebas juga menyulitkan para diplomat untuk mengklaim masalah HAM di negaranya sebagai isu domestik.

Hadirnya NGO ditengah-tengah kekosongan negara dalam menyelasaikan konflik tersebut menyebabkan NGO memiliki peran yang sangat signifikan terhadap terjadinya resolusi konflik untuk menciptakan perdamaian yang telah lama dinantikan. Munculnya organisasi non negara dalam penyelesaian permasalahan konflik dan perdamaian belakangan ini merupakan bukti nyata bahwa negara tidak mampu dalam menyelesaikan permasalahan konflik yang dihadapi dinegaranya. Sehingga relevansi aktor non negara ini menjadi sangat signifikan dalam penyelesaian konflik internasional.

NGO dapat menjadi alternatif untuk mengisi kekosongan negara dalam mengatasi konflik serta bisa berfungsi untuk melayani warga masyarakat yang terkena dampak konflik. Bahkan, bisa menjadi alternatif solusi untuk mengatasi berbagai konflik itu. Lebih jauh lagi, NGO dalam hal ini bisa menjadi agen utama untuk memperkuat masyarakat sipil, mendorong tumbuhnya budaya sipil, perdamaian, keadilan, dan demokratisasi. Keterlibatan NGO dalam diplomasi untuk meresolusi konflik akan menjadi berhasil, apabila faktor penentu keberhasilan NGO dalam diplomasi untuk meresolusi konflik tercapai dengan baik. oleh sebab itu, NGO dalam keberhasilannya dalam mencapai diplomasi untuk resolusi konflik memiliki faktor-faktor penentu keberhasilan pencapaian tersebut.

Sumber:

http://digilib.unila.ac.id/3241/17/17.%20BAB%20II.pdf