Bagaimana keterdapatan aspal alam di Buton?

Aspal alam atau juga sering disebut sebagai bitumen alam, tergolong pada minyak mentah yang sangat kental dengan kekentalan lebih dari 10.000 cP (Meyer,dkk., 2007). Kedalam istilah bitumen ini juga termasuk batubara.

Cara terjadinya bitumen padat yang terdapat di Pulau Buton sampai sekarang belum terungkap dengan baik, umumnya masih bersifat hipotesis ataupun teori, dimana sumbernya adalah minyak- bumi mentah yang terperangkap jauh dibawah pemukaan tanah.

Sebagaimana halnya kondisi pembentukan minyak mentah (hidrokarbon) ada tiga hal utama yang berkaitan dengan materi tersebut , yaitu :

Batuan induk
Batuan induk (source rock) merupakan batuan sedimen yang mengandung cukup material organik untuk menghasilkan hidrokarbon melalui proses pemanasan. Hidrokarbon terdapat dalam bentuk cair, diantaranya berbentuk gas pada kondisi normal dan sebagai bentuk padatan.

Pada hidrokarbon ada dua unsur utama yaitu karbon © dan hidrogen (H), selebihnya berupa belerang (S), nitrogen (N), oksigen (O) dan dalam senyawa tertentu juga sedikit logam. Mengingat unsur karbon merupakan zat organik, maka pada hakekatnya diyakini bahwa minyak terbentuk sebagai asal organik, walaupun demikian ada pula yang meyakini bahwa minyak bumi terbentuk oleh material asal inorganik.

Perubahan pada semua material organik dari binatang maupun tumbuhan yang terkandung dalam lapisan sedimen menjadi minyak, gas maupun batubara terbentuk pada kondisi umum yang sama yaitu waktu, iklim dan tektonik. Perbedaan dalam menghasilkan pembentukkan minyak, gas dan batubara terjadi pada material dengan lingkungan berbeda (North, 1985).

Di Pulau Buton sulit sekali mencari jenis satuan Tersier sebagai batuan induk, karena hampir semuanya disusun oleh batugamping, batupasir, napal, maupun konglomerat yang tidak memungkinkan sebagai penghasil minyak. Kemungkinan batuan induk tersebut berasal dari batuan Pra-Tersier.

Batuan perangkap
Hidrokarbon terbentuk berupa cairan/larutan yang akan mengalir (migrasi) secara alamiah dan terperangkap pada suatu batuan reservoir. Batuan reservoir sangat tergantung pada sifat litologinya terutama kondisi teksturnya, dimana sangat dipengaruhi oleh sifat porositas dan permeabilitas dari batuan. Batuan reservoir yang cukup baik sebagai perangkap hidrokarbon adalah lapisan batupasir dan batugamping, dimana batupasir memiliki porositas (pori-pori) antar butir, sedangkan pada batugamping yang bertindak sebagai perangkap mengacu kepada porositas yang terbentuk oleh proses pelarutan. Selain kedua jenis batuan tersebut perangkap lainnya adalah rekahan-rekahan yang secara struktural terbentuk akibat ekstensi maupun kompresi. Porositas dan permeabilitas akibat rekahan lebih umum terdapat pada batuan-batuan yang telah mengalami deformasi.
Batuan Tersier yang tersingkap didaerah Buton sangat cocok untuk bertindak sebagai batuan reservoir, seperti batupasir dan batugamping yang tersebar luas. Hal ini terlihat juga dari keterdapatan aspal yang ditemukan hampir seluruhnya berkaitan dengan kedua satuan Formasi Sampolakosa dan Formasi Tondo.

Batuan penutup
Batuan penutup (cap rock) merupakan lapisan penutup yang tidak memungkinkan minyak dan gas bumi tertahan pada kedalaman tertentu tidak menguap ke permukaan. Batuan sebagai penahan ini bisa berupa batuan yang kedap seperti batuan klastika halus maupun lapisan-lapisan yang mempunyai permiabilitas sangat kecil. Yang termasuk kedalam jenis batuan ini diantaranya adalah lempung dan serpih

Mengacu pada sifat fisik aspal alam Siswosoebrotho dkk (2005) membedakan aspal danau (lake asphalt) dan aspal batu (rock asphalt). Aspal danau seperti yang ditemukan di Trinidad, sedangkan aspal yang ditemukan di daerah Buton diklasifikasikan sebagai aspal batu.

Aspal Buton terutama ditemukan di bagian selatan Pulau Buton pada suatu lokasi yang berkaitan dengan bentuk graben, yang memanjang berarah baratdaya – timurlaut, pada daerah yang dikenal dengan Graben Lawele. Selain itu juga pada beberapa daerah ditemukan resapan-resapan aspal, seperti didaerah Ereke , Buton utara dan Bubu di Buton Tengah.

Keterdapatan aspal di bagian selatan Pulau Buton ini mencakup :

  • Tersebar pada daerah yang mengalami perlipatan dan pensesaran kuat
  • Sebagai resapan dalam batugamping dan batupasir dari Formasi Sampolakosa
  • Sepanjang zona batas Formasi Tondo dan Formasi Sampolakosa
  • Aspal Buton terdapat mengisi antar butir, berbentuk lensa ataupun tersebar tidak teratur dalam lapisan batuan.

Aspal yang ditemukan di daerah Pulau Buton ini terutama berkaitan dengan satuan batuan berumur Tersier seperti Formasi Sampolakosa dan Formasi Tondo. Kedua satuan batuan tersebut terutama disusun oleh batupasir dan batugamping, dalam hal ini cocok sebagai perangkap dari minyak yang terbentuk, mengalir dan bermigrasi hingga mencapai batuan dari Formasi Tondo maupun Formasi Sampolakosa.

Aspal tersebut masuk kedalam pori-pori batupasir maupun rekahan yang terdapat dalam batugamping. Di daerah Kabungka, Buton, aspal masuk kedalam rekahan batugamping, seperti yang terungkap dari hasil analisa kimia, dimana kandungan CaC03 sangat tinggi sekitar 81.62 hingga 85 pada tabel berikut.

Pemanfaatan aspal alam di Indonesia masih digunakan sebagai bahan konstruksi pembuatan jalan, sebagai aditif, pengisi dan bahan lainnya. Evaluasi aspal alam yang berada di daerah Kabungka menunjukkan hasil yang cukup baik untuk pemakaian beton aspal. Aspal alam yang diperoleh dari daerah Lawele, tepi utara dari Graben Lawele, lebih baik dibandingkan dengan aspal alam di daerah Kabunka untuk penggunaan material konstruksi jalan.

Aspal yang ditemukan di daerah Lawele terungkap dalam lapisan batupasir dan lapisan batugamping. Lapisan batupasir yang mengandung aspal ini berbutir sangat kasar, berwarna hitam seperti yang terungkap di pinggir jalan desa Lagunturu. Lapisan batupasir ini berwarna hitam kecoklatan dengan bulir-bulir aspal hitam mengkilap. Diperkirakan lapisan batupasir beraspal di desa Lagunturu merupakan bagian atas dari Formasi Sampolakosa.

Pada lapisan batugamping kalkarenit yang kaya akan fosil globigerina (gambar di bawah), terlihat butiran aspal sebagian masuk dan menggantikan butiran fosil yang dicirikan dengan butiran aspal berwarna hitam mengkilat. Berdasarkan posisi di lapangan terlihat bahwa lapisan batupasir beraspal ini lebih muda dibandingkan lapisan batugamping dan merupakan bagian teratas`dari Formasi Sampolakosa. Kedua lapisan batupasir dan batugamping kalkarenit ini termasuk kedalam satuan batuan dari Formasi Sampolakosa.

Di daerah Lagunturu ini, satuan Formasi Sampolakosa ditutupi oleh lapisan batugamping terumbu tebal dan kaya akan ganggang dan koral yang diperkirakan merupakan bagian dari Formasi Wapulaka.

Keberadaan aspal alam di daerah Buton cukup menarik untuk diamati mengingat aspal alam ini hanya terdapat di pulau tersebut dan tidak terdapat di bagian lain dari wilayah Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kondisi jenis dan tipe batuan yang terendapkan di daerah tersebut. Tiadanya jenis batuan klastik halus di pulau Buton seperti lapisan batulempung sebagai lapisan penutup, mengakibatkan hilangnya ataupun terbuangnya larutan gas dan minyak bumi ke permukaan dan menyisakan larutan aspal berat yang terperangkap dalam batuan reservoir.