Bagaimana Kerjasama Perdagangan Indonesia –Thailand dalam CEPT-AFTA?

cept-afta
Agreement On The Common Effective Preferential Tariff Scheme For The ASEAN Free Trade Area yang (CEPT-AFTA) adalah kesepakatan yang dibuat oleh negara anggota ASEAN yang mengatur mengenai pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT). CEPT-AFTA digunakan untuk panduan dalam pegimplementasian kesepakatan pembentukan AFTA. Bagaimana Kerjasama Perdagangan Indonesia –Thailand dalam CEPT-AFTA?

Kerjasama Perdagangan Indonesia –Thailand dalam CEPT-AFTA

Agreement On The Common Effective Preferential Tariff Scheme For The ASEAN Free Trade Area yang (CEPT-AFTA) adalah kesepakatan yang dibuat oleh negara anggota ASEAN yang mengatur mengenai pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT). CEPT-AFTA digunakan untuk panduan dalam pegimplementasian kesepakatan pembentukan AFTA.

Skema CEPT-AFTA memiliki 4 ketentuan pokok sebagai inti dari pengimplementasian kesepakatan AFTA, yaitu :

  • Ketentuan tentang penggunaan skema CEPT sebagai mekanisme utama dalam upaya penurunan tarif terhadap barang-barang yang berasal dari sesama negara ASEAN.
  • Ketentuan tentang kewajiban untuk menghapuskan berbagai hambatan non-tarif dalam aktifitas perdagangan intra-ASEAN.
  • Ketentuan mengenai asal barang ( rules of origin ) yang berhak mendapat keistimewaan perlakuan seperti yang diatur dalam kesepakatan AFTA.
  • Ketentuan tentang safeguard policy , yaitu langkah-langkah darurat yang boleh diambil oleh suatu negara guna mengatasi kegawatan yang terjadi sebagai akibat dari pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) ini (Asykur, 2010:18-19).

Skema CEPT dalam AFTA memiliki tujuan untuk meningkatkan arus perdagangan dan investasi di wilayah ASEAN secara lebih cepat dan adil melalui pemberian preferensi tarif untuk produk orisinal (produk dengan kandungan lokal 40%) yang sama sehingga mempunya tarif efektif yang sama di pasar ASEAN. Negara yang tergabung di dalamnya akan memperoleh berbagai manfaat, khususnya manfaat dalam pertumbuhan ekonomi setiap negara. Pertumbuhan ekonomi negara tidak lepas dari adanya pertumbuhan ekonomi secara mikro yangmana ditandai dengan pertumbuhan industri di negara tersebut.

Agar dapat melakukan perdagangan internasional (yaitu kegiatan ekspor dan impor), pada dasarnya suatu negara haruslah memiliki beberapa faktor keunggulan komparatif ( comparative advantage ), sehingga dapat bersaing di pasar internasional. Selama perjalanan panjang ASEAN khususnya dalam bidang ekonomi, ASEAN telah melakukan banyak kesepakatan-kesepakatan ekonomi di antara negara-negara anggotanya. Khususnya untuk kerjasama Indonesia dengan Thailand sendiri kedua negara telah mengganti skema CEPT-AFTA dengan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA), karena ATIGA merupakan kodifikasi atas keseluruhan kesepakatan ASEAN dalam liberalisasi dan fasilitasi perdagangan barang. Oleh karenanya ATIGA merupakan pengganti CEPT Agreement serta penyempurnaan perjanjian ASEAN dalam perdagangan barang secara komprehensif dan integratif yang disesuaikan dengan kesepakatan ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint terkait dengan pergerakan arus barang (free flow of goods) sebagai salah satu elemen pembentuk pasar tunggal dan basis produksi regional. Di dalam ATIGA sendiri terdapat komitmen-komitmen yang sama seperti didalam skema CEPT-AFTA yaitu berupa penurunan dan penghapusan tarif sesuai dengan jadwal dan komitmen yang telah ditetapkan dalam persetujuan CEPT-AFTA. Selain itu adapun komitmen mengenai Rules of Origin (ROO), penghapusan NonTariff Barriers (NTBs) dan Trade Facilitation. Namun didalam komitmen ATIGA ada penambahan komitmen-komitmen lainnya yang menyempurnakan komitmen-komitmen di dalam CEPT-AFTA tersebut.

Dalam kerjasama tersebut Indonesia dan Thailand telah menerapkan aturanaturan dan komitmen-komitmen ATIGA yaitu penurunan dan penghapusan tarif berdasarkan jadwal penurunan tarif CEPT-AFTA khususnya dalam produkproduk karet, otomotif dan elektronik dimana pada tahun 2010 semua produk tersebut telah mencapai tarif impor 0% di kedua negara. Sehingga pada saat naskah perjanjian perdagangan dibuat, ketiga produk tersebut tarif bea masuknya telah di hapuskan.