Bagaimana Kerajaan Majapahit Pada Masa Kepemimpinan Hayam Wuruk?


Bagaimana kondisi kerajaan Majapahit di bawah kepemimpinan Raja Hayam Wuruk?

Raja Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja Majapahit ketika masih berusia 17 tahun. Tepatnya, Hayam Wuruk menjadi raja setelah Tribhuana Wijayatunggadewi turun tahta untuk kembali menjabat sebagai Bhre Kahuripan yang tergabung ke dalam Saptaprabhu pada tahun 1351 M. Pada tahun tersebut, Gayatri berpulang ke alam kelanggengan. Semasa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami puncak kejayaan berkat peran Patih Amangkubhumi Gajah Mada. Puncak kejayaan Majapahit yang ditandai dengan terwujudnya gagasan penyatuan wilayah-wilayah Nusantara. Suatu gagasan yang pernah direalisasikan oleh Kertanegara dan Tribhuwana Wijayatunggadewi (Achmad, Sri Wintala, 2016).

Zaman keemasan Majapahit melekat erat dengan masa pemerintahan Hayam Wuruk, raja keempat Majapahit. Bersama orang yang mengasuhnya sejak kecil, Gajah Mada, Hayam Wuruk membangun Majapahit ke puncak kejayaan berdasarkan falsafah kenegaraan Bhinneka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa. Hayam Wuruk lahir tahun 1334, beberapa bulan sebelum Gajah Mada dikukuhkan sebagai Mahapatih Amangkubumi. Pada saat Gajah Mada mengucapkan sumpah sakral Amukti Palapa bayi Hayam Wuruk baru saja menikmati udara Majapahit. Di tangannyalah kemudian seluruh perairan nusantara bersatu menentang penjajahan bangsa asing, terutama Tiongkok (Masmada, Renny, 2003).

Kebesaran Majapahit sebagai negara pemersatu bangsa, nusantara raya, dikenal hampir di seluruh mancanegara pada zamannya dari tahun 1293 sampai 1478. Kemajuan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik menarik perhatian beberapa negara sahabat, pada zamannya maupun abad-abad belakangan ini. Kebesaran Majapahit, berarti kebesaran Gajah Mada, Patih yang telah mengabdi kepada tiga pimpinan pemerintahan selama lebih dari tiga puluh tahun.

Pada tahun 1343, Majapahit menyerang Bali. Pasukan Majapahit dipimpin oleh bangsawan bernama Usana-Jawa, mengalahkan pasukan Dalem Bedahulu, Raja Pejeng. Usana- Jawa ditemani enam komandan, salah satunya Arya Damar. Majapahit menang, dan keluarga bangsawan Bali ditawan. Arya Damar disebut juga Adityawarman. Nama Adityawarman pertama kali disebut dalam patung yang berasal dari tahun 1343 terletak di Candi Jago, Jawa Timur, sebagai perwujudan Bodhisatwa Manjusri. Menurut Pararaton, Adityawarman adalah anak laki-laki dari seorang putri Melayu bernama Dara Jingga yang menikah dengan pangeran Jawa bernama Adwayarman.

Tentara inti Jawa dalam upaya menaklukan wilayah lain disesuaikan dengan medan yang dihadapi. Setiap pengiriman pasukan, baik dalam jumlah besar maupun jumlah kecil, selalu diperhitungkan dengan matang. Dalam banyak peperangan, tentara Jawa memperoleh kemenangan karena dibantu oleh negara lain. Ketika Majapahit mengalahkan Singapura, bantuan Radjuna Tapa begitu besar. Begitu pula ketika mengalahkan Negara Dipa, pangeran dan rakyat Negara Dipa memberikan bantuan kepada tentara Jawa. Karena itu, pengiriman pasukan tidak selalu dalam kekuatan maksimal. Dalam membantu menaklukan Negara Dipa, tentara Jawa yang dikirim tidak lebih dari 1.000 orang (Nugroho, Irawan Djoko, 2010).

Pelaksanaan politik luar negeri dalam rangka penyatuan Nusantara mencapai kemantapannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Daerah- daerah yang belum bernaung di bawah kekuasaan Majapahit berhasil disatukan. Pemberitaan Prapanca dalam kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa wilayah kekuasaan Majapahit sangat luas. Daerah tersebut meliputi hampir seluas wilayah Republik Indonesia sekarang, yakni Sumatera di bagian Barat, sampai Maluku dan Irian di bagian Timur. Hayam Wuruk sering melakukan perjalanan ke daerah- daerah dalam rangka konsilidasi. Wilayah yang luas, pembinaan perhadap setiap wilayah harus dilakukan agar tetap memiliki kesetiaan terhadap pemerintahan pusat di Majapahit. Adanya kunjungan tersebut, wilayah-wilayah di setiap daerah akan merasa diperhatikan oleh Raja Hayam Wuruk (Pinuluh, Esa Damar, 2010).

Berkat jasa Patih Gajah Mada, Raja Rajasanagara berhasil membawa Kerajaan
Majapahit ke puncak kebesarannya. Gagasan politik luar negeri mengenai perluasan cakrawala mandala, dilakukannya dengan baik. Gagasan penyatuan Nusantara oleh Gajah Mada satu demi satu ditundukkan. Dari pemberitaan Negarakretagama pupuh XIII – XV diketahui bahwa pengaruh kekuasaan Majapahit sangat luas. Daerah-daerah itu hampir seluas wilayah Indonesia sekarang (Suwardono, 2013).

Masyarakat Majapahit umumnya merupakan masyarakat yang majemuk. Wilayah Kerajaan Majapahit yang sangat luas, dengan segala karakteristik wilayahnya, menjadikan Majapahit memiliki keragaman yang ditentukan oleh banyak hal, wilayah di pedalaman yang bersendikan agraris, akan memiliki pola kebudayaan yang berbeda dengan daerah pantai yang bersendikan perdagangan. Masyarakat pedalaman lebih bersifat tertutup dengan kebudayaan siklus (berputar tetap). Sementara masyarakat pantai yang secara geografis sering berhubungan dengan bangsa asing, lebih bersifat terbuka terhadap hal-hal baru. Kehidupan keagamaan Majapahit menunjukkan pula hubungan dengan sendi-sendi toleransi yang kuat. Majapahit mengakui dan menghormati dua agama besar saat itu, yakni Hindu dan Buddha, dalam bentuk pengangkatan pejabat keagamaan dalam struktur pemerintahannya (Pinuluh, Esa Damar, 2010).

Semasa menjabat menjadi raja, Hayam Wuruk tidak hanya menerapkan kebijakan untuk meningkatkan bidang pertahanan dan keamanan di dalam negeri. Meningkatkan bidang pertahanan dan keamanan, Majapahit di masa pemerintahan Hayam Wuruk terbebas dari ancaman baik dalam maupun luar negeri. Tidak ada pemberontakan yang digenncarkan dari dalam negeri, maupun dari luar negeri Majapahit. Hubungan kerja sama di bidang ekonomi dengan negara-negara tetangga sangatlah penting bagi Majapahit. Hal ini karena Majapahit merupakan sumber barang dagangan yang sangat laku di pasaran. Barang dagangan seperti beras, lada, gading, timah, besi, intan, ikan, cengkih, pala, kapas, dan kayu cendana. Bidang perdagangan, Majapahit memiliki peranan ganda yang sangat penting, yakni sebagai produsen dan perantara (Achmad, Sri Wintala, 2016).

Rajapatni (Gayatri) wafat pada tahun 1350. Setelah ibundanya wafat, Ratu Tribuwanatunggadewi menyerahkan tahta Majapahit kepada putranya, Hayam Wuruk. Ketika naik tahta Hayam Wuruk baru berusia 16 tahun. Setelah naik tahta Hayam Wuruk bergelar Sri Rajasanegara.

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami zaman keemasan. Hayam Wuruk didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada. Hayam Wuruk menjadi raja Majapahit yang paling terkenal. Gajah Mada meneruskan cita-citanya. Satu persatu kerajaan di nusantara dapat ditaklukkan dibawah Majapahit. Wilayah kerajaannya meliputi hampir seluruh wilayah nusantara sekarang, ditambah Tumasik (Singapura) dan Semenanjung Melayu.

Kebesaran Majapahit mencapai puncaknya pada zaman pemerintahan Ratu Tribhuwanatunggadewi Jayawishnuwardhani (1328-1350 M). Dan mencapai zaman keemasan pada masa pemerintahan Prabhu Hayam Wuruk (1350-1389 M) dengan Mahapatih Gajah Mada-nya yang kesohor dipelosok Nusantara itu. Pada masa itu kemakmuran benar-benar dirasakan seluruh rakyat nusantara Hayam Wuruk Sri Rajasanegara sebagai raja Majapahit berlangsung sesudah mangkatnya Sri Rajapatni pada tahun saka 1272 (1350 M), hal ini juga dibuktikan dalam piagam Singasari yang menjelaskan bahwa dengan penobatan Hayam Wuruk sebagai raja Majapahit, Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani berhenti memagung tampuk pimpinan negara.

Hayam Wuruk dibantu dengan patihnya Yaitu Gadjah Mada yang dikenal dengan “Sumpa Palapa” dia bersumpah tidak akan merasakan palapa (menikmati istirahat) sebelum menyatukan Nusantara di bawah naungan Majapahit. Pada masa Hayam Wuruk seluruh wilayah nusantara dapat dipersatukan dengan Panjipanji kerajaan Majapahit. Pengaruh kekuasaan dan kerjasama Majapahit meluas sampai ke luar nusantara.

Pada era Hayam Wuruk agama Hindu menjadi agama para rakyat Majapahit secara keseluruhan, agama Hindu mempunyai dua sifat khusus pertama Adanya Trimurti sebagai kesatuan 3 dewa tertinggi yaitu Brahma adalah Dewa pencipta, Wisnu adalah Dewa pemelihara, dan Siwa adalah Dewa pembinasaan. Kedua Kitab suci Purana isinya berbagai macam cerita kuno yang dikumpulkan dari cerita-cerita yang hidup dikalangan rakyat mengenai kehidupan para dewa, tentang penciptaan dunia. Berbeda dengan Hayam Wuruk yang beragama Hindu agama mahapatih Gadjah Mada adalah Budha.

Seperti yang kita ketahui asal muasal agama Hindu dan Budha berasal dari India, India sendiri terletak di kawasan Benua Asia dengan wilayah terluas ketujuh di dunia. Kemajuan kerajaan Majapahit dapat kita lihat dalam wilayah kekuasaan Majapahit, dalam Negarakertagama, wilayah Majapahit diawali dengan sebuah kota kecil yang dibangun di daerah Tarik, yang awalnya merupakan sebuah hutan belantara, berkat orang-orang yang dikirim oleh Aria Wiraraja untuk membuka hutan tersebut, akhirnya berdiri sebuah desa benama Majapahit, dan baru setelah Daha runtuh berkat serbuan tentara tartar dengan Raden Wijaya juga ikut menyerbu Jayakatwang, desa Majapahit dijadikan pusat pemerintahaan kerajaan baru, yang disebut dengan kerajaan Majapahit.

Pada masa itu kekuasaan Majapahit meliputi daerah lama kerajaan Singhasari hanya sebagian saja wilayah Jawa Timur. Sepeninggal Ranggalawe dan atas janji Raden Wijaya yang diberikan kepada Wiraraja kerajaan Majapahit dibelah menjadi dua. Bagian timur yang meliputi daerah Lumajang, diserahkan kepada Wiraraja. Pada masa ini kerajaan Majapahit hanya meliputi daerah Kediri, Singhasari, Jenggala dan Madura.

Wilayah Majapahit akhirnya diperluas berkat penundukan Sadeng, di tepi sungai badadung dan keta di pantai utara dekat Panarukan seperti diberitakan dalam Negarakertagama, pada masa ini Majapahit menguasai seluruh wilayah Jawa Timur dan pulau Madura. Baru setelah seluruh Jawa Timur di kuasai penuh, Majapahit mulai menjangkau pulau-pulau diluar Jawa yang disebut nusantara.

Hayam Wuruk juga memperhatikan kegiatan kebudayaan. Hal ini terbukti dengan banyaknya candi yang didirikan dan kemajuan dalam bidang sastra. Candi-candi peninggalan Majapahit, antara lain Candi Sawentar, Candi Sumberjati, Candi Surawana, Candi Tikus, dan Candi Jabung. Karya sastra yang terkenal pada masa kerajaan Majapahit ialah Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca dan Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular.

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, terjadi Perang Bubad. Perang Bubad terjadi antara kerajaan Majapahit dan kerajaan Pajajaran. Hayam Wuruk bermaksud mempersunting putri raja Pajajaran yaitu Putri Dyah Pitaloka, raja Pajajaran pada saat itu Sri Baduga Maharaja dengan pengikutnya mengantrakan Putri Dyah Pitaloka ke Majapahit, sesampainya didaerah Bubad, rombangan berhenti menunggu jemputan dari istana Majapahit yang dipimpin oleh Gadjah Mada.

Di bubad ini terjadi perselisihan pendapat Gadjah Mada menghendaki agar perkawinan itu dilaksanakan dengan cara Sri Baduga Maharaja menyerahkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan kepada Hayam Wuruk, Dilain pihak Sri Baduga merasa terhina dengan perkataan Gadjah Mada akhirnya terjadilah peperangan yang tidak bisa dihindari. Kemudian Hayam Wuruk menikah dengan Paduka sori anak Bhre Wengker Wijayarajasa (suami bhre Daha raja dewi Maharajasa, bibi Hayam Wuruk). Dari pernikahan tersebut Hayam Wuruk mempunyai putri Kusumawardhani. Dari selir yang lain Hayam Wuruk mempunyai putra yaitu bhre Wirabhumi. Gajah Mada wafat pada tahun 1364 M. Sedangkan Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389. Setelah dua tokoh ini wafat, Majapahit perlahan-lahan mengalami kemunduran.

Referensi

http://digilib.uinsby.ac.id/2395/4/Bab%202.pdf