Bagaimana kekuasaan politik menurut Machiavelli?

Kekuasaan Politik Menurut Machiavelli

Pada usia 25 tahun Machiavelli telah terjun kedalam dunia politik. Mengenai kekuasaan dan penguasa, bagi Machiavelli kekuasaan politik sifatnya mencakup semua serta mutlak. Keberhasilan penguasa, sebagaimana nabi, dalam sejarah menurut Machiavelli, hanya nabi - nabi bersenjata dan memiliki kekuatan militer yang berhasil memperjuangkan misi kenabiannya. Sebaliknya, nabi yang tidak bersenjata betapa baik dan sakral dari misi yang dibawanya akan mengalami kekalahan dikarenakan tidak memiliki kekuatan militer. Oleh karena itu, angkatan perang merupakan bagian terpenting dari seorang penguasa negara. Ia menggaris bawahiuntuk tidak menggunakan tentara sewaan atau bayaran , pasukan semacam ini tidak dapat menjamin keamanan suatu negara.

Negara bahkan dengan mudahnya goyah, sebab tentara sewaan selain haus kekuasaan, tidak disiplin, tidak loyal terhadap penguasa, tidak ada rasa tajut kepada Tuham, tidak solid diantara sesama tentara, tidak memiliki tanggung jwab serta menghindarkan diri dari peperangan. Demikian pentingnya tentara dalam suatu negara. Melalui kepandain politik, pemimpin yang berhasil harus membentuk kekuatan militer yang cukup kuat untuk mengatasi kota dan kerajaan umum yang baru. Apa yang dimaksud Machiavelism, pemegang kekuasaan sebagai pembentuk negara tidak saja diluar hukum, melainkan apabila hukum mentepkan kesusilaan, ia berada di norma - norma kesusilaan. Ini berarti seorang raja yang ingin mempertahankan diri, harus belajar tidak selalu baik.

Mengenai agama, Machiavelli betapa pun pandangannya terlalu realisme dalam politik, dalam konteks agama dengan penguasa, baginya tetap tidak harus dipisahkan. Wibawa penguasa tanpa agama tidak cukup menjamin lestarinya persatuan dan kekuasaan. Itu berarti agama tidak dapat dilepaskan dalam proses politik. Akan tetapi rasa simpatiknya terhadap agama Romawi kuno, sebaliknya sinis dan antipati terhadap agama Kristen. Ia melihat banyak penguasa gereja yang menyalahgunakan kekuasaannya, bertindak depostik dan tidak bermoral. Tindakan tidak bermoral mereka itulah, menurut Machiavelli yang menyebabkan disintegrasi moral publik, menimbulkan kekauan sosial dan keagamaan.

Sumber : Syam Firdaus, 2007, Pemikiran Politik Barat, Sejarah, Filasafat, Ideologi dan Pengaruhnya terhadap Dunia Ke-3, Bumi Aksara: Jakarta