Bagaimana Kehidupan Sunan Kalijaga Sebelum Menjadi Wali Songo?

Sunan kalijaga
Sunan Kalijaga merupakan kreator tokoh punakawan dalam pewayangan yang digunakan sebagai media dalam berdakwah. Bagaimana Kehidupan Sunan Kalijaga Sebelum Menjadi Wali Songo ?

Kehidupan Sunan Kalijaga Sebelum Menjadi Wali Songo


Sunan Kalijaga atau Raden Sahid sudah diperkenakan kepada agama Islam oleh guru agama kadipaten Tuban. Karena melihat keadaan sekitar atau lingkungan yang kontradiksi dengan kehidupan rakyat jelata, maka jiwa Raden Sahid berontak. Gelora jiwa muda Raden Sahid seakan meledak-ledak manakala melihat praktek oknum pejabat Kadipaten Tuban di saat menarik pajak pada penduduk atau rakyat jelata. Lebih-lebih ketika Tuban sedang dilanda musim kemarau panjang. Gelora jiwa pemuda Raden Sahid semakin tak tertahan.

Suatu ketika, Raden Sahid bermaksud untuk menanyakan perihal kesengsaraan rakyat kepada ayahnya, akan tetapi, ayahanda Raden Sahid hanyalah raja bawahan yang mengabdi untuk Majapahit dan tidak bisa berbuat apa-apa. Besaran upeti yang diberikan merupakan aturan dari Majapahit selaku penguasa. Semua kadipaten juga membayar upeti yang sama. Tidak peduli bagaimana keadaan masyarakat pada waktu itu.

Melihat hal ini, Sunan Kalijaga memilih menjadi “maling cluring”. Mula-mula dia bongkar gudang kadipaten, mengambil bahan makanan, dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang memerlukannya dengan diam-diam. Penerima bahan makanan tak pernah tahu siapa pemberi bahan makanan itu. Namun, melalui intaian penjaga keamanan kadipaten, akhirnya Raden Sahid tertangkap basah. Ia dibawa dan dihadapkan kepada Adipati Tumenggung Wilatikta.

Melihat hal ini, Adipati Tumenggung Wilatikta sangat marah. Raden Sahid dianggap telah mencoreng martabat keluarga. Diusirnya sang putra dari istana Kadipaten. Pengusiran itu tidak membuat jera Raden Sahid. Dia malah merampok dan membegal orang-orang kaya di Kadipaten Tuban. Hasilnya tetap dibagi-bagikan kepada para fakir-miskin. Akhirnya ia tertangkap lagi. Kali ini ia diusir Adipati dari wilayah Kadipaten. Tiada ampun lagi bila tertangkap di Kadipaten Tuban maka Raden Sahid keluar Kadipaten Tuban.

Ketika Sunan Kalijaga menjadi seorang perampok, Sunan Kalijaga mendapat sebutan dari masyarakat dengan nama “Berandal Lokajaya”. Gelar Lokajaya sendiri bermakna „penguasa wilayah‟ karena kata Loka (tempat, wilayah, daerah) dan Jaya (menang, Menguasai). Berandal Lokajaya kemudian menjadi terkenal di wilayah Tuban dengan cara merampoknya itu.

Setelah Raden Sahid diusir dari Kadipaten Tuban, Raden Sahid terus berjalan mengikuti arah kakinya. Ia melangkah entah kemana. Raden Sahid tidak akan menghentikan maling cluringnya. Sampai suatu hari di hutan Jatiwangi, di kawasan Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Di hutan belantara ini ia bertemu dengan Sunan Bonang. Raden Sahid tidak pernah peduli siapa itu Sunan Bonang. Yang ada dalam benaknya adalah sebuah niat seperti yang senantiasa muncul tatkala bertemu dengan seseorang yang dianggap pantas sebagai mangsanya. Ia mengincar bekal dan tongkat lelaki tua itu. Meski setelah melalui Sunan Bonang berhasil dikalahkan, tapi tidak berarti Wali Allah itu dengan begitu saja menyerahkan barang-barang miliknya. Hingga Raden Sahid menceritakan mengapa sampai melakukan semua itu, bukan untuk dirinya, tapi untuk rakyat miskin yang membutuhkan.